Bengkulu – Perkembangan teknologi menuntut media penyiaran termasuk radio untuk adaptif. Penyesuaian ini tak bisa dihindari karena jika mengelak radio akan ditinggalkan pendengarnya. 

“Radio harus adaptif dengan teknologi jika ingin bisa menarik pendengarnya,” kata Anggota KPI Pusat, Aliyah, saat mengisi pembekalan kelas di kegiatan Radio Academy Bengkulu, Rabu (16/10/2024). 

Selain meminta agar adaptif, Aliyah juga mengingatkan radio soal regulasi yang harus dijadikan pedoman dalam penyiaran selama Pilkada Serentak. Dia menyebutkan, kampanye di lembaga penyiaran akan dimulai pada 10 hingga 23 November 2024 mendatang, Sebelum periode ini, dia meminta radio jangan mengundang narasumber yang nantinya menyampaikan pesan yang mengarah pada kampanye, mengandung visi misi dan ajakan, paparan program, dan citra diri.

Aliyah mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi tentang aturan penyiaran ke masyarakat. “Saya berharap lembaga penyiaran radio memberikan informasi politik yang tidak berat sebelah. Penting sekali untuk menjaga netralitas dan pesan yang proporsional,” tambahnya. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat sekaligus penanggung jawab kegiatan Radio Academy, I Made Sunarsa, mengharapkan perubahan pada peserta setelah diadakannya kegiatan Radio Academy. 

I Made Sunarsa yang Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat juga menegaskan pentingnya keberlanjutan usaha radio, khususnya di Bengkulu. “Radio di Bengkulu memerlukan peningkatan kapasitas, baik dari segi kualitas program maupun model bisnis, agar dapat bertahan dan berkembang. Inilah yang menjadi tujuan utama Radio Academy,” ujar Sunarsa.

Program Radio Academy yang bekerja sama dengan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) ini dirancang untuk memberikan pelatihan kepada praktisi radio di seluruh Indonesia. Melalui Radio Academy, diharapkan radio di Bengkulu tidak hanya mampu bertahan di tengah arus digital, tetapi juga terus berkembang dan mengemban fungsi sosial yang penting, termasuk sebagai media informasi terkait kebencanaan dan pelestarian budaya.

“Radio merupakan media massa tertua yang sudah ada sejak perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keberadaannya sangat penting, tidak hanya sebagai penyebar informasi, tetapi juga sebagai perekat sosial dan pelestari seni budaya. Di tengah tantangan global dan persaingan dengan media digital, penyelenggaraan siaran yang berkualitas semakin dibutuhkan,” tambah Sunarsa.

Radio Academy di Bengkulu difokuskan pada dua tahap. Radio Academy 1 berfokus pada peningkatan kapasitas dalam hal pemrograman radio, sementara Radio Academy 2 mengajarkan aspek penjualan dan pemasaran. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu pengelola radio di Bengkulu meningkatkan kualitas program siaran mereka sekaligus mengembangkan strategi bisnis yang efektif.

“Melalui program ini, kami berharap radio di Bengkulu tidak hanya mampu melestarikan budaya dan memberikan hiburan sehat, tetapi juga berperan vital dalam penyebaran informasi yang penting, seperti mitigasi bencana,” ujar I Made Sunarsa. Anggita dan berbagai sumber

 

 

 

 

Bengkulu – Radio adalah “Theator of Mind”. Demikian disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, dalam sambutannya sebelum dibukanya kegiatan Radio Academy Bengkulu, yang digelar di Gedung Pola Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu (16/10/2024). 

Menurutnya, mendengarkan radio menjadi stimulus berpikir dan berimajinasi bagi para pendengar. Radio juga memiliki kedekatan dengan pendengarnya. Kendati demikian, lanjut Reza, radio harus terus meningkatkan kreatifitas agar bisa menjangkau pendengar lebih banyak sehingga bisa menghidupkan radio kembali. 

Reza juga menyinggung tumbuh kembang radio dengan revisi UU Penyiaran. Menurutnya, pengesahan UU Penyiaran baru menjadi salah satu upaya yang diharapkan dapat mendukung tumbuh kembang radio di kemudian hari.

Di tempat yang sama, Plt Gubernur Bengkulu Rosjonsyah mengatakan radio satu suara sejuta telinga. Berdasarkan data hasil survey terdapat 32% masyarakat yang masih mendengarkan radio. Bahkan, lanjutnya, di Bengkulu hampir 50% masyarakat masih mendengarkan radio. Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi daerah yang terdiri dari 9 kabupaten dan 1 kota. “Tidak semua daerah terjangkau siaran televisi, sehingga radio masih menjadi media utama,” katanya. 

Plt Gubernur menyatakan, radio memiliki peran strategis melalui dialog, kata-kata bijak, sharing inspirasi kepada masyarakat. Radio juga berperan dalam menjaga moralitas dan budi pekerti, terutama bagi generasi muda. 

Menguatkan penyataan Wakil Ketua KPI Pusat, Rosjonsyah menyampaikan jika radio memiliki pengaruh yang bisa meresap dan mempengaruhi pikiran serta perilaku pendengarnya. Dalam kesempatan ini, dia juga meminta KPID untuk berperan dalam meningkatkan radio melalui PRSSNI yang bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Sementara itu, Ketua KPID Bengkulu, Albertce R Thomas mengatakan era globalisasi telah merubah perilaku masyarakat dalam mengakses informasi sehingga setiap media mesti mengikuti arus untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi. Terkait hal ini, lanjutnya, radio sebagai bagian media massa perlu melakukan perubahan agar lebih modern. 

Dia juga meminta radio yang memiliki keunggulan dekat dengan pendengar, mobilitas tinggi, dan ekonomis untuk terus menggali kreatifitas agar dapat makin berkembang. “Ada beberapa penyebab mengapa radio di Bengkulu gulung tikar. Pertama, peralihan pengiklan dari media radio ke media baru, terjadinya pandemi, serta faktor alam yaitu tower yang tersambar petir tapi belum ada anggaran yang dialokasikan untuk infrastruktur tersebut,” katanya.

Radio Academy yang diinisiasi KPI Pusat bekerja sama dengan KPID ini ditujukan untuk memberi pemahaman mendalam tentang inovasi konten dan meningkatkan daya saing. Kegiatan ini diharapkan dapar meningkatkan kualitas SDM dan program penyiaran dengan memperhatikan kemajuan zaman dan teknologi.

Bengkulu merupakan Provinsi ke-3 yang dijadikan tuan rumah kegiatan ini setelah Provinsi Jawa Barat dan Kepulauan Riau. Dalam kegiatan ini hadir perwakilan Radio Setiawana Nadanusa, Radio Jazirah UMB, Radio Cipta Suara Bengkulu (Hitz), RRI Bengkulu, PT Dehasen Citra Media, Bio 99.8 FM, Rafsista 105.5 FM, 103.7 FM, RRI Bintuhan, dan PT Radio Swaraunib. Anggita

 

 

Malang – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, M. Hasanuddin Wahid mengatakan, kewenangan pengawasan KPI perlu ditambah termasuk mengawasi media berbasis internet. Pasalnya, mandat pengawasan yang diberikan UU (Undang-undang) Penyiaran No.32 tahun 2002 hanya mencakup siaran di media penyiaran.

“Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan penguatan regulasi yang mencakup perluasan kewenangan KPI agar dapat mengawasi media digital secara menyeluruh,” kata Hasanuddin secara daring di kegiatan “Student Vaganza dan Sosialisasi Hasil Pengawasan Siaran Televisi dan Radio” di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Kamis (10/10/2024).

Kebutuhan ini, terang Hasanuddin, berkaca dari konsep regulasi dan pengawasan media baru yang diterapkan Australia. Menurutnya, cara ini dapat didasarkan pada konsep legislatif konvergen, yang mengintegrasikan aturan penyiaran, telekomunikasi, dan layanan digital ke dalam satu kerangka hukum. 

“Ini mirip dengan pendekatan di Australia, di mana Australian Communications and Media Authority (ACMA) memiliki kewenangan untuk mengawasi penyiaran di seluruh platform, baik konvensional maupun digital,” jelasnya. 

Kebijakan serupa juga dilakukan Jerman melalui lembaga bernama Network Enforcement Act (NetzDG). Regulasi pengawasan ini telah dilakukan Jerman asejak 2018. NetzDG bertujuan untuk mengatasi kejahatan kebencian, berita palsu, dan konten ilegal di platform media sosial. 

“Undang-undang ini mengharuskan platform menyediakan mekanisme pengaduan yang transparan dan menghapus konten melanggar dalam 24-48 jam. Platform juga diwajibkan melaporkan penanganan keluhan. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, platform dapat dikenai denda hingga 50 juta euro,” urai Hasanuddin. 

Selain menyoroti perlunya regulasi di media baru, Hasanuddin mendorong KPI memperkuat regulasi terkait standar kualitas konten. Menurutnya, ini agar stasiun televisi tetap memprioritaskan konten berkualitas dan mendidik meski berada di bawah tekanan persaingan rating.

Dia juga memandang perlu keterlibatan pemerintah dan lembaga penyiaran agar memberikan subsidi atau insentif kepada produsen konten edukatif untuk meningkatkan proporsi program yang mendidik. “Meningkatkan kolaborasi antara lembaga pendidikan dan media juga dapat untuk menciptakan program-program edukasi yang menarik dan informatif. Bahkan, perlu ada peningkatan investasi dalam pengembangan program-program lokal yang berkualitas melalui kerja sama antara pemerintah, produser, dan lembaga penyiaran,” paparnya. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Aliyah, berharap para mahasiswa mendapatkan pemahaman langsung mengenai tugas dan tanggung jawab KPI dalam mengawasi siaran. Dia juga mengajak mahasiswa untuk berperan aktif dalam mengawasi konten siaran yang tayang di berbagai media, serta memberikan kritik konstruktif agar siaran tetap mencerminkan integritas, keberagaman, dan nilai-nilai luhur bangsa.

Aliyah turut menyampaikan tugas dan fungsi lembaga yang harus diketahui publik diantaranya menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. KPI ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran dan membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait. 

“Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Dan, menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran,” papar Aliyah di depan ratusan peserta forum tersebut.

Di tempat yang sama, Akademisi UIN Maulana Malik Ibrahim, Mundi Rahayu, membahas relasi ideal antara KPI, media, dan masyarakat. Dia menekankan pentingnya kolaborasi yang solid antara ketiga elemen ini agar siaran media dapat menjadi instrumen edukasi yang efektif dan menginspirasi, alih-alih hanya berfungsi sebagai hiburan semata.

Dalam kegiatan ini, pula dalam kegiatan turut hadir Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Malang, Prof. Dr. H. Nur Ali, Dekan Fakultas Humaniora UIN Malang, Prof. Dr. M. Faisol, serta Ketua KPID Jatim, Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, dan Anggota KPID Jatim, M. Afif Amrullah, Royin Fauziana dan Dian Ika Riani. ***/Foto: Alifianti

 

Bandung - Kajian Minat, Kepentingan dan Kenyamanan (MKK) Publik yang digagas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan dapat menjadi dasar menjamin masyarakat mendapat informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. Termasuk juga sebagai jalan mewujudkan keberagaman konten siaran yang sejalan dengan minat dan kepentingan masyarakat Indonesia yang juga beragam dari seluruh provinsi. Hal ini disampaikan Mohamad Reza, Wakil Ketua KPI Pusat, dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) yang digelar KPI Pusat jelang persiapan pelaksanaan teknis MKK, (12/10). 

Sebagai perwakilan publik, KPI memiliki tugas dan kewajiban untuk menindaklanjuti aspirasi masyakat, tidak saja terkait konten siaran yang sudah hadir, tapi juga keinginan masyarakat terhadap program siaran televisi sebelum disajikan ke tengah publik. Hasil kajian MKK ini, selayaknya menjadi dasar bagi pemerintah dalam membuka peluang usaha penyiaran di setiap wilayah layanan, dengan menetapkan kategori program siaran yang selaras dengan aspirasi masyarakat. 

Reza mengungkap, hasil kajian MKK sebelumnya di Jawa Barat dan Gorontalo menunjukkan minat masyarakt yang tinggi berbeda-beda terhadap program siaran . Sementara hal tersebut tidak tercermin pada penempatan program siaran oleh lembaga penyiaran. “Apakah masyarakat bisa protes? Tidak, mereka diam saja,” ujar Reza. Namun seandainya program siaran mengambil hasil MKK ini sebagai rujukan, Reza meyakini, respon masyakat akan positif, termasuk menaikkan rating program tersebut. Dia berkeyakinan, MKK ini akan menjawab kebutuhan masyarakat di era disrupsi sekarang untuk mewujudkan generasi emas di masa mendatang. 

Senada dengan Reza, Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hasan mengatakan, selain bermanfaat bagi lembaga penyiaran, MKK ini juga sangat berguna bagi para investor yang akan mengembangkan usaha di dunia penyiaran. Dari MKK ini, akan didapat potret kebutuhan masyarakat, termasuk minat dan kepentingannya, sehingga usaha yang dijalankan juga tentunya akan mendapatkan dukungan dari lingkungan. 

Di satu sisi, MKK ini harus bisa dijalankan di seluruh daerah, agar diperoleh data yang komprehensif dan mencerminkan keberagaman kepentingan masyarakat Indonesia. Karenanya, MKK yang juga menjadi rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) KPI 2024, harus didukung tidak saja oleh KPID tapi juga oleh seluruh pemangku kepentingan penyiaran, termasuk industri. 

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso yang hadir pada diskusi juga menegaskan bahwa pada MKK ini kita mengukur selera pemirsa, atau masyarakat secara umum. Jika Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) mengukur kualitas siaran dengan kacamata akademisi, maka MKK menilainya dari masyarakat awam. “Tentunya akan ada perbedaan selera dari masyarakat Indonesia yang juga beragam budayanya,” ujar Tulus. Hal inilah yang harusnya menjadi dasar lembaga penyiaran untuk menyajikan konten yang beragam, bukan seragam. 

Sementara itu Aliyah, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran berharap, lembaga penyiaran tidak hanya menjadikan Nielsen sebagai satu-satunya rujukan secara kuantitatif. MKK dan juga IKPSTV yang digelar KPI juga harus dimaknai sebagai penilaian yang tulus dari masyarakat dan akademisi, untuk ditindaklanjuti demi peningkatan kualitas siaran di Indonesia.

Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet menyambut baik pelaksanaan teknis MKK yang digelar KPI Pusat. Menurutnya, adanya MKK ini dapat membantu lembaga penyiaran untuk tidak tunggal dalam melihat minat masyarakat dalam menonton siaran. Dia mencontohkan Jawa Barat yang terbagi dalam delapan kluster yang memiliki kekhasan demografinya sendiri. Adiyana juga berpesan agar dalam kajian MKK ini, tidak hanya mengambil wilayah yang sudah padat dengan lembaga penyiaran.”Sehingga wilayah yang masih kosong dari layanan siaran, juga dapat terpetakan minat publiknya,” tegasnya. 

Diskusi ini juga mengikutsertakan perwakilan KPI Daerah yang hadir di dalam jaringan (daring) dan juga perwakilan lembaga penyiaran. Hadir pula Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat I Made Sunarsa bersama Sekretaris KPI Pusat, Umri. Selanjutnya, forum dilanjutkan dengan pembahasan teknis MKK dengan narasumber, Prof Atwar Bajari, Prof Dian Wardiana Sjuchro, Dr Dadang Rahmat Hidayat, Dr Alem Pebri Soni, Dr Ni Nyoman Dewi Pascarani, dan Dr Meiria Octavianti.  Pelaksanaan MKK sendiri akan dimulai pada tahun 2025, bekerja sama dengan seluruh KPID se-Indonesia, sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam RAKORNAS KPI 2024.

 

 

Malang – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak mahasiswa untuk bijak dalam mengkonsumsi media. Sikap bijak ini akan membentuk sikap kritis sekaligus pengembangan kualitas konten media khususnya isi siaran.

Permintaan itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, di sela-sela sambutannya dalam acara “Student Vaganza dan Sosialisasi Hasil Pengawasan Siaran Televisi dan Radio” di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Kamis (10/10/2024).

Selain mengajak mahasiswa untuk bijak bermedia, Ubaidillah juga meminta mahasiswa agar memahami secara jelas apa saja kewenangan lembaganya. Pemahaman ini penting agar tidak terjadai kesalahpahaman terkait apa saja kewenangan KPI dalam bidang penyiaran. Pasalnya, pengawasan KPI hanya mencakup pada media penyiaran (TV dan radio) berdasarkan UU Penyiaran tahun 2002.

Terkait pandangan itu, Ubaidillah menyoroti kehadiran media baru atau sosial media yang belum ada payung hukumnya. Dinamika ini, lanjut Ubaid, menjadikan tantangan bagi Indonesia terlebih sudah banyak negara yang membuat aturan terkait media baru tersebut. 

"Di Australia sudah memiliki undang-undang penggunaan media sosial, namun di Indonesia aturan tersebut belum ada. Semoga pemerintah bisa segera merumuskan aturan penggunaan media sosial," harap Ubaidillah.

Mewakili UIN Maliki, Wakil Rektor Bidang AUPK, Prof. Dr. Hj. Ilfi Nurdiana, menilai peran media penyiaran dalam membentuk karakter generasi muda khususnya Gen Z sangat penting. Menurutnya, TV dan radio memiliki dampak atas perilaku mereka dalam keseharian. Karena itu, harus ada perhatian serius terkait ini sehingga adanya dampak negatif dari media ini dapat diminimalisir.

“Kolaborasi antara akademisi dan KPI dalam mengawasi kualitas siaran yang disajikan kepada masyarakat sangat baik dan semoga kolaborasi UIN Maliki Malang dengan KPI bisa menyajikan siaran yang berkualitas," ujarnya.

Sementara itu, Ulfa Mahayani menyampaikan terima kasih kepada KPI dan seluruh sivitas akademika yang turut berpartisipasi dengan antusias di acara ini. Ia juga mengajak mahasiswa untuk memperluas wawasan mereka melalui riset dan keterlibatan aktif di luar kelas, khususnya bersama komunitas radio di Malang dan Sekretariat KPI. 

"Ilmu seperti ini tentu tidak akan didapatkan melalui kelas perkuliahan," tutur Ulfa sekaligus menekankan pentingnya pengalaman belajar di luar ruang kelas.

Dalam acara ini, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza serta Anggota KPI Pusat, Aliyah, Tulus Santoso dan Muhammad Hasrul Hasan. Acara kemudian dilanjutkan dengan forum diskusi sosialisasi hasil pengawasan siaran yang menghadirkan sejumlah narasumber. Selain itu, kegiatan ini juga diisi penandatanganan kerjasama atau MoU antara KPI dan UIN Maulana Malik Ibrahim. ***/Foto: Alifianti 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.