Jakarta – Setiap lembaga penyiaran berkewajiban melakukan sensor internal terhadap program maupun iklan meskipun sudah lolos LSF (Lembaga Sensor Film). Pasalnya, setiap pelanggaran baik itu untuk program maupun iklan walau sudah lolos dari LSF, tetap saja yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut adalah lembaga penyiarannya.

“Ini adalah hubungannya, maka harus ada sensor internal dari setiap LP kepada iklan mereka, dan harus diingat bila ada pelanggaran dari program tayangan maka yang harus bertanggung jawab adalah lembaga penyiarannya,” kata Judhariksawan, Komisioner KPI Pusat, dalam Pelatihan Pemantauan Isi Siaran di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2013.

Dalam kesempatan tersebut, Judha yang diminta memberikan materi soal iklan menjelaskan sejumlah aturan terkait dengan masalah iklan. Beberapa aturan yang menjadi acuan antara lain, UU Penyiaran, P3 dan SPS KPI, Etika Pariwara Indonesia (EPI) dan beberapa aturan yang berkaitan.

Di dalam UU Penyiaran misalnya, untuk iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak. Dan, waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20%, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% dari seluruh waktu siaran.

Judha menjelaskan waktu siaran untuk iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling sedikit 10% dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% dari siaran iklannya.

Materi siaran iklan diwajibkan menggunakan sumber daya dalam negeri. Selain itu, program siaran iklan dilarang menayangkan adegan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 SPS 2012.

Dalam P3 dan SPS , siaran iklan dilarang memuat adegan kekerasan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 23. Upaya menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi masyarakat tentang kualitas, kinerja, harga sebenarnya, dan/atau ketersediaan dari produk dan/atau jasa yang diiklankan. Ini juga ada dalam EPI. Siaran iklan juga melarang adanya eksploitasi anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun, dalam UU Penyiaran masih 18 tahun. 

Mengenai iklan rokok, siaran iklan rokok hanya boleh disiarkan pada pukul 21.30 – 05.00 waktu setempat. Program siaran iklan produk dan jasa untuk dewasa yang berkaitan dengan obat dan alat kontrasepsi, alat deteksi kehamilan, dan vitalitas seksual hanya dapat disiarkan pada klasifikasi D, pukul 22.00-03.00 waktu setempat. Iklan juga, dilarang menampilkan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama.

Judha juga menyinggung soal siaran iklan kampanye yang harus tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.  Selain itu, dipaparkan mengenai program kuis, undian berhadiah, dan/atau permainan berhadiah lainnya dilarang dijadikan sarana perjudian dan penipuan. Red

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia dipandang sebagai penegak hukum dalam konteks tugasnya melakukan pemantauan. Pasalnya, alat pemantauan merupakan bagian dari dokumen negara karenanya hal itu sebagai alat bukti dalam menggenaan sanksi. Demikian pandangan dari Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, yang disampaikannya di depan para peserta Pelatihan Pemantauan Isi Siaran di Grand Mercure, Rabu, 19 Juni 2013.

“Sebenarnya KPI ini sebagai penegak hukum dalam tugas melakukan pemantauan. Ini penting karena ujungnya akan memberikan sanksi. Jangan sampai hanya mengamati tapi juga harus menegakkan hukum. Saya selalu mengingatkan bahwa alat pemantauan itu bagian dari dokumen Negara sebagai alat bukti pengenaan sanski,” tambah Riyanto. 

KPI adalah Negara dan itu yang harus dijadikan alat bukti Negara. Seharusnya, kata Riyanto, ada metode penyusunan sebagai alat bukti negara dalam bentuk administrator. “Ada berita acara, ada berita pertukaran shift setiap hari. Ini sebagai alat bukti Negara. Kalau ada catatannya sebagai bukti otentik kan penting,” katanya dalam prolog sebelum menyampaikan materi soal kekerasan.

Sementara itu, dalam pemaparan materinya, Riyanto menjelaskan definisi tentang adegan kekerasan yaitu gambar atau rangkaian gambar dan/atau suara yang menampilkan tindakan verbal dan/atau nonverbal yang menimbulkan rasa sakit secara fisik, psikis dan/atau sosial bagi korban kekerasan”. Definisi ini ada dalam SPS Pasal 1 ayat 25. 

Kekerasan yang terjadi di layar TV saat ini banyak yang non fisik yakni kekerasan verbal dan visual. Riyanto mengkhawatirkan pengaruh TV akibat dari tayangan kekerasan tersebut. Ada tiga pengaruh yang ditakutkannya yakni pengaruh langsung (direct effects). Penonton kemudian menjadi lebih agresif, dan menerima prinsip penggunaan agresi untuk mengatasi konflik. Lalu, penumpukan kepekaan (desensitization). Penonton menjadi tumpul perasaannya ketika melihat kekerasan yang terjadi dalam kehidupan nyata di sekeliling mereka.

Kekhawatirannya yang lain adalah sindrom dunia ganas/keras (mean world syndrome). Penonton menjadi yakin bahwa kehidupan di dunia nyata ini memang ganas/keras seperti digambarkan dalam TV.

Dalam kesempatan itu, Riyanto mengatakan jika tugas pemantauan itu mulia karena membangun peradaban bangsa. Red

Jakarta – Para orangtua diimbau untuk waspada terhadap pola kosumsi anak-anak mereka terhadap media khususnya televisi. Menurut data, hampir 40% penonton televisi adalah anak-anak atau usia anak dan mereka juga terbilang kelebihan menonton televisi yakni 35 jam selama seminggu. Merujuk angka tersebut, hal ini sangat mengkhawatirkan jika tayangan yang disaksikan anak itu membawa efek jelek bagi mereka.

Imbauan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Yazirwan Uyun, dalam pembekalan materi soal tayangan anak bagi tenaga pemantaun isi siaran daerah di Pelatihan Pemantauan Isi Siaran di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2013.

Menurut penelitian tersebut, lanjut Iwan, panggilan akrab Komisioner bidang Perizinan KPI Pusat ini, anak mempunyai sifat cenderung imitasi terhadap isi siaran terlebih pada tayangan anak. Karenanya, para orangtua harus ekstra pengawasan sekaligus memberi bimbingan pada anak-anaknya untuk mereka paham dan mengerti sekaligus bisa memilih tayangan yang baik buatnya.

Dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012, KPI telah mengatur secara rinci bagaimana tayangan yang baik dan benar. Terkait aturan tersebut, KPI mencatat ada 5 Jenis kategori pelanggaran yang terjadi terhadap P3 dan SPS dalam program anak dan kartun yakni:

Pertama, unsur kekerasan yaitu isi siaran yang menampilkan tindakan verbal dan/atau non verbal yang menimbulkan rasa sakit secara fisik, psikis, sosial bagi korban kekerasan. Kedua, unsur mistik dan supranatural yaitu isi siaran yang menampilkan tindakan verbal dan/atau non verbal yang menunjukkan kondisi/keadaan diluar batas kemampuan manusia.

Ketiga, unsur seksual yaitu isi siaran yang menampilkan tindakan verbal dan/atau non verbal yang menunjukkan ataumelampiaskan hasrat seksual. Keempat, unsur perilaku tidak pantas yaitu isi siaran yang mengandung muatan mendorong anak belajar perilaku tidak pantas sebagai hal lumrah dalam kehidupan sehari-hari. “Kelima, unsur iklan dewasa yaitu isi siaran dalam program siaran anak dan kartun yang menampilkan produk atau film yang ditujukan untuk penonton dewasa,” papar Iwan Uyun.

Menurut Iwan, tanggungjawab melakukan pemantauan tidak sepenuhnya bisa dipegang oleh KPI. “Kalau saya ditanya apa KPI sanggup memantau free to air dan berlangganan maka saya rasa tidak mungkin. Tanggung jawab dampak isi siaran kan bukan hanya KPI saja tapi tanggung jawab kita semua,” katanya.

Karenanya, kata Iwan, dengan banyaknya kemunculan lembaga-lembaga pemantauan dalam bentuk Media Watch ataupun LSM, hal ini sangat membantu tugas KPI. Red


Jakarta – Anggota KPI Pusat, Iswandi Syahputra, menekankan penting sikap kritis, jeli, cermat, dan berani melaporkan dugaan pelanggaran tayangan terhadap P3 dan SPS dalam setiap pemantau isi siaran. Selain itu, setiap pemantau juga ditekankan untuk tidak malu cerewet dan sensitive terhadap pelanggaran siaran. Demikian dikatakannya di depan para puluhan peserta Pelatihan Pemantauan Isi Siaran di Hotel Grand Mercure, Rabu, 19 Juni 2013.

Menurut Iswandi, jangan takut salah mencatat pelanggaran sebab laporan pemantauan langsung akan ditindaklanjuti melalui pemeriksaan lebih lanjut. “Yang paling penting buat dulu, nanti akan ada pengecekan sebelum masuk pleno. Hindari memberikan laporan pelanggaran setelah mendapat aduan publik,” katanya yang menjadi pemateri di sesi tayangan mistik.

Terkait dengan materi tayangan mistik di lembaga penyiaran, Iswandi mengatakan, sikap seperti ini harus di kedepankan. Meskipun aka nada perdebatan nanti mengenai pasal-pasal sensitif mengenai tayangan tersebut.

Di dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012 diatur soal tayang mistik. Menurut Iswandi, ada yang dilarang penuh ada yang tidak. Sejumlah pasal itu yakni Pasal 1, ayat : 27, SPS berbunyi Adegan mistik dan supranatural adalah gambar atau rangkaian gambar dan/atau suara yang menampilkan dunia gaib, paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik atau kontak dengan makhluk halus secara verbal dan/atau nonverbal.

Kemudian di Pasal 31 SPS disebutkan Program siaran yang menampilkan muatan mistik, horor, dan/atau supranatural DILARANG melakukan rekayasa seolah-olah sebagai peristiwa sebenarnya KECUALI dinyatakan secara tegas sebagai reka adegan atau fiksi.

Lalu dalam Pasal 32 SPS berbunyi Program siaran yang menampilkan muatan mistik, horor dan/atau supranatural yang menimbulkan ketakutan dan kengerian khalayak dikategorikan sebagai siaran klasifikasi D dan hanya DAPAT disiarkan pada pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

Sebelumnya, Komisioner sekaligus Koordinator bidang Perizinan KPI Pusat yang disertasinya mengenai mistik ini, menyampaikan pengetuhan dan definisi mistik secara dalam hingga masuk ke Indonesia. Red

Jakarta – Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, secara resmi membuka pelatihan pemantauan isi siaran bagi tenaga pemantauan isi siaran di 15 Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) penerima hibah alat pemantauan dari KPI Pusat, Rabu, 19 Juni 2013, di Hotel Grand Mercure, Jakarta. Pelatihan ini akan berlangsung hingga Jumat, 21 Juni 2013.

Dalam sambutannya, Ezki menegaskan, pelatihan ini sangat penting bagi tenaga pemantauan isi siaran di daerah dan karenanya komitmen menjadi salah satu hal yang prioritas dalam kegiatan ini dan dalam melakukan pemantauan nanti. “Paling utama dalam hal ini adalah komitmen karena tugas pemantauan ini tidak boleh luput sedikit pun. Saya harap kegiatan ini bisa bermanfaat buat semuanya,” katanya.

Sebelumnya, di tempat yang sama, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang menyebutkan ke 15 daerah yang menerima hibah dari KPI Pusat yakni KPID Bengkulu, Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Timur (Kaltim), Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Utara (Sulut), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Maluku.

“Hibah ini adalah inisiatif dari KPI yang melihat kondisi di banyak KPID yang belum memiliki alat pemantauan isi siaran. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memberi penguatan hal-hal teknis, administrasi dan yang lain kepada tenaga pemantauan,” kata Maruli Matondang. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.