Jakarta - Standar program Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang telah ditetapkan dalam Rakornas KPI 2013 di Bali, harus menjadi rujukan setiap KPI Daerah dalam merencanakan kegiatan selama setahun. Hal tersebut juga dapat dijadikan acuan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam memberikan anggaran bagi KPID di masing-masing provinsi. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, saat menemui pimpinan dan anggota Komisi I DPRD Sumatera Selatan di kantor KPI Pusat (21/1).

Judha menilai, penting bagi DPRD untuk mengetahui ke-25 standar program yang telah ditetapkan oleh KPI tersebut. Sehingga, selain untuk memberikan alokasi anggaran, DPRD juga dapat mengetahui sejauh mana capaian kinerja KPID selama ini. Judha mengatakan, selama ini banyak pertanyaan yang muncul dari pemerintah daerah tentang kontribusi yang diberikan KPID terhadap pemasukan daerah. Padahal, terang Judha, KPI bertugas menjaga agar karakter bangsa terjaga dan tidak terjajah oleh virus  yang disebarkan Lembaga Penyiaran lewat berbagai tayangannya, yang justru memiliki ongkos sosial yang lebih besar untuk menanggulanginya. “Kontribusi KPI adalah mencegah munculnya ongkos sosial yang muncul akibat dampak negatif penyiaran”, paparnya.

Ketua Komisi I DPRD Sumatera Selatan, Yuswar Hidayatullah, mengamini pernyataan Judha tersebut. Untuk itu, menurut Yuswar, DPRD Sumatera Selatan telah memberikan peningkatan anggaran bagi KPID Sumatera Selatan di tahun 2014 ini agar dapat bekerja lebih baik lagi. Selain itu, Yuswar juga menyampaikan ke KPI Pusat, hasil pemilihan anggota KPID  Sumatera Selatan periode 2014-2017 yang baru dipilih DPRD.  “Kami mengikuti saran dari KPI Pusat untuk memberikan kesempatan pada komisioner periode lalu untuk kembali menjadi anggota KPID Sumatera Selatan, demi menjaga kesinambungan kerja-kerja KPID ke depan”, ujarnya. Meski demikian, DPRD tetap menguji dengan ketat semua calon anggota KPID tersebut dalam Fit and Proper Test.

Sementara itu, menanggapi usulan KPI Pusat tentang standar progam, anggota Komisi I DPRD Sumatera Selatan lainnya Baihaki Sofyan menyarankan agar KPI Pusat menyampaikan pada Kementerian Dalam Negeri tentang rekomendasi rakornas tersebut. “Agar Mendagri dapat membuatkan nomenklatur tersendiri untuk program-program tersebut, sehingga semua KPID memiliki keseragaman program”, kata Baihaki.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyadari sepenuhnya bahwa sumber daya frekuensi harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Untuk itu, ketika menjelang Pemilu 2014 ditemukan adanya siaran-siaran politik yang tidak proporsional dan cenderung berpihak pada pilihan politik dari pemilik lembaga penyiaran, KPI telah memberikan sanksi administratif. Ke-tujuh lembaga penyiaran tersebut adalah: TVRI, ANTV, MNC TV, TV One, Global TV, RCTI dan Metro TV .  Sanksi tersebut merupakan salah satu usaha KPI untuk menjaga diutamakannya kepentingan publik oleh lembaga penyiaran, sebagaimana yang diamanahkan oleh regulasi.

Keterangan ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menanggapi desakan masyarakat yang diwakili oleh Gerakan Frekuensi Milik Publik, yang meminta KPI bersikap tegas pada stasiun televisi yang dinilai tidak netral pada aksi di depan kantor KPI Pusat (16/1). Menurut Judha, KPI sendiri sudah menjalin kerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Pers, yang kemudian menggabungkan diri dalam sebuah gugus tugas (task force) pengawasan penyiaran pemilu. KPI telah membuat tim pemantauan khusus yang mengawasi muatan siaran politik dan pemilu, pada momen pemilu 2014 ini. Hal ini juga untuk menguatkan basis data dari tim gugus tugas dalam melakukan kajian dan penjatuhan sanksi atas setiap pelanggaran.

Sebagai tindakan preventif, sebelum menjatuhkan sanksi KPI memberikan surat edaran  bagi lembaga penyiaran tentang penggunaan spektrum frekuensi untuk kepentingan publik. KPI  juga mengingatkan mereka agar memperhatikan dan menaati seluruh ketentuan hukum terkait kewajibannya menjaga netralitas dan larangan penggunaan media penyiaran untuk kepentingan golongan tertentu sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang penyiaran dan P3SPS.

Sementara itu, menindaklanjuti rekomendasi Rapim KPI 2013, KPI membuat rancangan surat keputusan yang mengatur pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan publik. KPI meyakini, dengan banyaknya masukan dari berbagai pemangku kepentingan penyiaran baik dari lembaga penyiaran, pemantau media, pengawas pemilu ataupun partai politik sendiri,  aturan yang tengah dilakukan finalisasi ini dapat disahkan dalam waktu dekat.

Lebih jauh Judha mengatakan, langkah terdekat yang akan diambil oleh KPI adalah meminta fatwa pada Mahkamah Agung untuk mendapatkan tafsir hukum terhadap pengertian kampanye sebagaimana yang disebut dalam undang-undang nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu. Menurut Judha,  tafsir hukum ini dibutuhkan karena KPU, Bawaslu dan lembaga penyiaran menilai bahwa pengertian kampanye merupakan akumulasi dari berbagai kegiatan yang disebut dalam undang-undang pemilu. Sementara, tambah Judha, secara sosiologis dan pendekatan hukum progresif kampanye dapat didefinisikan berdiri sendiri atau tidak akumulatif.  Jika sudah didapatkan tafsir hukum dari MA, ujar Judha, sinergi KPI, Bawaslu, KPU dan Dewan Pers akan lebih mudah untuk menertibkan lembaga penyiaran dari pemanfaatan untuk kepentingan politik para pemiliknya.

 

 

Jakarta - Program acara “Mata Lelaki” yang ditayangakan Trans7 kembali mendapat masukan dari public. Menanggapi hal itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memanggil pihak Trans7 untuk meminta klarifikasi terkait acara itu.

Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Agatha Lily mengatakan acara itu sudah sering mendapat teguran dari KPI, namun tak kunjung diperbaiki. Bahkan menurut Lily, acara itu dikhawatirkan dapat menyebabkan pemerkosaan pada perempuan.

“Program Mata Lelaki ini sudah banyak mendapat sanksi KPI. Saat saya tonton program ini, sebagai awam saja, tayangan gambarnya seronok. Program ini sama sekali tidak ada manfaatnya, penyampaian narasinya sangat tendensius. Saya malah khawatir nanti acara ini memprovokasi orang lain untuk melakukan tindakan asusila dan khawatir tingkat pemerkosaan pada perempuan meningkat,” kata Lily di Ruang Ruang Rapat KPI Pusat, Jakarta Pusat, Senin (06/01/2013).

Lebih lanjut, Lily mengatakan, KPI sudah meminta kepada Trans7 mengganti acara itu dengan program dengan acara yang lain dan lebih baik. “Maaf ya ini bukan kami mau mematikan kreativitas teman-teman. Program ini menayangkan erotisme dan ini beban bagi kami walaupun tengah malam ditayangkan. Teman-teman Trans7 bisa bicara baik-baik dengan manajemen untuk mencari pengganti acaranya, misalnya program acara yang bisa mengangkat harkat dan martabat perempuan,” terang
Lily.

Menanggapi hal itu Pimpinan Redaksi Trans7 Titin Rosmasari mengatakan, acara Mata Lelaki memiliki pedoman yang ketat dalam pengambilan gambar dan penayangannya. “Program Mata Lelaki memuat informasi untuk orang dewasa di malam hari yang dikemas dalam bentuk hiburan. Kita membuat tema dewasa dengan sudut pandang yang dapat diterima dan aman. Bagaimana program malam hari dapat diterima banyak orang. Ini yang sedang kita rancang juga. Tayangan ini terus berupaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan di internal. Apakah ada yang layak atau tidak,” ujar Titin.

Sedangkan Komisoner KPI Azimah Subagio juga mengktitik acara Mata Lelaki. Menurut Azimah, selama mendapat teguran dari KPI,  program Mata Lelaki belum melakukan perbaikan setelah ditegur KPI.Lebih dari itu, dirinya juga mengingatkan pihak Trans 7, bahwasanya selain P3SPS dan Undang-Undang  Penyiaran, Mata Lelaki juga melanggar Undang-Undang Pornografi yang memungkinkan adanya potensi aduan ke polisi. Dirinya juga memberikan kritikan atas penggunaan istilah “pasangan” untuk aktivitas seksual yang dibahas dalam program itu. “Hal ini seakan mengaminkan adanya hubungan seksual yang dilakukan bukan oleh suami atau istri”, ujar Azimah.(ISL)

Jakarta - Segenap Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2013-2016 mengunjungi sejumlah stasiun lembaga penyiaran nasional. Pada Jumat (10/01/2013) sejumlah Komisioner KPI Pusat mengunjungi kantor NET. yang berada di Gedung The East, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Menurut Ketua KPI Pusat Judhariksawan, kunjungan ke sujumlah kantor stasiun televisi nasional dilakukan dalam rangka pendekatan yang persuasif untuk memperbaiki kualitas penyiaran yang menggunakan frekuensi publik. “Silaturahmi ini penting. Kami punya konsep untuk ke depan. Ketika kami para komisioner rapat pleno setelah terpilih dan setelah kami analisa, ternyata ada yang salah kaprah dalam pemahaman UU Penyiaran kita,” kata Judha di hapadan segenap petinggi dan COE NET. Wishnutama Kusubandio.

Salah kaprah yang dimaksud Judha adalah, mestinya tugas utama lembaga penyiaran adalah mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, kemudian menjaga keutuhan kehidupan berbangsa, menjaga ke-Bhinekaan, dan terkahir menumbuhkan industri penyiaran itu sendiri.

“Namun yang terjadi setelah reformasi 1998 adalah sebaliknya. Industri penyiarannya yang terlebih dahulu berkembang pesat tanpa diikuti kualitas siarannya. Nah kami ingin dengan semua lembaga penyiaran nasional memiliki visi misi yang sama akan penyiaran kita,” ujar Judha.

COE NET. Wishnutama sepakat dengan yang dipaparkan Ketua KPI, bahkan menurut Wishnutama, NET. saat ini terus berusaha memberikan tayangan terbaik dan bermutu bagi penonton. Namun menurutnya, untuk negara demokrasi seperti Indonesia yang masih berkembang, dalam hal perbaikan mutu siaran oleh lembaga penyiaran akan membutuhkan waktu.

“Perkembangan teknologi saat ini sangat pesat. Suatu saat penonton akan minta dan butuh acara yang bermutu. Dulu acara televisi di Amerika Serikat juga sebelumnya mereka ada juga acara opera sabunnya. Namun, saat ini mereka sudah melewati itu. Tapi semua itu butuh waktu untuk membentuk passion itu,” terang Wishnu.

Komisioner KPI Pusat yang hadir dalam acara itu adalah Koordinator Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Muhammad Arifin dan Komisioner Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho. Dalam kesempatan itu Rahmat mengatakan, media penyiaran adalah salah satu agen perubahan dan bisa membentuk selera masyarakat. Menurutnya KPI berperan dalam hal pengawasan itu.

Sedangkan Fajar menjelaskan, tugas KPI dalam pengawasan tidak bisa  tuntas dan selesai hanya dengan teguran ke lembaga penyiaran. Menurut Fajar, yang tidak kalah penting adalah memberikan pemahaman tentang literasi media kepada masyarakat. “Kami akan kencangkan sosialisasi bidang literasi media ini. Ini juga butuh kerja sama dari teman-teman dari lembaga penyiaran tentang literasi media ini,” terang Fajar.

Jakarta - Dalam rangka silaturhami dengan tokoh-tokoh nasional Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengunjungi Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Kalla Grup, Gedung Cyber 2, Jakarta Selatan(09/01). Pertemuan itu di hadiri segenap komisioner KPI Pusat yang dipimpin langsung oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan. Sedangkan komisioner lainnya yang turut hadir adalah Idy Muzayyad, Bekti Nugroho, Fajar Arifinto Isnugroho, Amiruddin, Danang Sangga Buana, Agatha Lily, dan S. Rahmat M. Arifin.

Dalam dialog tersebut Judhariksawan, memaparkan kunjungan-kunjungan yang telah dilakukan KPI Pusat ke berbagai tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan. Semua kunjungan itu, menurutnya, dilakukan untuk menggandeng semua pihak dan kalangan dalam rangka memajukan KPI dan menjadi lebih baik.

"Kami ingin mendengar pandangan semua pihak akan KPI saat ini, terutama sharing dan masukkan yang membangun agar KPI menjadi lebih baik," kata Judhariksawan. Dalam pertemuan itu juga dibicarakan kondisi dunia penyiaran Indonesia saat ini.

Jusuf Kalla atau yang kerap dipanggil JK memahami kondisi dan posisi KPI Pusat saat ini. JK mencontohkan bagaimana kecepatan pemberitaan penyiaran yang ditopang oleh kecanggihan teknologi. Namun menurut JK pengawasan kepada lembaga penyiaran harus tetap dilakukan atas dasar untuk kebaikan publik.

"Sekarang arus informasi lebih cepat dan itu disiarkan secara langsung. Saya bayangkan pengawasannya akan lebih sulit, salah kata dari penyiarnya bisa berakibat fatal ke publik," ujar JK. Menurutnya dalam hal itu KPI berperan menjaga amanah publik, misalnya pengawasan yang tetap menjaga etika penyiaran dari kepantasan publik baik dari tingkat umur, tradisi, budaya, dan etika kepantasan lainnya.

Dalam menjalankan amanah itu, Judha menjelaskan cara-cara dan regulasi yang dilakukan KPI dalam pengawasan dunia pemberitaan. Termasuk dengan tetap mengedepankan penyiaran yang menjaga nilai kepantasan tanpa harus membungkam kreativitas. Selain itu juga, komisioner lainnya sesuai dengan bidangnnya menjelaskan sesuai bidangnya masing-masing.

JK juga menerangkan sejarah berdirinya banyak lembaga publik yang berdiri usai reformasi seperti KPI, KPI, KY, dan komisi yang lainnya. Menurut dia  keberadaan semua komisi itu dalam rangka membela kepentingan publik sesuai bidangnnya masing-masing. Pria kelahiran Makassar itu menambahkan agar KPI harus tetap berdiri pada marwah reformasi yakni untuk kepentingan pubik. "Ada tiga perubahan setelah reformasi dan itu tidak bisa diubah, dulu ototiter sekarang demokrasi, sekarang zaman otonomi dulu sentralistik, dulu pers dan media dibungkam, sekarang ada kebebasan pers. Nah KPI berada di anatara itu, memang ada kebebasan pers tapi kan ada aturan juga yang mengatur dan mengawasi itu," terang JK.

Judhadan komisioner lainnya sepakat dengan yang disampaikan JK. Bahkan menurut Judha KPI berkewajiban dalam menjalankan amanah reformasi itu dan saat ini terus diusahakan agar menjadi maksimal. "Pandangan Pak JK memang tidak bersifat normatif tapi paradigmanya yang yang jarang bisa disampaikan orang lain. Semoga pertemuan ini akan membuat kami agar selalu menjadi lebih baik dalam menjaga amanah publik," papar Judha. (ISL)

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.