Pangkalpinang – Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran diharapkan dapat menguatkan peran dan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Selain itu yang tak kalah pentingnya, revisi ini ikut memasukkan aturan pengawasan terhadap media baru.  

Harapan itu mencuat dalam Diskusi Publik RUU Penyiaran dengan tema “Dinamika Pengawasan Lembaga Penyiaran dan Media Baru” yang digelar KPI Pusat di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Rabu (11/10/2023).

Ketua KPI Pusat Ubaidillah, saat membuka diskusi publik ini menyampaikan, revisi UU Penyiaran akan menjawab kebutuhan publik terhadap regulasi yang adaptif (sesuai kondisi). Revisi ini sekaligus akan menjawab tantangan dari berkembangnya media-media baru.

Kehadiran media baru menyebabkan setiap orang bebas mengakses informasi serta hiburan. Tetapi apakah informasi dan hiburan tersebut layak untuk mereka. “Kita tahu sekarang masyarakat bisa menyaksikan film tidak hanya dari bioskop tapi juga melalui media baru, melalui smart phone, dengan platform dari media yang lain kita bisa menikmati film-film. Tetapi apakah semua film yang melalui media itu mendidik, sesuai dengan aturan undang-undang, tentu saja tidak,” ujar Ubaidillah.

Terkait hal itu, KPI merasa perlu membuka ruang diskusi atas masalah tersebut. Kendati masalah itu belum menjadi kewenangan KPI. “Memang ini belum menjadi kewenangan kami. Tapi hampir setiap hari kami, baik di KPI Pusat maupun di KPID, banyak menerima aduan dari publik terkait konten-konten yang ada di platform tersebut. Padahal KPI hanya memantau TV dan radio sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang,” papar Ubaidillah.

Revisi yang diharapkan menguatkan kelembagaan KPI, harus diberengi perhatian terhadap posisi KPID. Pasalnya, sejak 2016, keberadaan KPID tergerus aturan PP (Peraturan Pemerintah) No.18. “Mereka jadi tidak memiliki sekretariat. Anggaran yang tadinya melalui APBD berubah menjadi hibah. Hibah pun sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. Sehingga tupoksi KPID tidak semuanya terakomodir,” ungkap Ketua KPI Pusat.  

Ubaidillah juga menyampaikan pentingnya lembaga pemeringkatan alternatif atau pembanding dalam klausul revisi UU Penyiaran. Sehingga tidak hanya satu lembaga pemeringkat yang menjadi tolak ukur. Lembaga survei pemanding ini akan menyeimbangkan data yang dibutuhkan media seperti yang sudah banyak diterapkan negara-negara lain.

Perlunya media baru diatur juga disampaikan Anggota KPI Pusat Tulus Santoso. Menurutnya, media ini terlalu bebas tanpa adanya pengawasan. "KPI belum masuk ke ranah tersebut, karena memang undang-undang nomor 32 tahun 2022 hanya mengamanatkan KPI untuk mengawasi penyiaran terestrial TV dan Radio, yang siaran terestrial. Tetapi kalau over-the-top (OTT) seperti Netflix, Youtube, media sosial, KPI tidak mempunyai kewenangan," katanya di tempat yang sama.

Momentum agar media ini diatur cukup terbuka. Pada saat bersamaan Komisi I DPR RI sedang membahas RUU Penyiaran. Karenanya, Tulus berharap aturan terkait media baru dapat masuk dalam RUU Penyiaran. "Sehingga ada keberimbangan pengaturan, jangan hanya televisi dan radio ada aturan mainnya, tetapi di media baru harus ada aturan mainnya juga," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan alasan perlu adanya regulasi, karena tujuan utama penyiaran untuk nilai-nilai bangsa dan ketakwaan, hanya saja di media baru hal itu belum terjadi. "Karena jika isi penyiaran diamanatkan tujuan nilai-nilai bangsa, ketakwaan. Tetapi di media baru itu malah tidak terjadi, dan regulasi tidak ada. Siapa yang kemudian yang mengawasi itu? Tidak ada, harapan kami pengaturan di media baru segera dibentuk agar ada yang mengawasi," tandas Tulus.

Diharapkan tuntas secepatnya

Sementara itu, Anggota DPR RI dari Komisi I Rudianto Tjen menyatakan, revisi UU Penyiaran telah mencapai tahap final. Draft finalnya akan diajukan kembali ke Badan Legislasi (Baleg) untuk di sinkronisasi. 

“Harapan kita hari ini, sebelum kita lempar ke badan legislasi nasional, KPI punya inisiatif untuk berdiskusi supaya undang-undang ini betul-betul merefresentasikan harapan masyarakat. Para narasumber dapat mengusulkan pasal-pasal konkrit ke Komisi I. Paling tidak sebelum kita final, adik-adik dapat memperkaya undang-undang ini dan mudah-mudah undang-undang ini dapat disahkan dalam waktu tidak lama,” tutur Rudianto. 

Dia juga menyampaikan keinginan hasil revisi UU ini dapat menguatkan lembaga penyiaran dan lembaga lain terkait penyiaran. Sehingga urusan penyiaran bisa memberi andil positif dalam membangun bangsa secara baik. 

Di akhir paparannya, Rudianto berharap revisi UU ini dapat memperkuatkan posisi KPI dalam mengawasi seluruh penyiaran termasuk media baru. “UU ini bisa memperkuat KPI dalam mengawasi.” tandasnya.

Dalam diskusi ini, para peserta mendapatkan paparan materi dari para narasumber antara lain Anggota KPI Pusat Tulus Santoso yang berbicara kebutuhan revisi dari UU Penyiaran. Lalu dilanjutkan Ketua KPID Bangka Belitung M. Adha Al Kodri tentang akselerasi peningkatan konten lokal. Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pertiba Pangkalpinang Safri Hariansyah menyampaikan materi soal quo vadis UU Penyiaran. 

Dalam diskusi ini, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, Aliyah, Muhammad Hasrul Hasan serta sejumlah Anggota KPID dari Provinsi Babel. ***

 

Jakarta – Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) 2023 telah sampai pada pembahasan untuk kategori program siaran anak. Pembahasan kategori ini digelar di Universitas Pembagunan Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta, Selasa (10/10/2023). Melibatkan 12 perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia, kegiatan ini bertujuan mengukur sejauh mana kualitas program siaran televisi di Indonesia. 

Rektor Univesitas UPN “Veteran” Jakarta, Dr. Anter Venus mengatakan, mengukur perilaku anak tidak bisa hanya dilihat dengan definisi atau pengamatan pribadi tanpa dilandasi oleh data. Indeks kualitas yang digagas KPI bersama 12 PTN, salah satunya UPN Veteran Jakarta ini, merupakan ukuran terperinci dari apa yang dilihat anak. Hal ini nantinya tercermin dari sebuah bagian dalam produk sosial.

”Dimensi kultural pun tak lepas dari latar belakang setiap anak untuk tumbuh dan berkembang. Bagaimana anak bertindak itu bersumber dari media penyiaran yang memiliki pengaruh cukup tinggi,” kata Anter saat memberikan materi di kegiatan diseminasi tersebut.

Dia menambahkan perkembangan industri media hari ini juga memengaruhi tumbuh kembang anak di lingkungan sosialnya. Dewasa ini, lanjut Anter, anak Indonesia tidak lagi menjadi generasi yang polos, melainkan juga memiliki nalar kritis, tajam dengan apa yang terjadi di lingkungannya. Interaksi anak sekarang memberikan sudut pandang tersendiri dari hasil penyerapan mereka melalui media penyiaran. 

“Saya simpulkan dewasa ini anak Indonesia juga memiliki nalar kritis dan mampu memberikan pendapat mereka berdasarkan hasil interaksi mereka. Anak jangan lagi dianggap meraka adalah generasi yang polos, namun memiliki kemampuan kritis berdasarkan hasil interaksi dengan lingkungan terdekat yang mematangkan mereka,” jelasnya

Anggota KPI Pusat yang juga penanggung jawab IKPSTV, Amin Shabana menuturkan, ikhtiar pihaknya dalam mewujudkan siaran ramah anak tentu sejalan dengan seluruh civitas akademika di UPN Veteran Jakarta. Berdasarkan data yang dimiliki KPI Pusat dari Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), terdapat 924 Lembaga Penyiaran sudah bermigrasi dari siaran analog ke siaran digital. Hal ini mendasari bahwa KPI membutuhkan sejumlah pakar untuk menentukan kualitas siaran televisi. 

“Mengukur sebuah kualitas terlepas dari Analog Switch Off (ASO) tidak hanya menyikapi satu prespektif sebagai regulator yang bermain dalam sejumlah aturan,” tutur Amin.

Lebih lanjut, Amin menilai, dimensi dari sebuah penilaian yang dilakukan oleh unsur informan ahli merupakan data valid untuk mengukur sebuah tayangan tersebut berkualitas. Ke depan, dia berharap forum diseminasi ini, khususnya untuk kategori program anak, dapat menyatukan ekosistem penyiaran di tanah air. Bersinergi dan menguatkan peran Lembaga Pendidikan (universitas), bukan hanya mengejar kepopuleran sebuah program acara, tapi kualitas tayangannya. 

“Salah satu temuan yang menarik dari IKPSTV, KPI akan mendorong ekosistem penyiaran digital khusus tayangan yang ramah anak. Berbagai informasi dan tayangan dari media sosial menjadi tantangan yang berat, bukan saja KPI tapi juga masyarakat umum,” kata Amin.

Sebelum acara berlangsung, dilakukan penandatanganan Implementation Agreement antara KPI Pusat dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UPN Veteran Jakarta terkait pelaksanaan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Kegiatan ini dihadiri oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN Veteran Jakarta, Dr. S. Bekti Istiayanto, Koresponden Ahli Ketegori Anak IKPSTV, Aniek Irawati, Pengendali Lapangan Wilayah Jakarta, Vinta Sevilla, dimoderatori oleh Dr. Kusumajanti dan sejumlah akademisi Ilmu Sosial dan Politik. Syahrullah

 

Kupang -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Masa Depan Radio di Indonesia” di Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin, (9/10/2023). Kegiatan ini dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan profesionalitas penyelenggaraan radio siaran dan peningkatan kapasitas sumber daya radio di tanah air. 

FGD ini dihadiri Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, Koordinator Bidang Kelembagaan sekaligus penanggungjawab kegiatan, I Made Sunarsa, Sekretaris KPI Pusat, Umri, Ketua KPID Nusa Tenggara Timur, Godief R. Poyk dan jajaran komisioner KPID NTT, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Daerah Nusa Tenggara Timur, Frederik C.P. Koenunu serta narasumber dan peserta yang ahli (expert) di bidang radio. 

Adapun narasumber yang dihadirkan Education Research and Development of Human Resources PRSSNI, Ibu Vinily Lesmana, Direktur Female Radio Jakarta, Chandra Novriadi, dan Dendan Ronggo Astono, Station Manager Phoenix Radio Bali. Sementara itu peserta yang dihadirkan adalah radio-radio di NTT, jajaran KPID NTT, Anggota KPID Jawa Barat Achmad Abdul Basith, Anggota KPID Riau Hisam Setiawan, dan Komisi Informasi Daerah (KID) NTT.

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan kegiatan yang dilakukan KPI merupakan bentuk keberpihakkan KPI kepada radio. Sebab amanah Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 KPI mengawasi televisi dan radio. 

“Radio akademi kita angkat secara nasional berangkat dari kisah baik penyelenggaraan Radio Akademi di Bali yang bertujuan membuat radio di Indonesia lebih baik dan berkualitas dari sisi program, sumber daya manusia, kelembagaan, bisnis dan informasi radio sesuai dengan kebutuhan Masyarakat,” katanya. 

Sementara itu, I Made Sunarsa, Korbid Kelembagaan KPI Pusat, mengatakan Radio Akademi dilaksanakan dalam rangka menjalankan kewajiban KPI meningkatkan sumber daya manusia (SDM) radio yang profesional. Diskusi ini akan menyusun kurikulum atau modul untuk membuat seluruh radio di Indonesia menjadi lebih baik. 

“Kita akan menyusun dua modul, modul pertama terkait kontennya dan modul kedua berkaitan tentang bisnis radio. Nanti di tahun 2024 hasil modul hari ini akan menjadi dasar pelaksanaan Radio Akademi di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Diskusi bersama ini dibuka Kepala Dinas Kominfo NTT Frederik C.P. Koenunu. Dalam sambutanya, Frederik menyatakan kota Kupang harus jadi menjadi tonggak sejarah lahirnya Radio Akademi yang akan dipakai di seluruh Indonesia. 

“Kita harus berkolaborasi antara stakeholders,  Kominfo NTT, KPI, KPID, radio NTT dan lainnya. Saya memberikan aspirasi yang tinggi akan kegiatan ini. Saya berharap kegiatan FGD ini dapat menghasilkan pedoman dan program yang bermutu dan mengedukasi yang membantu aktifitas serta produktivitas dari lembaga radio sehingga bermanfaat bagi Masyarakat,” pungkas Frederik. */Foto: Tedy R

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi terkait early warning system pada televisi digital.  Dengan teknologi penyiaran saat ini, penempatan sistem peringatan dini bencana sangat memungkinkan untuk terealisasi, sehingga dapat melindungi publik dari dampak kerusakan besar akibat bencana alam. Hal ini disampaikan anggota KPI Pusat yang juga Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Hasrul Hasan, dalam diskusi publik di Universitas Negeri Jakarta dengan tema “Peran Media dalam Peringatan Dini Bencana”, (9/10). 

Hasrul mengatakan, dalam hal bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami, televisi memegang peran sangat besar dalam menyampaikan peringatan dini ke publik. Dalam sepersekian detik setelah informasi diterima dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lembaga penyiaran harus menyiarkan kembali kepada publik. “Sehingga, bagian terpenting dalam mata rantai informasi kebencanaan dapat segera disampaikan,” ujarnya. Apalagi menurut data Nielsen, hingga saat ini televisi masih menjadi peringkat pertama sumber informasi bagi masyarakat.

Diskusi yang digelar dalam peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana bekerja sama dengan Yayasan Nusahima. Turut hadir Rektor UNJ Komaruddin, Direktur Peringatan Dini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Afrial Rosya, dan Corporate Secretary SCM Gilang Iskandar. Sebagai perwakilan dari lembaga penyiaran, Gilang Iskandar menyampaikan, media baik broadcast dan online hanya bertugas menyampaikan informasi peringatan dini yang diterima dari lembaga yang berwenang seperti BMKG. Sebelum menyiarkan, media memiliki mekanisme kontrol dan seleksi untuk memastikan validitas dan akurasi setiap informasi terkait potensi bencana. “Meski pada praktiknya masih terdapat kebingungan, terkait leading sectornya,” ungkap Gilang.  Di satu sisi, tambahnya, media juga perlu mendapat pemahaman soal sistem penanggulangan bencana, kode etik peliputan bencana, serta safety and security saat melakukan liputan kebencanaan. 

Hal ini diamini oleh Fredy Candra selaku pegiat PRB. Menurut Fredy, komponen penting dalam sistem peringatan dini, selain tersedianya informasi yang valid, juga memastikan penerima informasi memahami informasi tersebut dan mengetahui apa yang perlu dilakukan kemudian. People centered menjadi penting dalam membangun Early Warning System yang efektif” tambahnya. 

Dalam penyampaian sambutan kunci Rektor UNJ, Komarudin mengatakan, informasi peringatan dini kepada masyarakat harus akurat, benar, dapat dipertanggungjawabkan dan oleh karenanya harus berdasarkan sumber yang otoritatif dari pemerintah. Jangan sampai masyarakat menerima informasi hoaks dan menjadikannya rujukan. Karena jika itu terjadi justru akan menyebabkan kerentanan sosial yang justru menimbulkan masalah baru di masyarakat.

Dari diskusi publik ini juga disimpulkan bahwa penyebaran informasi peringatan dini bencana, pengetahuan masyarakat tentang risiko perlu terus dibangun melalui strategi komunikasi dan informasi yang tepat. Selain itu, kapasitas respon masyarakat dalam menghadapi berbagai potensi krisis juga harus diperkuat. Dengan kesadaran masyarakat atas potensi bencana yang kemudian dipadankan dengan sistem peringatan dini yang optimal, diharapkan dampak kerusakan akibat bencana tersebut dapat diminimalisir.  

 

 

Yogyakarta -- Ketika Analog Switch Off (ASO) telah dilakukan, perlu adanya peta jalan yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, KPI, pemangku kepentingan, dan perguruan tinggi. Hal ini dikatakan oleh Komisioner Bidang Kelembagaan, Amin Shabana dalam diskusi kelompok terpumpun yang mengangkat tema Membangun Ekosistem Penyiaran Digital Pasca ASO, hasil kolaborasi KPI dengan Universitas Gajah Mada (UGM) di Gedung Fisipol UGM Yogyakarta (5/10/2023).

Amin mengungkapkan, pengawalan dan implementasi ASO tidak hanya terkait infrastruktur dan soal pendistribusian STB (Set Top Box) yang dilakukan pemerintah, tetapi ketika membangun ekosistem penyiaran, harus melihat dari hulu dan hilir, salah satunya terkait kebijakan. Saat ini Indonesia memerlukan regulasi yang kuat untuk pemajuan diversity of content dan diversity of ownership industri penyiaran Indonesia. 

Ada beberapa contoh yang dapat diadopsi dari sektor lain, seperti Dana Indonesiana, yang merupakan dana abadi kebudayaan untuk mendukung pemajuan kebudayaan Indonesia, dikelola Dirjen Kebudayaan, Kemendikbudristek RI. Kemudian Dana Keistimewaan Pemerintah Provinsi Yogyakarta yang dimanfaatkan hingga ke desa untuk berbagai sektor.

KPI akan melakukan serangkaian diskusi untuk mencapai tujuan akhir, yaitu pembuatan peta jalan ekosistem penyiaran digital di Indonesia. Untuk itu secara terpisah, KPI juga mengajak berbagai elemen pemangku kepentingan seperti Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) dan Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), untuk membangun iklim industri penyiaran yang berkeadilan dan merata di seluruh Indonesia. Terlebih akan hadir banyak jumlah penyiaran digital baru di Indonesia. 

Seperti diketahui, bahwa data terbaru Kominfo, setidaknya sudah ada 924 pengajuan IPP lembaga penyiaran digital sampai September 2023.

Pada kesempatan itu, Direktur Politik, dan Komunikasi Bappenas RI, Astri Kusuma Mayasari mengatakan, ASO bukan saja persoalan alih teknologi, tetapi pemenuhan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan kesempatan berkarya dan mendapatkan konten siaran yang lebih baik. Ia pun berharap program KPI selaras dengan perencanaan pembangunan nasional sesuai RPJP dan RPJM, khususnya dibidang penyiaran dalam rangka menjawab digitalisasi penyiaran dan mencapai sasaran pembangunan nasional. 

Sementara Direktur Manajemen Industri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf RI), Syaifullah berpendapat, peta jalan penting untuk mendorong ASO membawa kebermanfaatan dan peluang besar pada masyarakat, terutama masyarakat di daerah. Dengan ASO, kreativitas dan inovasi menjadi faktor kunci untuk memenangkan persaingan. Perlu dibuat peta jalan penyiaran digital yang dapat membawa kesejahteraan semua pihak. Jika tidak, akan menjadi bumerang, karena banyak konten yang mengganggu dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.  

Diskusi kelompok terpumpun yang dihadiri oleh Guru Besar UGM, Prof. Ana Nadhya Abrar, dan 20 peserta diskusi lainnya menyepakati bahwa membangun peta jalan ekosistem penyiaran pasca ASO menjadi penting dan perlu dukungan bersama. Tantangan menjadi sangat kompleks ketika kehadiran keanekaragaman konten namun tidak diimbangi dengan regulasi yang ada. (AS)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.