Jakarta - Kerja sama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator media dengan perguruan tinggi adalah sebuah kemestian sebagai bentuk titik temu antara kalangan akademisi dan birokrasi. Hal ini juga menjadi sebuah upaya penguatan kelembagaan KPI mengingat, kampus selalu menjadi salah satu basis kebijakan KPI lewat data-data ilmiah dan pandangan otoritatif keilmuan. Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan hal tersebut saat menerima kehadiran Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun-Gun Heryanto beserta jajarannya di kantor KPI Pusat, (4/5).

Menurutnya, kerja sama KPI dengan perguruan tinggi juga harus senantiasa ditingkatkan sebagai antisipasi atas perkembangan media yang begitu cepat dan mendisrupsi beragam aspek fundamental kehidupan masyrakat. Ubaidillah berharap, KPI dapat bersinergi dengan UIN Jakarta, termasuk dalam menerima masukan akademik atas revisi undang-undang penyiaran yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR. 

Pucuk pimpinan dari Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta adalah sosok yang akrab dengan KPI. Gun-Gun Heryanto pernah terlibat dalam penyusunan regulasi penyiaran pemilu di tahun 2014 lalu. Dirinya menilai, ada banyak hal yang dapat dikerjasamakan antara KPI dengan fakultas yang dipimpinnya selama lima tahun ke depan itu. Diantaranya pelibatan mahasiswa UIN untuk program magang di KPI atau pun keikutsertaan para dosen UIN dalam hal pembahasan regulasi penyiaran. “Bahkan kami pun siap untuk menjadi shelter jika KPI akan melakukan penyusunan regulasi penyiaran pemilu yang membutuhkan sinergi dengan beragam stakeholder,” ujarnya.

 

 

Terkait penyiaran pemilu ini, Gun-Gun juga menyampaikan rencana fakultasnya untuk menggelar kegiatan untuk publik berupa literasi media dan politik, dengan tema “Mitigasi Konflik SARA dan penguatan partisipasi warga”. Dirinya berharap, KPI dapat ikut ambil bagian pada kegiatan tersebut yang juga akan mengikutsertakan penyelenggara pemilu, regulator media dan juga dari kementerian terkait. Menurutnya, agenda politik nasional yang akan digelar pada tahun 2024 harus disikapi dengan baik, lewat penyadaran pada publik tentang potensi konflik yang akan timbul. Hal ini juga yang menjadi alasan bagi Gun-Gun selaku Dekan di UIN untuk bertemu dengan KPI sebagai regulator media, mengingat salah satu stakeholder penting dalam pemilu adalah media. 

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Fita Fathurokhmah selaku wakil dekan 1 bidang akademik, Rubiyanah, selaku wakil dekan 1 bidang administrasi umum, dan Muhtadi selaku wakil dekan 3 bidang kemahasiswaan, alumni dan kerja sama. Menurut Muhadi, banyak peluang kerja sama yang dapat diwujudkan antara KPI dan UIN. Terkait literasi misalnya,dia mengusulkan beberapa tema literasi seperti siaran ramah anak dan siaran dakwah. Dia berharap kehadiran siaran dakwah di televisi dan radio dapat menjadi nutrisi bagi kesehatan mental masyarakat. 

Pada pertemuan yang merupakan audiensi perdana dari perguruan tinggi untuk KPI Pusat periode 2022-2025, hadir pula I Made Sunarsa selaku komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi selaku komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Aliyah selaku komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, dan Umri selaku sekretaris KPI Pusat.

Menanggapi rencana kerja sama dengan UIN, Evri mengusulkan adanya riset tentang penerimaan masyarakat (public acceptance) terhadap Analog Swich Off (ASO). Menurut Evri, kita membutuhkan feed back dari publik atas pelaksanaan penyiaran digital. “Tidak hanya publik di kota-kota besar, tapi juga di desa,” ujarnya. Evri menanyakan kemungkinkan kerja sama riset dengan UIN terkait hal ini, yang nantinya menjadi masukan atas revisi undang-undang. Adapun Aliyah berpendapat, pengawasan penyiaran pemilu memang harus dipikirkan secara serius. Termasuk dengan melibatkan publik sebagai sahabat penyiaran, untuk ikut memastikan konten siaran pemilu mengutamakan prinsip keadilan.

Ubaidillah merespon baik rencana kerja sama dengan UIN Jakarta, termasuk untuk kegiatan literasi media dan politik yang dilangsungkan dalam waktu dekat. Harapannya, lewat literasi ini akan muncul sebuah sinergi dengan berbagai pihak termasuk dengan Ikatan Sarjana Komunikas Indonesia (ISKI) dan Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS). Sinergi besar ini, ujar Ubaidillah, akan memunculkan kesadaran publik dalam bersikap terhadap konten-konten media yang muncul di menjelang pemilu. “Tentu harapan besarnya adalah, publik semakin dewasa menyikapi perbedaan politik tanpa harus terjadi pembelahan lagi seperti di waktu lalu,” pungkasnya.  (Foto: KPI Pusat/ Agung R)

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendukung adanya persamaan perlakuan dalam layar kaca (Lembaga Penyiaran) termasuk penyediaan fasilitas bagi kelompok difabel seperti bahasa isyarat. Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, saat menerima kunjungan dari Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Tunarungu Indonesia (DPP PERTRI), Kamis (4/5/2023) di Kantor KPI Pusat.

“Apa yang disampaikan PETRI dalam isi surat audiensi sesuai dengan semangat kami untuk menghadirkan bahasa isyarat di lembaga penyiaran agar informasi yang disampaikan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, termasuk oleh kelompok disabilitas,” kata Ubaidillah kepada Ketua Umum PERTRI, Dimyati dan rombongan. 

Ditegaskannya jika tugas KPI adalah mengawasi penyiaran di televisi dan radio. Karena itu, pihaknya sangat mendukung adanya fasilitas bagi kelompok disabilitas. Apalagi dari catatan KPI masih ada beberapa stasiun televisi yang belum menyediakan fasilitas yang sesuai untuk kaum disabilitas.

“Amanat Undang-Undang termasuk juga regulasi turunannya dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) disebutkan bahwa KPI merupakan representasi masyarakat di bidang penyiaran, termasuk juga mempunyai tugas dan kewajiban untuk menjamin agar masyarakat mendapatkan informasi yang layak dan benar sesuai hak asasi manusia,” jelas Ubaidillah.

Sebelumnya, Ketua PERTRI menyampaikan pokok masalah dari kedatangan mereka ke KPI Pusat. Dimyati menceritakan jika di Indonesia ada dua bentuk bahasa isyarat yakni SIBI dan BISINDO. Menurutnya, ada perbedaan mendasar dari dua bentuk bahasa isyarat tersebut yang dikhawatirkan menimbulkan konflik antar dua kelompok penggunanya. 

“Televisi lebih banyak menggunakan sistem BISINDO, tidak menggunakan SIBI. Kami sudah mengirimkan surat dan proposal ke TV. Sebagian TV tidak paham dan mengetahui soal perbedaan tersebut. Di lapangan kami dikeluhkan oleh guru-guru kenapa TV tidak menggunakan SIBI,” kata Dimyati. 

Dia berharap stasiun TV juga menggunakan sistem SIBI dalam bahasa isyarat di setiap program acaranya. “Menurut informasi yang saya dapat, mulai besok tanggal 8, TVRI akan mulai melakukan rolling antara sistem SIBI dan BISINDO, sehingga bisa adil. Televisi lain belum melakukan itu,” tuturnya.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, menyarankan dibuatkan angket yang menerangkan bahwa ada kesulitan dari kalangan tunarungu terhadap bahasa isyarat yang disampaikan lembaga penyiaran. “Adakan rilis dan kesepakatan dari semua asosiasi tuna rungu agar bisa disampaikan secara terbuka kepada publik,” katanya. 

Di akhir pertemuan, Ketua KPI Pusat menyampaikan harapan agar ada kesepakatan antara GERKATIN dan PERTRI terkait penggunaan bahasa isyarat di lembaga penyiaran. Hasil kesapakatan itu dapat jadi bahan bagi KPI pada saat pertemuan dengan Lembaga Penyiaran.

“Kami berharap semua assosiasi bisa berkumpul, agar bisa didapatkan bahasa isyarat yang bisa disepakati. Dari situ kita bisa hadirkan semua dan menjadi kesepakatan bersama, sehingga ke depan tidak ada lagi yang ditinggalkan,” tutur Ubaidillah yang diamini Anggota KPI Pusat yang hadir dalam pertemuan antara lain I Made Sunarsa, Tulus Santoso, dan Aliyah. ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Pers melakukan rapat koordinasi menindaklanjuti kerjasama yang telah ditandatangani di Medan, beberapa waktu lalu, tentang Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024. Rapat koordinasi yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Selasa (18/4/2023) lalu, membahas aturan dan petunjuk teknis (juknis) terkait pengawasan siaran Pemilu 2024.

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, di awal pertemuan mengatakan, koordinasi ini untuk mendapatkan masukan dari tiga kolega terkait turunan atau hal apa yang akan dilakukan setelah penandatanganan kerjasama di Medan. Selain itu, koordinasi ini untuk memastikan regulasi yang jelas agar tidak salah dalam pengawasan.

“Hari ini kami ingin mendapat masukan dari tiga lembaga. Turunan setelah dari Medan apa saja yang akan dilakukan, termasuk kami sebagai pengawas TV dan radio tidak menyalahi aturan. Kami juga perlu kejelasan hingga ke tingkat Provinsi,” kata Ubaidillah.

Dalam rapat tersebut, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, I Made Sunarsa, Muhammad Hasrul Hasan, Tulus Santoso, Amin Shabana, Evri Rizqi Monarshi, Aliyah, dan Mimah Susanti. Selain itu, hadir Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana, Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, dan perwakilan Bawaslu, Agung Indra.

Saat diskusi, Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana, menceritakan sejauhmana proses kolaborasi antar lembaga menghadapi Pemilu 2024 termasuk persiapan pengawasan dari tim gugus tugas. Dewan Pers, kata Yadi, telah membentuk tim pengaduan Pemilu 2024. 

“Timnya terdiri komisi pengaduan dan hukum ditunjang antar lembaga. Di komisi pengaduan sudah memiliki analis khusus pembahasan kasus pers dan berita. Timnya sudah terbentuk. Dewan Pers hanya menangani aduan berita dan karya jurnalistik,” jelas Yadi. 

Sementara itu, Anggota KPU, Mochammad Afifudin, menjelaskan dinamika aturan kampanye di lembaga penyiaran sejak 2014 hingga sekarang termasuk dinamika pembuatan Undang-undang No.7 tentang Pemilu.    

“Tahun 2014, kampanye sebentar. Ada masa 2 minggu atau 20 hari kampanye disebut sebagai kampanye terbuka, kampanye di media. Ini asbabun nuzulnya. Konsentrasi pengawasan di media penyiaran hanya itu. Kampanye sebelumnya, tidak terbuka di media penyiaran. Dinamika pembuatan UU No 7, partai harus diberi diberi akses yang sama, maka masuknya usul pembiayaan partai, caranya iklan disiapkan,” jelas Afif. 

Adapun wakil dari Bawaslu, Agung Indra, mengingatkan pentingnya dukungan tiap-tiap lembaga pada tim gugus tugas dalam melakukan pengawasan. Dia juga mengingatkan pelaksanaan kampanye yang tidak lama lagi sehingga perlu segera adanya koordinasi dengan KPU daerah dan Bawaslu Provinsi termasuk KPID. 

Setelah pertemuan ini, rencananya, ke empat lembaga akan kembali melakukan koordinasi dalam waktu dekat. ***/Foto: Agung R

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melanjutkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau (Kepri) tekait persiapan Kepri menjadi tuan rumah penyelenggara peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) 2023. Kepri menyatakan sangat serius menyelenggarakan kegiatan peringatan Harsiarnas tahun ini. 

Dalam rapat koordinasi lanjutan yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (3/5/2023), Pemprov Kepri yang diwakili Kepala Dinas Kominfo Kepri, Hasan, menyatakan daerah siap menjadi tuan rumah penyelenggara Harsiarnas 2023. Bahkan dalam paparannya, disampaikan berbagai hal terkait kesiapan Kepri menyambut seremoni tersut. 

Menurutnya, Pemprov Kepri siap menjadi tuan rumah dari segi sarana prasarana acara. Namun, Pemprov Kepri tetap meminta arahan dari KPI Pusat. “Saya kira kami sudah siap menjadi tuan Harsiarnas, namun kami tetap meminta arahan dari KPI Pusat untuk persiapannya,” ujar Hasan.

Disampaikan juga gagasan kegiatan tambahan dapat melibatkan partisipasi masyarakat dalam perhelatan tersebut. Kegiatan meliputi Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP), seminar nasional, dialog interaktif terkait penyiaran dan perbatasan, kegiatan lingkungan, dan acara puncak yang dilaksanakan di area publik.

“Dengan beberapa saran yang kami sampaikan, kami harap masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari kegiatan Harsiarnas. Sehingga semangat harsiarnas tidak hanya dirasakan kita saja,” ujar Hasan dalam pertemuan itu. 

Menanggapi pemaparan dari Pemprov Kepri, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyampaikan apresiasi luar biasa atas kesiapan Kepri menjadi tuan rumah Harsiarnas. Menurutnya, upaya baik tersebut harus terus dikomunikasikan supaya acara dapat berjalan baik. Terlebih terdapat satu kegiatan besar KPI yakni Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang dikuti seluruh KPI Daerah di Indonesia. 

“Saya kira lebih lanjut KPI Pusat perlu mempertimbangkan tanggal-tanggal pasti untuk masing-masing kegiatannya,” jawab Ubaidillah.

Sebelumnya, KPI pusat telah melakukan koordinasi panjang dengan Pemprov Kepri sejak periode Anggota KPI Pusat sebelumnya menyangkut kesediaan Kepri menjadi tuan rumah Harsiarnas dan Rakornas KPI 2023.

Sementara itu, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri, menyatakan komitmen Kepri sangat besar untuk menjadi tuan rumah Harsiarnas 2023. Menurutnya, KPI Pusat juga siap mendatangkan KPI Daerah dari seluruh Indonesia. Harapannya, KPI Pusat dan Pemprov Kepri dapat bersama-sama menyukseskan perhelatan Harsiarnas dan Rakornas KPI 2023. 

“Dalam persiapan, kami tidak meragukan kesiapan Pemprov Kepri, sudah luar biasa. Namun, dirasa perlu berbagai tambahan catatan dan koordinasi lebih lanjut mengenai detail acara,” tambah Umri. Abidatu Lintang/Foto: Agung R

 

 

Bandung – Kesiapan pengawasan isi siaran menghadapi Pemilu (Pemilihan Umum) 2024 menjadi perhatian utama dari Tim Kunker (Kunjungan Kerja) Reses Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Selain ke Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Tim Kunker Reses Komisi I DPR juga melakukan kunjungan ke Kota Bandung, Jawa Barat. 

Dalam kunjungannya ke Bandung, Tim Kunker yang dipimpin Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin, mengapresiasi penjelasan kesiapan KPI Pusat, KPID dan Dinas Infokom Jabar terkait pengawasan isi siaran pemilu termasuk kolaborasinya dengan lembaga terkait. Hal ini dituliskan dalam catatan rapat Tim Kunker setelah pertemuan tersebut, Jumat (14/4/2023) di Gedung Sate, Bandung.

Selain itu, catatan dari Tim Kunker meminta KPI Pusat untuk segera mewujudkan pembentukan gugus tugas dengan Bawaslu, KPU Daerah, dan KPID Jawa Barat. Gugus tugas ini diharapkan sejalan dengan pembentukan gugus tugas di tingkat pusat.

Namun demikian, catatan Tim Kunker melihat sejumlah tantangan dalam melakukan pengawasan khususnya oleh KPID Jabar diantaranya karena keterbatasan anggaran pengawasan, terbatasnya fungsi pengawasan, dan dukungan terkait distibusi sosialisasi Pemilu pada lembaga penyiaran yang berizin tetap.

“Selanjutnya poin-poin sebagaimana yang dimaksud diatas akan menjadi bahan lanjutan untuk diskusi Komisi I DPR RI dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama dengan mitra kerja terkait,” ujar Nurul Arifin, sebelum menutup pertemuan tersebut.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, menjelaskan alur pengawasan, pengaduan dan mekanisme penjatuhan sanksi KPI terhadap pelanggaran siaran kepemiluan yang disesuaikan dengan aturan di UU Penyiaran tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. “Didalamnya mengatur soal pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye,” ujarnya.  

Adapun mekanisme pengaduan dan model pengawasan siaran, Reza menyatakan tidak jauh berbeda dengan prosedur pengawasan siaran yang biasa dijalankan. 

“Terkait evaluasi dan penilaian aduan berproses. Mulai dari adanya aduan resmi yang masuk ke KPI, akan kami tindaklanjuti terhadap pihak pengadu. Setelah itu, KPI akan meneruskan aduan ke lembaga penyiaran terkait untuk diberikan hak jawab. Baru setelah itu hasil evaluasi dan penilaian tertulis KPI kepada pihak yang mengajukan aduan dan lembaga penyiaran. KPI dapat juga mempertimbangkan evaluasi dan penilaian dari pihak lain seperti gugus tugas, pada ahli dan lainnya,” jelas Reza. 

Sementara itu, Ketua KPID Jabar, Adiyana Slamet, menyampaikan pentingnya literasi media dalam sistem pengawasan siaran Pemilu yang melibatkan publik. Literasi akan menumbuhkan sikap kritis masyarakat. “Menyikapi media secara benar, memihak pada isi media yang benar, dan memproduksi isi media yang benar,” tuturnya. 

Berdasarkan data KPID, jumlah lembaga penyiaran yang bersiaran di Jabar mencapai 437 lembaga penyiaran. Jumlah tersebut di luar jumlah lembaga penyiaran yang telah berpindah siaran dari analog ke digital atau ASO (analog switch off). 

Adiyana menyampaikan bentuk pengawasan siaran KPID yang melibatkan berbagai unsur masyarakat dengan nama pengawasan semesta. Hasil catatan KPID, model pengawasan ini mampu meningkatkan partisipasi publik dalam pengawasan siaran di setiap tahunnya. Misalnya, pada 2020 partisipasi publik mencapai 71 yang kemudian naik menjadi 240 di 2023. Adapun untuk pengawasan siaran Pemilu, KPID Jabar akan fokus pada pengawasan meliputi program siaran pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye, tandas Adiyana. 

Dalam pertemuan ini, ikut hadir mendampingi Wakil Ketua KPI Pusat yakni Anggota KPI Pusat, Amin Shabana, Aliyah dan Tulus Santoso. Turut hadir Kepala Dinas Infokom Jabar, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri dan Anggota KPID Jabar lainnya. ***

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.