(Jakarta: 17/4) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi televisi yang mengusung program da’wah Islam dalam siarannya. Mengingat dalam penilaian MUI, porsi program hiburan di televisi demikian mendominasi sampai 90%, dan banyak mengumbar maksiat.  Namun demikian, MUI juga mengingatkan stasiun televisi agar berhati-hati saat mengangkat topik-topik yang merupakan masalah khilafiyah, ke layar kaca. Hal tersebut disampaikan Fahmi Salim dari MUI Pusat, dalam acara klarifikasi antara masyarakat yang mengadukan program Khazanah di Trans 7 dan pihak redaksi Trans 7 di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat (17/4).

 

Dalam acara klarifikasi tersebut, masyarakat pengadu dipimpin oleh Fachri Jamalullail yang juga Wakil Ketua Front Pembela Islam DKI Jakarta ditemui oleh Ketua KPI Mochammad Riyanto, Wakil Ketua KPI Ezki Suyanto dan komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Idy Muzayyad.  Pada kesempatan tersebut, masyarakat mengadukan tayangan khazanah di Trans 7 pada 2 April 2013 yang menyatakan perbuatan tawasul dan ziarah kubur sebagai salah satu perilaku syirik kepada Allah. Atas aduan ini, pemimpin redaksi Trans 7 Titin Rosmawati menyampaikan permintaan maaf dan akan melakukan evaluasi atas program tersebut. 

 

Di mata MUI sendiri, program Khazanah sebaiknya jangan sampai dihentikan. “Kalau memang ada masalah, sebaiknya semua pihak yang memiliki pemahaman agama yang baik ikut member masukan dan taushiyah untuk memperkuat program Islami ini”, ujar Fahmi. Meskipun demikian, MUI dapat memahami keberatan sebagian umat islam terhadap tayangan yang dinilai dapat melukai perasaan tersebut.

 

Lebih jauh Fahmi memberikan masukan, sebaiknya permasalahan khilafiyah yang memang sudah menjadi perbedaan ulama sebaiknya tidak dijadikan perbincangan publik. Kalaupun stasiun televisi hendak mengangkatnya guna dijadikan pembelajaran bagi ummat, harus ada nara sumber ahli yang netral, agar ummat tidak mengambil kesimpulan prematur dan menghindari kegaduhan yang kontraproduktif. “Bagaimanapun juga program da’wah di televisi harus bisa mengayomi seluruh ummat Islam”, tegas Fahmi.

 

Di lain sisi, masih menurut Fahmi,  ada banyak masalah penting yang dapat diangkat untuk mencerdaskan ummat. “Misalnya mengangkat aliran sesat”, tukas Fahmi. Atau menyadarkan umat tentang bahaya liberalisme, pernikahan sejenis dan pergaulan bebas. Intinya, tambah Fahmi, janganlah mengangkat masalah yang sudah jadi khilafiyah sejak lama.

Terkait dengan  hal ini, Idy Muzayyad mengakui bahwa media penyiaran memang mempunyai tantangan mengemas program da’wah agama menjadi program yang menarik dan banyak ditonton oleh pemirsa. Namun bukan berarti agar dapat menjaring pemirsa, malah mengangkat tema yang kontroversi. Idy menyarankan pada pihak Trans 7 agar mengevaluasi narator acara Khazanah. “Mungkin bisa dipilih talent  yang makhrojul huruf-nya benar”, ujarnya. Idy juga sepakat agar topik-topik kontroversi dihindari dari televisi yang menggunakan ruang publik, termasuk sebenarnya pertentangan antar agama.

Jakarta – Stasiun televisi Trans7  penuhi undangan KPI Pusat yang didampingi Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk berdialog terkait program acara mereka “Khazanah”, Selasa, 17 April 2013, di kantor KPI Pusat. Dialog byang erlangsung  hangat dan penuh persaudaraan tersebut menghasilkan sejumlah masukan untuk Trans7 yang akan menjadikannya sebagai bahan eveluasi memperbaiki acara “Khazanah”.

Pertemuan dalam bentuk dialog ini adalah upaya KPI memperoleh klarifikasi dari Tranns7 sekaligus mencoba menyelesaikan masalah yang timbul akibat aduan sejumlah masyarakat yang menyatakan keberatannya pada beberapa episode dalam program acara “Khazanah”. Pertemuan tersebut juga dihadiri perwakilan sejumlah lembaga dan ormas seperti Lembaga Dakwa Nahdatul Ulama (LDNU) Pusat dan Jatim, Lainan Falakiyah NU Kota Tangerang, dan sejumlah ormas lainnya.

Diawal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, dan Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Idy Muzayyad, yang juga didampingi Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, menyampaikan maksud serta tujuan diadakannya pertemuan tersebut.

“Kami KPI selalu menerima pengaduan yang masuk kepada kami dan meresponnya dengan cepat. Sesuai dengan amanat UU dalam menerima pengaduan maka kami harus meresponnya. Kami sering melakukan dialog seperti ini dan ini cara kami dalam merespon semua aduan. Kami juga mengundang pihak yang berkompeten dalam hal ini MUI sebagai ahlinya. Semoga kita bisa menyikapi ini secara bijaksana. Itu yang kami sampaikan dalam mediasi dan klarifikasi seperti ini. Pendapat dan masukan akan kita respon dalam diskusi ini,” jelas Mochamad Riyanto.

Hal senada disampaikan Idy Muzayyad. Menurutnya, KPI akan merespon aduan masyarakat dan salah bentuknya dengan forum mediasi seperti ini. Dia berharap semua masukan dalam pertemuan tersebut bisa direspon baik dan bijaksana. “Kami juga mengharap MUI bisa memberikan masukan yang baik. Semoga kita ada kebijaksanaan dalam memberikan masukan dan menjadi basis dalam keputusan KPI nanti. Ini memang kewajiban KPI menerima pengaduan dan meneruskan aduan dari masyarakat ke LP,” paparnya.

KPI kemudian mempersilahkan pihak-pihak yang keberatan terhadap acara “Khazanah” guna menyampaikan pendapatnya. Kyai Haji Thobary Syadzily, Habib Fachry Jamalullail, dan beberapa perwakilan dari NU Jatim ikut menyampaikan keluhan, pendapat sekaligus masukan. Secara garis besar, mereka meminta Trans 7 untuk memperbaiki apa yang mereka keluhkan dan meminta maaf atas keberatan yang disampaikan.

Menanggapi keluhan tersebut, Titin Rosmasari, Pemimpin Redaksi Trans 7, menyatakan tidak ada maksud apapun dari penayangan yang dikeluhkan dan pihaknya meminta maaf atas hal itu dan segera akan memperbaikinya. “Kami membuka diri dengan ini dan ini menambah ilmu kami untuk terus belajar,” katanya.

Diakhir acara dialog, pihak pengadu dan Trans 7 langsung berjabat tangan dan melakukan foto bersama disaksikan Anggota KPI Pusat dan MUI. Red

Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakhiri polemik sanksi pembredelan media yang melanggar iklan kampanye dengan menghapus keseluruhan Pasal 46 dalam Peraturan KPU No 1 Tahun 2013.

Penegasan ini disampaikan komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah usai pertemuan dengan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Idy Muzayyad di Kantor KPU, Jalan Imam Bojol 29, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/4/2013).

"Bahwa pasal 46 huruf f khususnya kita hapus, tentu mekanismenya nanti akan melalui pleno untuk diapus, dan dikuatkan mengenai sanksi di Pasal 45," kata Ferry dalam klarifikasinya kepada wartawan di Media Center KPU.

Ia menegaskan, sejak awal KPU sama sekali tidak memiliki niat untuk memberikan sanksi kepada media berupa pencabutan izin siar maupun penerbitan bagi media massa cetak. Ferry menduga, Pasal 46 copy paste dari undang-undang pemilu sebelumnya.

"Semangat PKPU 1 khususnya di pasal 45 dan 46 tetap melaksanakan tugas sesuai fungsinya masing-masing. KPU dengan peserta pemilu, KPI mengenai penyiaran, Dewan Pers soal pers dan kode etik jadi sesuai kewenangan," terangnya seperti ditulis tribun.

Dalam pasal 45 ayat (2) PKPU No 1 Tahun 2013 dijelaskan, penjatuhan sanksi dilakukan jika terdapat bukti pelanggaran kampanye lewat media penyiaran, yang akan dilakukan KPI atau Dewan Pers, sesuai Undang-undang Penyiaran.

Sanksi itu kembali dipertegas dalam pasal 46 ayat (1), yang salah satunya pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak. Lalu, pada ayat (2), tata cara dan pemberian sanksi ditetapkan KPI atau Dewan Pers.

Diberitakan sebelumnya, KPU sudah mengeluarkan PKPU No 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pada Bab VII tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye, KPU menggandeng KPI atau Dewan Pers dalam melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye. Termasuk, mengatur soal sanksi jika terjadi pelanggaran. Red

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi A DPRD Provinsi Jawa Timur sepakat untuk mendorong semua lembaga penyiaran khususnya televisi swasta agar menanamkan nilai dan karakter bangsa dalam isi siarannya. Masalah karakter dan wawasan kebangsaan menjadi masalah saat ini, ironisnya siaran televisi yang menanamkan nilai tersebut sangatlah minim.

“Hanya TVRI yang melakukan hal itu. Televisi swasta jarang sekali. Wawasan kebangsaan dan karakter kebangsaan harus dikumandangkan oleh semua lembaga penyiaran,” kata salah satu Anggota Komisi A DPRD Jatim dalam kunjungan kerja ke KPI Pusat, Rabu, 17 April 2013.

Mochamad Riyanto, Ketua KPI Pusat, yang menerima langsung rombongan DPRD Jatim, menyatakan menyelesaikan persoalan kebangsaan merupakan salah satu tanggunjawab lembaganya. Menurutnya, paradigma KPI adalah mengawal bangsa ini dalam kontek penyiaran yakni memberikan kenyamanan, keamanan, kualitas dan juga nilai-nilai yang baik untuk bangsa melalui siaran.

Kerusakan sosial dari akibat isi siaran yang buruk begitu menakutkan dan ikut berpengaruh terhadap karakter kebangsaan. Lalu apa yang terjadi jika KPI tidak ada. Tentunya, siaran-siaran yang berdampak negatif terebut akan lolos begitu saja. “Media penyiaran punya pengaruh yang luar biasa. KPI punya tanggungjawab yakni memberi kesadaran pada lembaga penyiaran,” kata Riyanto.

Riyanto juga mengusulkan Komisi A DPRD Jatim untuk ikut dalam program yang sudah dijalankan KPI yakni melakukan talkshow bersama televisi lokal dengan melibatkan masyarakat. Program ini dinilai efektif menyerap aspirasi dari publil terkait penyiaran di daerahnya.

Dalam kesempatan tersebut, Komisi A DPRD menyampaikan rencana rekrutmen Calon Anggota KPID Jatim masa jabatan 2013 – 2016. Terhadap hal itu, Riyanto menyerahkan semua kewenangan kepada DPRD meskipun KPI sudah memiliki peraturan mengenai rekrutmen. Berkaitan dengan rekrutmen, Komisi A menyampaikan jika mereka akan memperpanjang masa jabatan KPID Jatim saat ini selama tiga bulan. Red

Jakarta - Organisasi Masyarakat Televisi Sehat Indonesia mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur stasiun televisi yang menayangkan sinetron merendahkan simbol agama tertentu karena telah meresahkan masyarakat Indonesia.

"Tayangan sinetron tersebut telah memunculkan persepsi buruk tentang tokoh panutan dalam agama Islam," kata Ketua Masyarakat Televisi Sehat Indonesia Fahira Idris di Jakarta, Selasa 16 April 2013 kepada antara.

Guna membahas persoalan tersebut, Fahira bersama Koordinator dan Sekretaris Masyarakat Televisi Sehat Indonesia Ardy Purnawan Sani dan Bayu Priyoko telah menemui para Komisioner KPI Azimah Subagio, Ezki Suyanto, serta Irwandi Syahputra, Senin , 15 April 2013 di kantor KPI Pusat.

Ia menyebutkan beberapa sinetron yang yang diduga merendahkan simbol agama tersebut, yakni "Haji Medit" (SCTV), "Islam KTP" (RCTI), "Tukang Bubur Naik Haji" (RCTI) dan "Ustad Foto Kopi" (SCTV).

Fahira menjelaskan sinetron tersebut telah merendahkan simbol salah satu agama dengan menempatkan Islam sebagai "tersangka" kejelekan.

Tayangan sinetron itu juga mencantumkan judul dengan terminologi Islam, namun isi dan jalan ceritanya tidak mencerminkan perilaku Islami, ujarnya.

Ia mencontohkan film tersebut mempertontonkan karakter ustad dan haji yang seharusnya menjadi panutan masyarakat, namun digambarkan seseorang yang dengki dan iri terhadap orang lain.

Fahira berharap pelaku perfilman menampilkan tayangan sinetron yang mendidik dan berkualitas, serta mengajak aktor maupun aktris lebih selektif memilih peran dalam sebuah film di Indonesia.

Sekretaris Masyarakat Televisi Sehat Indonesia Bayu Priyoko menambahkan sinetron yang menayangkan simbol Islam lebih mengedepankan karakter yang negatif, seperti ustad jahil, kikir dan sifat tercela lainnya.

Pada bagian lainnya, aktivis Masyarakat Televisi Sehat Indonesia menuntut pemerintah memberikan kewenangan KPI untuk mencabut izin siaran dan menindak tegas lainnya dengan merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, karena selama ini, KPI hanya sebatas berwenang memberikan peringatan keras. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.