- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 9833
Bali -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (BAKTI) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menuntaskan program sosialisasi dan publikasi “Menjaga Indonesia dan Perbatasan melalui Penyiaran Televisi Digital” untuk periode tahun 2020. Kegiatan ini dalam rangka menyiapkan masyarakat Indonesia menghadapi perpindahan sistem siaran dari analog ke siaran digital atau ASO (Analog Switch Off) yang jatuh pada 2 November 2022 mendatang. Rencananya, KPI, BAKTI dan Kemkominfo akan lebih memasifkan sosialisasi dan publikasi alih teknologi ini hingga dua tahun ke depan.
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan apresiasi atas dukungan dan kerjasama dari BAKTI serta Kemkominfo pada kegiatan sosialisasi dan publikasi dalam rangka persiapan menghadapi migrasi siaran analog ke digital pada 2022.
“Kami berharap sosialisasi seperti ini dapat dilakukan secara periodik dan terus menerus agar masyarakat dapat menangkap pesan dan memahami serta bersiap diri menghadapi alih teknologi siaran ini,” katanya saat memberi sambutan kegiatan Sosialisasi dan Publikasi “Menjaga Indonesia dan Perbatasan melalui Penyiaran Televisi Digital” yang diselenggarakan di Bali dan daring, Sabtu (12/12/2020).
Agung mengatakan, kegiatan serupa telah dilakukan secara langsung dan daring di 10 titik antara lain Mandalika (Lombok), Samarinda (Kalimantan Timur), Serang (Banten), Cirebon, Kepulauan Riau, Aceh, Medan (Sumatera Utara), Manado (Sulawesi Utara), Papua dan Bali. Bali menjadi titik terakhir sebagai penutup rangkaian kegiatan sosialisasi dan publikasi persiapan siaran digital pada tahun ini.
Agung menambahkan, hadirnya siaran digital di wilayah terisolir, terdepan atau perbatasan sangat penting. Hal ini untuk menjaga nilai dan rasa nasionalisme masyarakat di wilayah tersebut. Pasalnya, selama ini kebanyakan masyarakat di wilayah itu mendapatkan asupan siaran atau informasi dari negara lain.
“Daerah pebatasan adalah beranda kita. Jadi ini bukan daerah terisolir tapi terdepan karena sebagai beranda. Dulu lembaga penyiaran tidak bisa tersiar higga ke sana. Sehingga ada beberapa daerah yang menonton siaran dari luar negeri. Artinya, sosialisasi dari negara untuk nation ini dianggap kurang,” terang dia.
Menurut Agung, lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja menjadi salah satu solusi efektif untuk menguatkan nilai-nilai kebangsaan melalui lembaga penyiaran. UU ini menegaskan serta memaksimal peralihan dari sistem siaran analog ke digital. “KPI mengapresiasi DPR dan Pemerintah yang sudah membuat undang-udang ini dalam konteks menjaga nasionalisme, bangsa dan negara,” ujarnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johhny G Plate, mengatakan pihaknya mendukung upaya KPI dan BAKTI melakukan sosialisasi pengembangan wilayah perbatasan melalu pembangunan akses penyiaran. Menurutnya, ini sangat relevan dengan topik dari sosialisasi menjaga Indonesia dan perbatasan.
“Peralihan siaran analog ke digital akan berlangsung pada 2 November 2022. Ini akan mengakhiri siaran analog di Indonesia. KPI dan Kominfo bersama DPR RI mempunyai tugas dan memiliki tujuan yang sama yakni 2 November menjadi digitalisasi penyiaran nasional secara penuh,” kata Johhny dalam sambutannya yang disampaikan secara daring dari Jakarta.
Peralihan sistem siaran ini, lanjut Menkominfo, harus menempatkan masyarakat di tengah-tegah proses tersebut. Menurut dia, pihaknya, KPI dan Bakti harus memastikan akses masyarakat mendapatkan layanan TV tidak berkurang dan justru menerima banyak manfaat dari siaran digital. “Kesetaraan akses itu penting tapi juga meningkatkan penyiaran juga harus dilakukan,” paparnya.
Sementara itu, I Wayan Suarjana, Asisten III Pemerintah Provinsi Bali, mengatakan kebijakan penyiaran digital akan dapat menanggulangi minimnya infromasi dari dalam negeri yang ada di masyarakat perbatasan. Upaya ini dapat juga meminimalisir banjirnya informasi dari luar negeri yang dapat memengaruhi tatanan kehidupan masyarakat di perbatasan.
“Ini untuk menjaga bangsa Indonesia dari pengaruh asing. Menjaga negeri ini tidak hanya pada tatanan ekonomi dan pertahanan saja, tapi juga menjaganya dalam tataran budaya,” katanya mewakili Gubernur Bali yang berhalangan hadir.
Menurut Suarjana, masih banyaknya daerah blankspot yang belum terlayani siaran. Karenanya, pemrpov berharap komitmen BAKTI untuk membantu wilayah-wilayah yang tidak dapat menangkap siaran itu, baik radio maupun TV. Pasalnya, lanjut dia, ketiaadan siaran dapat menyebabkan secara ekonomi wilayah itu tidak menarik untuk dikembangkan.
“Pemprov Bali berharap dengan digitalisasi penyiaran akan dapat menyediakan transmisi siaran di wilayah-wilayah tersebut. Hal ini akan memperluas dan memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sejalan dengan visi pemerintah provinsi,” paparnya.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, sumber daya di wilayah beranda harus dikuatkan dan juga dilindungi. Pasalnya, daerah-daerah ini masih dibaluti banyak masalah diantaranya keamanan dan juga kesejahteraan. Hal ini makin diperparah dengan banyaknya informasi dan siaran asing yang masuk di wilayah tersebut.
“Ini potensi ancaman bagi masyarakat di wilayah perbatasan. Siaran negara tetangga berpotensi akan akan memudarkan identitas nasional dan juga rasa nasionalisme sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Karena itu, dalam konteks penumbuhan nasionalisme maka penyiaran di perbatasan mempunyai peran yang amat strategis dan untuk itu penyiaran di kawasan perbatasan perlu ditangani secara sunggu-sunguh, secara holistic mengingat ini dengan situasi menciptakan keamanan di wilayah perbatasan negara. Ini tidak hanya soal kenyamanan menonton tapi juga keamanan di wilayah perbatasan negara,” tandasnya saat membuka acara tersebut. ***