Deputi IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP, Eko Sulistyo, saat menjadi keynote speech acara Ekspose Hasil Survei Indeks Kualitas Program TV Periode II 2018 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (22/10/2018).
Jakarta – Kantor Staf Presiden (KSP) menilai penelitian survei kualitatif program siaran TV yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat menjadi produk bermanfaat bagi pengembangan kualitas tayangan di tanah air. Hal itu disampaikan Deputi IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP, Eko Sulistyo, saat menjadi keynote speech acara Ekspose Hasil Survei Indeks Kualitas Program TV Periode II 2018 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (22/10/2018).
Eko mengatakan KPI harus menjadi teladan bagi penilaian kualitas sebuah program acara. Penilaian ini, menurutnya, lebih penting dari sekedar rating atau share. “KPI harus juga menjadi teladan untuk mempromosikan adanya kualitas dari produk siaran. Ini bagian dari atmosfir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” katanya di depan undangan Ekspose Survei yang hadir.
Persoalan penyiaran televisi saat ini tak bisa dilepaskan dengan kualitas materi siaran yang ditayangkan. Menurut Eko, kualitas sebuah program acara sangat penting mengingat televisi masih menjadi media yang ditonton banyak lapisan masyarakat.
Dalam kesempatan itu, KSP menyampaikan rasa prihatin terhadap beberapa hasil survei KPI terhadap program yang penting tapi justru belum memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Salah satunya adalah program untuk tayangan anak.
“Ini yang memprihatinkan kita karena jika tayangan program anak tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan maka akan berdampak besar pada anak-anak yang menontonnya,” kata Eko.
Hal lain yang menjadi keprihatinan Eko adalah program sinetron. Pada titik ini, anak-anak harus menjadi perhatian karena dampak akibat menonton sinetron tak mendidik. “Harus ada upaya-upaya tindak lanjut yang diinisiasi KPI dengan melibatkan berbagai komunitas yang peduli pada masa depan anak-anak dan juga lembaga-lembaga yang fokus pada siaran televisi,” pintanya.
Terkait hasil survei kualitatif ini, KSP juga mendorong KPI untuk mengambil langkah kongkrit seperti literasi media televisi kepada khalayak luas yang banyak menjadi penonton televisi. Literasi ini untuk masyarakat pedesaan, masyarakat perkotaan menengah bawah dan kelompok masyarakat lain yang bisa kita ketahui melalui berbagai hasil survey tentang media televisi.
“KPI juga harus bisa melakukan berbagai pengkondisian untuk memotivasi lahirnya produksi-produksi tayangan televisi yang bermutu, terutama program tayangan anak-anak,” tandasnya. ***
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) meminta media penyiaran untuk memberikan porsi yang sama kepada semua kandidat capres atau caleg yang akan bertarung di pemilu 2019.
KPI mengingatkan agar media penyiaran tidak tebang pilih dalam pemberitaan atau dalam menginformasikan hal-hal yang terkiat dengan pemilu mendatang.
"Baik dari penyelenggara, para kandidat, dan semua yang berkaitan dengan proses pemilu itu sendiri," ujar Komisioner KPI Ubaidillah dalam acara diskusi di Jakarta, Jumat (19/10/2018).
"Kan peran media tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga kabupaten atau kota. Mereka diberi kesempatan yang sama muncul di publik," sambung dia.
Ubaidillah mengatakan peran media sangat penting dalam menjaga proses demokrasi. Sebab, media adalah salah satu pilar demokrasi itu sendiri.
Oleh karena itu, sebagai pilar demokrasi, maka media memiliki tanggung jawab untuk menyajikan berbagai informasi tak hanya di tingkat nasional, namun juga tingkat daerah.
Berdasarkan pengalaman pilkada serantak 2015, 2017 dan 2018 lalu kata dia, hanya informasi di daerah-daerah besar saja yang dimunculkan di media penyiaran.
"Kita mendorong untuk memunculkan pemberitaan-pemberitaan di media untuk lebih menyeluruh,' kata dia.
Ia mengatakan, akibat pemberitaan yang hanya terfokus kepada satu pihak atau daerah saja, maka akan terjadi ketimpangan informasi yang diterima masyarakat. Red dari Kompas.com
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melaksanakan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode II (April-Juni) 2018. Ada 8 (delapan) program siaran yang diteliti KPI pada survei periode kali ini yakni Program Berita, Infotainment, Anak, Religi, Wisata Budaya, Variety Show, Sinetron, dan Talkshow.
Hasil survei periode kedua tahun 2018, menunjukkan secara umum kualitas program siaran di televisi hanya 2,87. Nilai ini masih dibawah standar yang ditetapkan KPI yakni 3,00. Meskipun begitu ada kenaikan sebesar 0,3 dari (2,84), nilai rata-rata hasil survei indeks kualitas program TV di periode I tahun 2018.
Dari hasil survei periode dua ini diketahui bahwa empat program siaran yakni Wisata Budaya, Talkshow, Religi dan Berita nilainya di atas standar yang ditetapkan KPI yakni 3,00. Program Wisata Budaya memperoleh nilai (3,33), Program Talkshow (3,22), Program Religi (3,15), dan Program Berita (3,04). Program berita mengalami kenaikan sebesar 0,6 dari 2,98 nilai survey periode 1.
Adapun empat program siaran yakni Anak, Sinetron, Veriety Show, dan Infotainment nilainya di bawah 3. Program siaran anak yang pada periode pertama mendapat nilai di atas 3,09, pada periode kedua ini harus turun ke angka 2,95. Bahkan, untuk program infotainment, sinetron dan variety show, hanya mampu mencatatkan nilai dikisaran 2,25-2,68.
Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, meskipun program berita mengalami kenaikan, ada beberapa catatan kritis untuk program ini seperti soal jarangnya ditemukan berita positif yang membangun optimisme. Menurutnya, perlu ada penambahan proporsi berita positif, seperti prestasi kepala daerah dan inovasi pelayanan publik yang belum diinformasikan secara berimbang.
“Kami juga memberi catatan untuk televisi yang tidak memiliki kotak penerjemah untuk para penyandang disabilitas meskipun disebagian televisi sudah ada khusus segmen berita dan beberapa program. Selain itu, catatan lainnya adalah informas berita yang disampaikan masih cenderung Jakarta sentris dan Jawa sentris,” kata Andre, dalam sambutan Ekspose Hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode 2 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (22/10/2018).
Survei kali ini, kata Andre, mencatatkan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI sebagai televisi dengan standar indeks kualitas tertinggi untuk program Berita yakni 3,35 diikuti TransTV (3,14), KompasTV (3,12), SCTV (3,10) dan NET (3,06).
Untuk program siaran Talkshow, stasiun televisi MetroTV memperoleh nilai indeks tertinggi yaitu 3,48 diikuti oleh TVRI dengan indeks (3,40) Trans7 dengan indeks (3,32) dan RTV dengan indeks (3,23).
Sedangkan untuk program Religi, hampir seluruh lembaga penyiaran mencapai indeks lebih dari 3 dengan nilai tertinggi dicapai oleh tvOne sebesar (3,22) diikuti MetroTV dan TVRI dengan indeks (3,20), disusul RCTI (3,19)dan RTV(3.19).
Hasil yang sama dibukukan pada program acara Wisata dan Budaya. Berdasarkan penilaian, seluruh lembaga penyiaran telah memenuhi standar indeks berkualitas dengan memperoleh nilai indeks di atas 3. Nilai tertinggi dicapai oleh KompasTV sebesar (3,51). Posisi selanjutnya dicapai TVRI dengan nilai (3,41) dan MNCTV dengan nilai (3,37).
Bila dilihat dari lembaga penyiaran yang memiliki program Variety Show pada survei periode II 2018 ini menunjukkan bahwa ada lembaga penyiaran yang telah mencapai standar indeks yang ditetapkan KPI, yakni MetroTV (3,18) dan KompasTV (3,10). Adapun Indeks terendah program variety show diperoleh ANTV yaitu sebesar1,97.
Pada Survei Periode II 2018 ini program Anak, hanya 2 (dua) lembaga penyiaran yang mencapai indeks sesuai standar program berkualitas yang ditetapkan KPI. Indeks tertinggi diperoleh TVRI dengan indeks (3,47), diikuti Trans7 (3,13) sementara indeks terendah diperoleh ANTV dengan nilai (2,67).
Yuliandre juga mengkritisi performa tiga program siaran antara lain infotainment, variety show dan sinetron yang nilainya tak kunjung beranjak dari survei ke survei yang dilaksanakan KPI. Menurutnya, harus ada langkah besar dan komitmen lembaga penyiaran untuk memperbaiki isi tiga program siaran ini.
“Sebagian besar informasi baru tentang para selebritis dinilai kurang inspiratif. Selebritis adalah trend setter, sebaiknya mengangkat sisi-sisi positif dari para selebritis yang bisa menginspirasi, misalnya selebritis yang menjalani gaya hidup sehat, bagaimana menjalin rumah tangga sehingga harmonis serta prestasiartis,” kata Andre.
Selain menyampaikan hasil survei indeks periode kedua, KPI akan melakukan MoU (memorandum of understanding) untuk memperkuat kerjasama dengan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I)).
Kerjasama ini untuk mendorong peningkatan kualitas program siaran televisi sekaligus mendorong pengiklan menempatkan iklannya pada tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran TV yang dilakukan KPI.
Yuliandre Darwis mengatakan, kerjasama ini untuk mendorong dan mengubah cara pandang pengiklan beriklan di sebuah program acara. Selama ini, rating masih menjadi hal yang menentukan kelangsungan hidup sebuah program.
“Rating di Indonesia dilakukan oleh Nielsen Media Research (NMR) dan menjadi acuan utama stasiun televisi untuk memproduksi program acara. Angka rating yang tinggi dianggap sebagai satu-satunya indikator keberhasilan suatu program,” katanya.
Hasil rating itu, juga menjadi acuan bagi perusahaan yang ingin mengiklankan produknya. Pengiklan akan membeli spot iklan pada program-program yang dinilai mempunyai rating tinggi. “Akibat dominasi rating ini, program acara di lembaga penyiaran televisi menjadi sama alias seragam karena mereka ramai-ramai membuat acara yang serupa dengan harapan mendapat rating tinggi,” jelas Yuliandre.
Padahal, salah satu kelemahan dari rating yang jadi patokan lembaga penyiaran saat ini hanya mengukur aspek kuantitas, diukur dari banyaknya jumlah penonton untuk acara tertentu. “Angka itu tidak menilai apakah program acara itu penting atau tidak, baik atau tidak bagi pemirsa. Karenanya rating hanya mencerminkan program acara yang disukai oleh masyarakat,” kata Andre.
Selain itu, kata Andre, hasil survey ini, dapat menjadi ukuran masyarakat untuk lebih selektif dalam mengonsumsi informasi atau pun konten siaran di televisi. “Hasil survey ini dapat menjadi panduan bagi publik, tentang tayangan yang mendidik serta informasi bermutu yang dapat menuntun mereka ke arah lebih baik,” ujarnya. ***
Jakarta - Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah rangkaian upaya yang dilakukan secara sistematis untuk menganalisa risiko-risiko dampak bencana terhadap kehidupan dan penghidupan manusia. Sejak Tahun 2009, UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction) menetapkan tanggal 13 Oktober sebagai hari peringatan PRB Internasional sebagai pengingat bersama atas kemajuan, keberhasilan, dan capaian dalam meningkatkan ketangguhan bencana.
Di Indonesia, Bulan Peringatan PRB telah menjadi agenda nasional dan dilaksanakan secara berturut di berbagai kota besar yaitu di Kota Mataram, NTB (2013), Kota Bengkulu, Bengkulu (2014), Kota Surakarta, Jawa Tengah (2015), Kota Manado, Sulawesi Utara (2016), dan Sorong, Papua Barat (2017).
Pada tahun 2018, BNPB bekerjasama dengan BPBD Provinsi Sumatera Utara akan menyelenggarakan Peringatan Bulan PRB Nasional tahun 2018 di Kota Medan dan tiga Kabupaten yaitu Simalungun, Karo dan Samosir. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 19 – 26 Oktober 2018 dengan mengangkat tema “Sustainable Resilience for Sustainabel Development: Coherency for Reselience Through People Public Private Partnership (PPPP)”.
Peringatan bulan PRB ini disambut baik Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan kembali mengingatkan semua lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, untuk menyampaikan setiap informasi peringatan dini gempa dan tsunami dari BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) pada masyarakat secara cepat.
Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan komitmen lembaga penyiaran dan konsistensi untuk menjalankan komitmen tersebut harus terus diingatkan. Peringatan dini bencana yang dibuat oleh BMKG haruslah sepenuhnya menjadi acuan bagi lembaga penyiarandalam menyiarkan bencana.
“Media memang harus mengambil peran dalam mata rantai sistem peringatan dini bencana. Sosialisasi bencana tersebut, tidak semata-mata dilakukan pada saat terjadi bencana, melainkan juga pada pra bencana (mitigasi), tanggap darurat, serta rehabilitasi dan recovery,” ujarnya.
Menurutnya, kesadaran wawasan nusantara juga harus ditingkatkan dengan memahami bahwasanya Indonesia dikenal sebagai kawasan ring of fire atau cincin api. Sehingga, potensi bencana akibat aktivitas gunung berapi seperti gempa vulkanik ataupun erupsi, sangat besar.
Ubaid, panggilan akrabnya, mengingatkan lembaga penyiaran untuk mengoptimalkan edukasi masyarakat terkait kebencanaan melaui Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Dalam evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), KPI juga memberikan penilaian terhadap peran serta televisi dalam sistem informasi bencana.
Selama ini, keterlibatan aktif baru ditunjukkan oleh televisi yang mengambil format siaran berita. Dia berharap, ke depannya seluruh televisi dengan format siaran apapun, selalu tanggap dalam siaran bencana. Hal ini tentu menjadi kontribusi penting dunia penyiaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan di negeri ini. ***
Di dalam Undang-undang penyiaran pasal 36 ayat 5 bagian b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau. program tersebut menampilkan unsur pembacokan sekelompok anak muda yang beraksi untuk tawuran, terlebih lagi program tidak menyensor bagian senjata yang dilakukan oleh para pelaku. Program melanggar P3SPS, Pedoman perilaku penyiaran pasal 48 ayat 4 bagian d ,berisikan Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang kurangnya berkaitan dengan:d. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme. Program melanggar Pelarangan dan Pembatasan kekerasan Pasal 23 bagian a dan c menjelaskan
a. Program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang: a. menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti: tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri dan,
c. menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap manusia.