Medan - Masyarakat memiliki peran penting dalam menekan dampak negatif siaran televisi dan radio. Salah satunya dimulai dengan adanya ketahanan keluarga dalam memahami penggunaan media, baik itu televisi dan radio. Untuk itulah, dibutuhkan peran aktif dari masyarakat agar muatan siaran senantiasa selalu sehat dan bermanfaat.  Hal tersebut terungkap dalam Seminar dan Pembentukan Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), di Medan (7/8). 

Ubaidillah, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan  menyatakan bahwa KPI tidak dapat bekerja sendiri dalam mewujudkan penyiaran yang sehat dan  bermartabat. “Peran serta masyarakat mutlak dibutuhkan untuk ikut mengawasi konten siaran agar bersih dari muatan pelanggaran”, ujar Ubaidillah.

Menurutnya, masyarakat dapat mengambil peran dengan tetap kritis pada setiap muatan isi siaran. “Jika ada tayangan yang dirasa tidak sesuai dengan norma kesopanan, budaya, adat istiadat ataupun norma agama, segera dilaporkan kepada KPI”, ujarnya. Masukan dan pendapat masyarakat ini, selain berguna untuk ditindaklanjuti KPI, juga bermanfaat bagi pengelola televisi dan radio untuk memperbaiki mutu siaran.

Pesatnya perkembangan teknologi sekarang, berbanding lurus dengan pertumbuhan lembaga penyiaran di Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat dalam menyaring setiap informasi dan muatan siaran yang sesuai dengan kebutuhan. “Namun pada prinsipnya, jika masyarakat terlibat maka pengawasan terhadap lembaga penyiaran akan lebih baik. Bahkan akan mendorong dihasilkannya produk siaran yang sehat dan lebih berkualitas”, ujarnya.

Dalam kesempatan itu, hadir pula Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis,Ph.D., komisioner KPI Pusat Prof. H. Obsatar Sinaga, Mayong Suryo Laksono, Agung Suprio,serta akademisi dari Universitas Sumater Utara, Mazdalifah,Ph.D (Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU).  Pada forum tersebut, Obsatar menjelaskan mengenai eksistensi lembaga penyiaran di Indonesia sekarang.  Guru besar dari Universitas Padjajaran ini menjelaskan bahwa keberadaan lembaga penyiaran harus menyiarkan siaran yang adil, merata dan seimbang. “Karena pada hakekatnya, frekwensi jaringan merupakan milik publik.”ujarnya. Karena itu kewajiban menjaga frekuensi publik ini tidak bisa hanya dibebankan kepada KPI, seluruh masyarakat harus ikut menjaganya.

Mengenai peran masyarakat ini, menurut Mazdalifah harus dikuatkan lewat pendidikan literasi media. “Dengan pendidikan literasi media, diharapkan masyarakat menjadi cerdas dalam mengkonsumsi media, memahami dan menganalisis pesan media, hingga akhirnya dapat menghasilkan produk media”, ujarnya. Dirinya memberikan contoh pendidikan literasi media di beberapa negara seperti Rusia, Finlandia, Amerika Serikat dan India yang sudah dimulai sejak tahun 90-an. Pendidikan literasi media dilakukan baik melalui jalur formal ataupun non formal. “Ada yang lewat kurikulum di sekolah, aktivitas ekstra kurikuler di sekolah, ataupun kegiatan non formal yang dilakukan kelompok atau komunitas masyarakat”, ujarnya. Keterampilan literasi media ini akan menghasilkan masyarakat yang mampu memilih dan memilah media seperti apa yang sesuai dengan kebutuhan, serta mampu memberikan kritik dan koreksi atas setiap muatan media yang dinilai menyimpang. Sehingga, masyarakat yang kritis ini dapat bersinergi dengan KPI untuk menjaga lembaga penyiaran agar konsisten menyiarkan produk yang berkualitas.

 

Jayapura - Lembaga Penyiaran memiliki peran sangat signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih bagi Lembaga Penyiaran (LP) di wilayah perbatasan seperti di Provinsi Papua. Hal itu disampaikan Komisioner Koordinator Bidang PS2P (Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran) KPI Pusat, Agung Suprio, disela-sela acara Bimtek Penggunaan dan Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen (SIMP3) di Hotel Grand Abe, Jayapura, Papua, Kamis (10/8/2017).

Menurut Agung, maraknya isu disintegrasi yang kerap kali muncul dari Bumi Cinderawasih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah untuk terus mengkampanyekan rasa nasionalisme dalam setiap warga.

Karena itu, lanjut Agung, kehadiran lembaga penyiaran diharapkan menjadi salah satu instrument pemberi informasi yang berimbang dan merata bagi masyarakat serta menyuguhkan tontonan yang sekaligus mampu menjadi tuntunan untuk Indonesia yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

Agung menjelaskan bahwa keberadaan lembaga penyiaran kini mulai menjamur di berbagai daerah harus pula diiringi dengan kesadaran mengurus perizinannya. Pasalnya, kata Dia, masih sangat banyak lembaga penyiaran yang berdiri dan bersiaran tanpa memiliki izin dari negara. Sementara lembaga penyiaran mengudara menggunakan frekuensi publik yang memiliki aturan dan ketentuan yang harus ditaati dalam pemanfaatannya.

Kehadiran Agung dalam Bimtek yang dilaksanakan oleh KPID Papua sekaligus sebagai upaya untuk mensosialisasikan Permenkominfo 18 tahun 2016 serta menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengurus izin lembaga penyiaran. Lahirnya Permenkominfo menjadikan proses pelayanan perizinan menjadi lebih mudah dan secara tegas memberikan kepastian waktu serta transparansi pelayanan perizinan bagi Lembaga Penyiaran.

 

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) melakukan kunjungan kerja ke Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Kamis (3/7/17). Kunjungan ini untuk mempertanyakan proses rekruitmen Anggota KPID Babel yang akan memasuki masa purna tugas pada Oktober 2017 mendatang.

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Babel, Adet, menyampaikan pihaknya sedang mempersiapkan proses rekruitmen Anggota KPID Babel Periode 2017-2020. “Kami membutuhkan banyak masukan dari KPI Pusat terkait rekruitmen ini. Apa saja syarat dan model prosesnya serta berapa anggaran yang harus disiapkan,” katanya kepada Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah dan Mayong Suryo Laksono, yang menerima kunjungan tersebut.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah mengatakan, proses rekruitmen KPID sudah diatur dalam peraturan kelembagaan KPI. Beberapa hal yang harus diperhatikan, setiap calon Anggota KPID tidak boleh terkait langsung kepemilikan lembaga penyiaran, bukan pejabat daerah dan lainnya. “Harus dibentuk tim seleksi untuk proses rekruitmen tersebut dan anggota tim seleksi terdiri dari berbagai elemen,” katanya.

Selain membahas soal rekruimen, KPI Pusat dan DPRD mendiskusikan program kerja KPID seperti pentingnya literasi media ke publik dan sosialisasi P3 dan SPS KPI. Usai pertemuan, Ketua Komisi I dan Anggota melihat proses pemantauan langsung KPI Pusat. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menginisiasi terselenggaranya siaran digital di  daerah perbatasan dengan  memanfaatkan multiplexer (mux) TVRI. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan kolaborasi semua pemangku kepentingan penyiaran, dalam hal ini KPI, pemerintah, TVRI serta lembaga penyiaran swasta (LPS) televisi. Hal tersebut disampaikan Agung Suprio, Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), dalam Workshop Penyiaran Perbatasan yang dilakukan KPI Pusat di Pekan Baru, Riau (3/8).

Menurut Agung, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menyiapkan infrastruktur multiplekser TVRI yang dapat digunakan LPS untuk menyalurkan konten siaran sebagaimana yang disiarkan oleh stasiun induk di Jakarta.  Sedangkan, tambah Agung, KPI memberikan kriteria dan menyeleksi konten yang akan disiarkan di daerah perbatasan. Kriteria yang dimaksud diantaranya adalah kontinuitas siaran minimal 20 jam per hari, hadirnya Iklan Layanan Masyarakat, serta kualitas teknis siaran yang baik dan bukan berupa siaran percobaan. Dalam kolaborasi ini, LPS diharapkan dapat memberikan hak siar agar program siaran dapat dipancarluaskan dari 10 titik pemancar TVRI di wilayah perbatasan tersebut.

Agung menilai, kebutuhan informasi masyarakat di wilayah perbatasan sangat mendesak untuk dipenuhi. Selama ini, masyarakat di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga mendapatkan luberan/ spill over siaran radio dan televisi dari negara lain. Dikhawatirkan luberan siaran asing ini, dapat mengakibatkan renggangnya ikatan rasa kebangsaan, dan melunturkan semangat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk itu, sebagai bagian tanggung jawab KPI memenuhi hak-hak informasi masyarakat, Agung berharap kick off siaran di wilayah perbatasan dapat terselenggara pada 17 Agustus 2017 mendatang. “Untuk awalnya, kick off  dilakuan di sepuluh titik wilayah perbatasan”, ujar Agung. KPI berharap, secara berkala ke depan seluruh titik di wilayah perbatasan dapat dipenuhi dengan program siaran dalam negeri.


 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) menjatuhkan sanksi teguran kedua untuk program siaran jurnalistik “Redaksi Siang” Trans 7. Teguran kedua ini diberikan lantaran program tersebut yang tayang pada tanggal 22 Juli 2017 melakukan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012. Demikian disampaikan dalam surat teguran KPI Pusat kepada Trans 7, Jumat (28/7/17).

Dalam surat dijelaskan mengenai pelanggaran yakni ditampilkannya wajah dan identitas anak (AM siswa kelas 3 SMPN 1 KS) yang dianiaya gurunya. Selain itu, juga terdapat tampilan identitas anak (YPS, kelas 7D SMPN Smdg) yang diintimidasi gurunya di sekolah.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam surat itu menilai, muatan gambar wajah dan identitas anak dalam peristiwa/penegakan hukum wajib disamarkan. “Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan perlindungan anak,” katanya.

Menurut Yuliandre, penayangan adegan dalam program siaran itu telah melanggar Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 29 huruf c P3 serta Pasal 15 Ayat (3) SPS.

Berdasarkan catatan KPI Pusat, program siaran “Redaksi Siang” telah menerima Sanksi Administratif Teguran Tertulis Nomor 1031/K/KPI/31.2/12/2016 tertanggal 15 Desember 2016. “Kami mengharapkan Trans 7 dapat meningkatkan kontrol internal dan senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran,” kata Yuliandre dalam surat itu. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.