Literasi Media KPID Jawa Tengah di Jepara

Jepara– Para siswa/siswi maupun para pelajar diminta untuk selalu kritis dan cerdas dalam mengkonsumsi media, baik media lembaga penyiaran, cetak maupun media online. Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah Dini Inayati menyatakan produk media sudah mengalami dekontruksi sedemikian rupa sehingga kadang-kadang tidak bebas nilai.

“Untuk itu, kita harus hati-hati dalam mengkonsumsi media. Apalagi, akhir-akhir ini banyak pemilik media yang juga aktif di politik praktis sehingga pemberitaannya tidak berimbang dan netral,” kata Dini Inayati saat membuka acara literasi media yang digelar di sekolahan Yayasan Hasan Kafrawi, Pancur, Mayong, Jepara (19/12). Siswa yang ikut literasi media sekitar 100 orang terdiri dari siswa Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasah Tsanawiyah yang berada dibawah payung Yayasan Hasan Kafrawi.

Rofiuddin dari KPID Jawa Tengah yang menjadi pembicara dalam acara tersebut menambahkan, televisi dan radio bisa bersiaran karena menggunakan frekuwensi publik. Mereka harus menyuarakan kepentingan publik. Tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok tertentu. Menurut Rofiuddin, siaran televisi menimbulkan dampak positif sekaligus dampak negatif. Dari sisi dampak positif, televisi bisa menghadirkan hiburan. Selain itu, televisi juga bisa menghadirkan informasi bagi para penontonnya. Namun, televisi juga menimbulkan dampak negatif. Misalnya: bisa mendorong perubahan atau pengaruh persepsi terhadap sesuatu, mengubah perilaku dan norma-norma (kesopanan) sosial, membuat orang lebih agresif, membuat hubungan kekeluargaan merenggang, merusak mata, menimbulkan kecemasan, perilaku seksual pranikah remaja, bahkan trauma. “Tayangan TV juga bisa mendorong sikap konsumerisme,” kata Rofiuddin.

Dirinya meminta agar para pelajar bisa bijak dalam mengkonsumsi televisi. Misalnya: buat kesepakatan tentang pola menonton TV, anak-anak harus didampingi dan dibimbing saat menonton TV, pilihlah acara yang mendidik dan tonton acara sesuai kategori, menjadikan kegiatan menonton TV sebagai pilihan sadar yang memiliki tujuan, tonton tv sesuai kebutuhan bukan keinginan dan ambil manfaatnya, pilih acara tv yang mendidik dan informatif, jangan tonton acara yang tidak baik, jangan sampai kita dibuat kecanduan acara TV, serta kita harus selalu kritis dan tidak mudah percaya dan terpengaruh.

Ketua Yayasan Hasan Kafrawi Jamal Lutfi berpesan agar para siswa tidak mudah terpancing jika ada kabar atau informasi yang beredar. Siswa harus membiasakan tabayyun (meminta penjelasan) jika menerima informasi. Sebab, informasi itu bisa jadi hanya hoaks (kabar bohong). “Kami juga meminta agar para siswa banyak membaca agar pengetahuannya bisa lebih luas,” kata Jamal. Siswa juga diminta untuk membiasakan diri menyampaikan ide, gagasan dan pendapat kepada orang lain. 

Adapun kepala Biro Muria Suara Merdeka, Muhammadun Sanomae menambahkan, saat ini hoaks sangat menggurita. Berbagai isu tersebar sedemikian rupa sehingga publik bisa dengan mudah mempercayainya. Untuk itu, Muhammadun juga berpesan agar para siswa bisa cerdas mengkonsumsi media. “Tidak hanya perbanyak membaca, saya juga pesan kepada adik-adik agar banyak menulis konten positif di media sosial,” kata Muhammadun.

Jakarta - Kepatuhan lembaga penyiaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) mengalami peningkatan pada tahun 2017. Hal tersebut dapat dilihat dari rekapitulasi sanksi yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sepanjang tahun 2017 yang berjumlah 82 dan terdiri atas; 69 teguran tertulis pertama, 8 teguran tertulis kedua, dan 5 penghentian sementara. Jumlah ini tentunya berbeda dengan sanksi yang dikeluarkan KPI pada tahun 2016 yang berjumlah 175 dan terdiri atas; 157 teguran tertulis pertama, 14 teguran tertulis kedua, dan 4 penghentian sementara.

Menurut Hardly Stefano Pariela, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, hal ini merupakan buah dari kebijakan KPI dalam melakukan strategi atau pendekatan dalam pengawasan isi siaran dengan cara persuasif dan imperatif. “KPI menitikberatkan adanya sinergi antara para pemangku kepentingan penyiaran untuk meningkatkan kualitas isi siaran,” ujar Hardly.

Hal lain yang juga menjadi hasil kerja KPI pada tahun 2017 adalah penayangan Iklan Layanan Masyarakat (LM) minimal 5 kali per hari, penyediaan juru bicara isyarat pada satu program berita di setiap lembaga penyiaran, serta penyelenggaraan Sekolah P3 & SPS yang sepanjang tahun 2017 telah melahirkan 10 angkatan dengan 302 murid yang terdiri atas 230 praktisi lembaga penyiaran, 15 masyarakat umum, 23 mahasiswa, dan 34 perwakilan KPI Daerah.

Sementara itu dari bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), sepanjang tahun 2017 Izin Penyelenggaran Penyiaran (IPP) yang telah dikeluarkan KPI bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah sebanyak 678 buah, yang terdiri atas radio dan televisi. Kerjasama KPI dengan Kemenkominfo juga dilakukan dalam mengimplementasikan Nawa Cita Presiden melalui penguatan siaran digital di beberapa titik wilayah perbatasan antarnegara. Pada tahun 2017, terdapat 10 titik di wilayah perbatasan antar-negara yang telah melakukan uji coba siaran digital dengan konten siaran yang disediakan oleh lembaga-lembaga penyiaran yang sudah ada. “Dengan adanya penguatan siaran digital ini, diharapkan hak-hak informasi bagi masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan antar-negara dapat dipenuhi”, ujar Agung Suprio selaku Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang PS2P. 

Hal lain yang juga menjadi fokus KPI di bidang PS2P, menurut Agung, yakni pengawasan siaran lokal dalam rangka pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) pada 14 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi, serta sosialisasi Permenkominfo nomor 18 tahun 2016 tentang persyaratan dan tata cara perizinan penyelenggaraan penyiaran, yang sudah menggunakan proses elektronik atau e-licensing.

KPI sendiri, secara kelembagaan terus melakukan penguatan pada posisi anggaran KPI di daerah, serta memperkuat posisi tawarnya sebagai lembaga yang melayani masyarakat di bidang penyiaran. Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang kelembagaan, Prof Obsatar Sinaga mengatakan, KPI telah melakukan mediasi intensif dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kemenkominfo tentang anggaran KPI Daerah yang selama ini menjadi perdebatan panjang akibat perbedaan substansi Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017 di Depok, Jawa Barat, diperoleh rekomendasi yang sudah disepakati oleh pihak Kemendagri, bahwa pelaksananaan Undang-Undang nomo 23 tahun 2014 tidak dapat menggugurkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2002. “Hal ini dikarenakan berlaku lex specialist, sehingga anggaran KPID masih berada di APBD pada masing-masing daerah,” ujarnya.

Selama tahun 2017, KPI juga melanjutkan program Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang telah berlangsung sejak tahun 2015. Konsistensi KPI dalam menyelenggarakan survey selama tiga tahun,  untuk mendapatkan tolak ukur dalam menilai kualitas program siaran. Obsatar mengatakan, sepanjang tahun 2017 KPI telah melakukan dua kali survey dengan nilai indeks yang tidak berbeda jauh. Pada survey pertama nilai indeksnya sebesar 2,84, sedangkan pada survey kedua nilai indeksnya sebesar 2,88. Sedangkan indeks standar yang ditetapkan oleh KPI sebesar 3. Catatan KPI dari survey di tahun 2017 adalah, program infotainment, sinetron dan variety show masih belum mendapatkan nilai indeks yang memuaskan. “Bahkan pada program infotainment aspek penghormatan terhadap kehidupan pribadi mendapat nilai paling rendah 2,16. Sedangkan program variety show, aspek yang mendapat penilaian terendah adalah tentang kepekaan sosial”, ujar Obsatar. Karenanya KPI berharap, perbaikan besar dalam tiga jenis program siaran ini segera dilakukan oleh pengelola lembaga penyiaran. “Jika lembaga penyiaran melakukan perbaikan yang konsisten atas catatan yang muncul dari hasil survey, tentu akan menjadi kontribusi signifikan bagi perbaikan tatanan sosial bermasyarakat ke depan,” tegas Obsatar. 

Secara kelembagaan pula, KPI telah melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga yang juga memiliki kepentingan pada dunia penyiaran. Kerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terus dilakukan KPI dalam rangka mengawasi konten-konten siaran terkait siaran politik dalam rangka pemilihan kepala daerah. Selain itu kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PPPA) untuk menghadirkan siaran yang ramah anak, serta kerjasama dengan Kementerian Kesehatan dalam rangka memberikan perlindungan bagi masyarakat atas informasi dan publikasi kesehatan. 

Pada tahun 2018, KPI akan melakukan penguatan sistem pengawasan isi siaran diantaranya dengan melakukan revitalisasi alat pemantauan isi siaran dan penguatan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang pengawasan isi siaran. KPI juga akan melakukan perluasan kerjasama pengawasan isi siaran di level daerah dengan berbagai lembaga terkait, selain juga mendorong penguatan sistem kontrol di lembaga penyiaran.

Pertemuan KPI Pusat dengan Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, di Kantor Gubernur Sulteng, hari ini.

 

Palu – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menetapkan kota Palu, di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), menjadi tuan rumah Rakornas 2018 (Rapat Koordinasi Nasional) KPI yang akan dilaksanakan pada minggu ke empat bulan Maret tahun depan, sekaligus bertepatan dengan perayaan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-85.

Guna membahas persiapan kegiatan tersebut, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis bersama tim dari KPI Pusat melakukan pertemuan dengan Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, Senin (18/12/2017) di kantor Gubernur Sulteng, Palu.

Dalam pertemuan yang dihadiri Ketua KPID Sulteng, Hary Azis, bersama sejumlah Komisioner KPID Sulteng, Ketua KPI Pusat mengharapkan peran aktif masyarakat dan instansi pemerintah dalam perayaan Rakornas dan Hasiarnas kali ini. Andre, panggilannya, juga mengharapkan KPID dapat membuat kegiatan yang bermanfaat bagi para stakeholders seperti jalan santai dan juga literasi media penyiaran yang melibatkan ribuan siswa di Sulteng.

“Hoax salah satu contoh topik yang menarik dikaji dalam kegiatan literasi media tersebut.  Dengan demikian, maka kegiatan ini dapat lebih dirasakan serta bermanfaat bagi masyarakat,” kata Andre.

Penganggaran kegiatan Rakornas KPI 2018 akan sepenuhnya menjadi tanggungjawab KPI Pusat. Sedangkan untuk kegiatan Harsiarnas 2018, menjadi tanggungjawab Pemprov Sulteng yang akan masuk dalam APBD Sulteng tahun 2018.

Di akhir pertemuan, Ketua KPID Sulteng, Hary Azis, mewakili pihak tuan rumah berharap kedua kegiatan ini akan membantu Sulteng dalam mempromosikan daerahnya dan membuat Sulteng semakin diperhitungkan dalam melaksanakan momen–momen penting berskala nasional. “Guna menyemarakan kegiatan ini, lembaga–lembaga penyiaran diharapkan dapat berperan aktif selama kegiatan ini berlangsung,” pungkas Hary. ***


Kepala Sekretariat KPI, Maruli Matondang, (kedua dari kanan) berfoto bersama usai melakukan tandatangan MoU.

 

Jakarta – MoU (Memorium of Understanding) tentang Pengawasan Iklan dan Publikasi Bidang Kesehatan antara Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Lembaga Sensor Film (LSF), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), usai diteken siang ini, Selasa (19/12/2017) di kantor Kementerian Kesehatan. MoU tersebut memastikan keseriusan kedelapan instansi dan lembaga non pemerintahan dalam mengawasi peredaran iklan kesehatan di media khususnya penyiaran.

Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenkes, Untung Suseno Sutarjo, mengatakan kerjasama ini dalam rangka memberikan pelayanan dan kenyamanan publik untuk mendapatkan informasi yang benar soal kesehatan. “Masyarakat harus dilindungi dari informasi yang menyesatkan. Jangan sampai mereka tertipu. Mereka harus mendapatkan informasi yang paling benar sehingga bermanfaat untuk menjaga kesehatan mereka,” katanya saat memberikan sambutan usai penandatangan MoU.

Untung menyampaikan masih banyak informasi yang belum lurus mengenai pelayanan kesehatan. Berdasarkan laporan dari Barekskrim Polri yang diterimanya, lebih kurang 80 persen obat-obatan yang beredar di pasaran internet diduga palsu. Kebanyakan merupakan obat kuat. “Sudah ada upaya untuk menghilangkannya. Tapi hal itu sangat sulit dilakukan,” katanya.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano menilai, kerjasama ini akan memudahkan pihaknya dalam melakukan tindakan terhadap iklan atau siaran kesehatan yang banyak diadukan publik karena dianggap melanggar. Selama ini, acuan KPI dalam melakukan tindakan terhadap program siaran yang dinilai melanggar adalah P3 dan SPS KPI tahun 2012.

“Kita tidak bisa menentukan sebuah tayangan kesehatan itu melanggar karena penilaian soal benar atau tidaknya tayangan tersebut melanggar yang dapat menentukan dari Kemenkes. KPI tidak bisa bekerja sendiri soal pengawasan dan tindakan terhadap siaran kesehatan,” jelas Hardly, disela-sela acara diskusi usai acara tandatangan MoU.

Sementara itu, Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo membeberkan permasalahan yang banyak ditemukan ada dalam iklan bidang kesehatan. Masalah itu antara lain soal klaim iklan yang berlebihan tanpa didukung penelitian dan bisa mengobati secara kilat. Kemudian, penggunaan profesi dalam iklan seperti dokter. Adanya salah pengertian atau misleading antara produk obat dan food suplemen.

Selain itu juga, penggunaan testimoni tanpa ada informasi yang jelas tentang waktu penggunaan obat diiklankan disertai identitas pemberi testimoni masih sering ditemukan YLKI. “Kami juga menemukan penggunaan figure anak-anak dalam iklan. Padahal di luar negeri penggunaan anak-anak sudah sudah sangat ketat. Anak-anak juga sering mengiklankan produk yang bukan untuk mereka dan melakukan adegan yang tidak natural,” jelas Sudaryatmo dalam acara diskusi.

Menurut Sudaryatno, upaya mencegah distribusi informasi yang tidak benar mengenai kesehatan dapat melalui ketersediaan dan akses point pengaduan tentang iklan menyesatkan di bidang kesehatan sangat membantu dalam peningkatan peran konsumen melakukan pengawasan, memberikan feedback, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu iklan.

Penandatangan nota kesepahaman yang berlangsung di ruang J. Leimena lantai 2 Gedung Adhyatma disaksikan para undangan yang datang dari berbagai instansi. Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, mewakili KPI Pusat melakukan penandatanganan MoU tersebut. ***

Komisioner Bidang Kelembagaan Ubaidillah, menyampaikan pentingnya keberadaan KPID di Kalimantan Utara

Tarakan - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mendukung segera terbentuknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah di Kalimantan Utara. Meskipun pada awalnya ditargetkan pada tahun 2017, namun mengingat ada beberapa kendala, diharapkan pada tahun 2018 lembaga yang menjadi perwakilan publik untuk menangani seluruh masalah penyiaran ini dapat segera hadir. Hal tersebut disampaikan Nurhayati dari DPRD Kalimantan Utara saat membuka acara Evaluasi Dengar Pendapat KPI Pusat dalam acara sosialisasi KPI Pusat dengan lembaga penyiaran dan masyarakat dalam rangka menghadapi peluang usaha penyelenggaraan penyiaran, (15/12).

Nurhayati memahami betul, eksistensi KPID di provinsi paling bungsu negara ini sangat dibutuhkan. “sejak saya kecil, di Kaltara itu jarang sekali ada TV lokal yang ditonton. Sehari-hari kita menonton TV1, TV2, dan TV3 dari negara tetangga”, ujar Nurhayati. Sehingga informasi yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat di Kaltara ini didapat dari Malaysia

Nurhayati juga menilai, keberadaan KPID di Kaltara ini akan selaras dengan program yang dicanangkan Presiden Joko Widodo membangun Indonesia dari pinggiran. Semoga hal ini akan menjadi sinergi dengan KPID ke depan dalam memenuhi hak-hak informasi masyarakat di Kaltara yang sesuai dengan kepentingan nasional akan integrasi bangsa.

Nurhayati, DPRD Kalimantan Utara

Terkait keberadaan KPID ini, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Ubaidillah menjelaskan secara rinci tentang proses yang harus ditempuh pada awal pembentukan KPID. Meskipun saat ini kelembagaan KPID di seluruh Indonesia menemui permasalahan sehubungan adanya aturan dari Menteri Dalam Negeri, Ubaidillah berharap DPRD Kaltara dapat memberikan penganggaran yang memadai baik untuk rekruitmen ataupun untuk aktivitas KPID Kaltara ke depan.

Ubaidillah juga menjelaskan usaha yang dilakukan KPI Pusat dalam memberikan kejelasan penganggaran bagi KPID dengan menghadirkan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawas Keuangan (BPK) dalam forum Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017. Menurut BPK, KPI sebagai lembaga negara memungkinkan untuk mendapatkan dana hibah secara berturut-turut. Sehingga dengan demikian, apapun bentuk kesekretariatan KPID Kaltara nantinya, sudah ada kepastian hukum bagi penganggarannya ke depan.

Secara rinci Ubaidillah juga menjelaskan tentang standarisasi dari struktur kelembagaan KPI dan KPID. Dirinya menyampaikan pula fungsi yang diemban oleh lembaga penyiaran dalam kerangka mewujudkan tujuan terselenggaranya penyiaran sesuai amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Keberadaan KPID sendiri, menurut Ubaidillah untuk menjaga agar jangan sampai lembaga-lembaga penyiaran yang sudah ada tidak diawasi konten-konten siarannya. Serta untuk memberikan pelayanan perizinan bagi pelaku usaha penyiaran yang memanfaatkan dibukanya peluang-peluang usaha penyelenggaraan penyiaran, tambahnya.

Dukungan atas keberadaan KPID di Kaltara juga disampaikan oleh perwakilan Dinas Komunikasi dan Informatika Kaltara. Keberadaan KPID menjeadi mutlak diperlukan untuk mengurus seleksi pemohon izin penyelenggaraan penyiaran, agar frekuensi yang akan diberikan hak pengelolaannya tidak menjadi mubazir atau sia-sia, dan hak masyarakat mendapatkan informasi dapat terpenuhi.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.