Komiasioner KPI Pusat, Ubaidillah.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) meminta PT Net Mediatama Televisi atau NET TV meningkatkan durasi tayang untuk siaran iklan layanan masyarakat (ILM). Berdasarkan catatan KPI Pusat, tayangan ILM di NET TV persentasenya belum mencapai 10% dari seluruh waktu siaran iklan niaga per hari. Permintaan tersebut disampaikan KPI Pusat saat evaluasi tahunan lembaga penyiaran dengan NET TV di kantor KPI Pusat, Senin (23/1/2018).

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan NET TV wajib menyiarkan minimal 10% dari seluruh waktu siaran iklan niaga untuk menyiarkan iklan layanan masyarakat. Persentase tersebut sudah diatur dalam regulasi penyiaran yakni UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan P3 dan SPS KPI.

“Penayangan ILM di lembaga penyiaran jadi salah satu indikator yang dinilai KPI dalam evaluasi tahunan lembaga penyiaran. Bobotnya pun cukup besar. Jika persentase tayangannya yang dilakukan lembaga penyiaran mencapai angka 10%, nilainya pun akan bertambah,” jelas Ubaidillah di sela-sela acara evaluasi tersebut.

Menurut Ubai, panggilan akrab Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, materi ILM yang akan dibuat diutamakan soal penyiaran sehat, persatuan Indonesia, pembangunan karakter bangsa dan kebencanaan. “KPI dan lembaga penyiaran ikut bertanggungjawab melakukan edukasi soal bencana melalui iklan layanan masyarakat tersebut. Selain itu, kami minta materi ILM yang akan dibuat lebih kreatif dan tidak monoton,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Ubaidillah menyampaikan apresiasinya kepada NET TV yang memiliki kepedulian besar terhadap nilai kemanusiaan. Kepedulian tersebut dinyatakan NET TV dengan membuat program acara kemanusian. “Kami apresiasi NET TV yang punya program kemanusiaan tersendiri,” tambahnya.

Ungkapan yang sama juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini. Menurutnya, program acara anak di NET dinilai mendekati ekspektasi KPI. “Selain bagus, tayangannya pun sudah cukup banyak,” papar Dewi. *** 

Suasana evaluasi tahunan lembaga penyiaran NET TV di kantor KPI Pusat.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melihat adanya kecenderungan eksploitasi konflik keluarga dalam program Pagi-Pagi Pasti Happy yang tayang di Trans TV. Padahal, program siaran tersebut ditayangkan pada pagi hari yang masih merupakan waktu tayang untuk program anak. Sementara KPI sendiri tengah berusaha untuk membersihkan program sinetron yang hadir pada jam tayang anak, dari muatan konflik rumah tangga. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran Hardly Stefano Pariela dalam acara pembinaan program siaran Pagi-Pagi Pasti Happy di Trans TV, (22/1). 

Di hadapan jajaran Trans TV yang juga dihadiri Direktur Operasional Trans TV, Latief Harnoko dan Kepala Departemen Produksi Trans TV Bisma Ali Satari, Hardly memaparkan beberapa tayangan program Pagi-Pagi Pasti Happy yang mendapatkan teguran dan peringatan dari KPI. Selain itu, aduan dari masyarakat yang sampai ke KPI atas program siaran ini mencapai 266 aduan. Hardly mengatakan bahwa dirinya tidak dapat melihat pada bagian mana program siaran ini dapat membuat pemirsanya senang atau happy, sebagaimana tujuan program ini disiarkan.

Pada kesempatan tersebut, Bisma menjelaskan konsep dasar program Pagi-Pagi Pasti Happy yang sudah tayang selama satu tahun. Beberapa waktu belakangan, ujar Bisma, program ini memang banyak mengambil isu yang viral di media sosial. “Harapannya, di program inilah isu-isu yang viral di media sosial bisa diluruskan,”katanya.

Namun demikian, Nuning Rodiyah (Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran) justru melihat program ini sarat dengan masalah privat yang dibuka ke publik pada jam tayang anak. “Anak-anak tentu akan melihat bahwa konflik rumah tangga dan pertengkaran yang vulgar di layar kaca menjadi hal yang lumrah dan berpotensi untuk ditiru,” ujarnya.

Sedangkan catatan dari Mayong Suryo Laksono (Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran) adalah tentang kehadiran anak-anak di studio yang tidak sesuai dengan konsep acara. “Anak-anak yang hadir pada program ini tentunya memiliki resiko berbicara yang tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyian dan Standar Program Siaran (P3 & SPS),” kata Mayong. Ia bahkan berharap konsep dasar dari Pagi-Pagi Pasti Happy direview ulang. Mayong menilai, kebijakan mengambil tema gosip dari dunia artis berpotensi “membunuh” para artis tersebut.

Di akhir acara, Hardly meminta pengelola program Pagi-Pagi Pasti Happy memberikan penguatan pada program ini agar terlihat jelas nilai/ value yang dibawa. “Program siaran harus punya tujuan yang jelas, serta kemanfaatannya bagi publik, jangan sampai program ini justru menjadi sarana mereproduksi gosip,” tegas Hardly.
 

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah.

 

Jakarta – Lembaga penyiaran diminta tidak melibatkan anak-anak dengan menjadikan mereka narasumber dalam kasus perceraian, perselingkuhan, kematian, bencana, dan kekerasan. Anak-anak dinilai belum memiliki kapasitas dijadikan narasumber untuk kasus yang disebutkan di atas. Pertimbangan psikologis, keamanan dan masa depan mereka menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Permintaan dan penilaian tersebut disampaikan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dalam evaluasi tahunan lembaga penyiaran I-News TV di kantor KPI Pusat, Jumat (19/1/2018).

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah mengatakan, lembaga penyiaran harus melindungi anak-anak dengan tidak melibatkan mereka sebagai narasumber. “Mereka belum memiliki kapasitas untuk mengomentari kasus perceraian orangtuanya atau juga jika dimintai keterangan soal bencana alam. Janganlah menjadikan mereka untuk alasan mendapatkan empati,” katanya saat evaluasi tersebut.

Pasal 29 P3 (Pedoman Perilaku Penyiaran) KPI tahun 2012 menyatakan lembaga penyiaran dalam menyiarkan program yang melibatkan anak-anak dan/atau remaja sebagai narasumber wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a.    tidak boleh mewawancarai anak-anak dan/atau remaja berusia di bawah umur 18 tahun mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, seperti: kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga, serta kekerasan, konflik, dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.
b.    wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/ atau remaja yang menjadi narasumber; dan
c.    wajib menyamarkan identitas anak-anak dan/atau remaja dalam peristiwa dan/atau penegakan hukum, baik sebagai pelaku maupun korban.

“Saya minta lembaga penyiaran menjadikan P3 dan SPS KPI sebagai pedoman siaran. Aturan di dalamnya menjelaskan soal perlindungan terhadap anak-anak dalam kaitan penyiaran,” jelas Nuning.

Tentang perlidungan anak, Komisioner KPI Pusat Dewi Setyarini, meminta lembaga penyiaran memperbanyak dan memproduksi tayangan anak yang berkualitas dan bernafas nasional. Saat ini, kuantitas program anak di layar kaca belum sesuai harapan. Rata-rata paling banyak tiga program acara anak setiap lembaga penyiaran.

“Memang ada program anak alternatif dari luar tetapi yang kita harapkan adalah program anak produksi Indonesia punya keselarasan nilai dan budaya. Produksi tayangan lokal harus ditingkatkan,” kata Dewi. ***

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini.

Suasana evaluasi tahunan RTV di KPI Pusat, pekan lalu.

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) menyoroti sedikitnya program acara anak di sejumlah lembaga penyiaran (televisi). Rata-rata setiap stasiun televisi menayangkan paling banyak hanya tiga program acara anak setiap harinya. Bahkan, ada lembaga penyiaran yang hanya punya satu program acara anak. 

Menurut Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, minimnya program acara khusus anak membuat anak-anak terpaksa menonton acara yang bukan peruntukan mereka (kategori remaja atau dewasa). Padahal, untuk usia dini seperti mereka konten yang disajikan harus aman, ramah dan edukatif, sehingga pesan yang disampaikan mampu menginspirasi mereka berbuat positif. 

“Kami, KPI Pusat, sangat peduli dengan perlindungan anak di media penyiaran. Kami terus mendorong lembaga penyiaran melakukan upaya pengembangan program acara anak. Karena itu, kami mengapresiasi RTV yang menyediakan slot lebih banyak untuk program acara anak. RTV memiliki prosentase program anak yang lebih banyak dibanding stasiun TV swasta lainnya,” kata Nuning disela-sela acara evaluasi tahunan lembaga penyiaran RTV di kantor KPI Pusat, Kamis pekan lalu (18/1/2018).

Selain waktu tayang lebih banyak bagi program acara anak, yang tak kalah penting adalah soal produksinya. Kebanyakan tayangan anak yang ditonton anak-anak berasal dari mancanegara alias asing seperti Hifi, Little Ronny, Pororo, Transformer, Super Girly dan acara asing lainnya. “Memang program tersebut menjadi alternatif bagi anak-anak di tengah minimnya acara anak untuk mereka. Tapi, alangkah baiknya jika yang ditampilkan itu merupakan konten anak produksi dalam negeri,” kata Nuning.

Terkait hal itu, KPI Pusat mendorong lembaga penyiaran melakukan pengembangan konten anak dalam negeri. Menurut Nuning, kekayaan alam dan budaya Indonesia yang melimpah dapat menjadi inspirasi untuk membuat program anak yang sesuai dengan karakter anak Indonesia.

“Kami sangat mengapresiasi lembaga penyiaran yang melakukan upaya ini. Hal ini akan memperkaya khazanah tayangan anak asli dalam negeri dan akan mengurangi ketergantungan kita terhadap konten-konten asing. Jangan sampai prosentase konten asing lebih dari 30%,” paparnya.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menyatakan, upaya lembaga penyiaran untuk memproduksi tayangan anak secara mandiri selaras dengan keinginan sejumlah pihak untuk memberi anak Indonesia tontonan yang memang pas bagi mereka. “Tayangan anak asli Indonesia sangat jarang sekali di layar kaca kita. Hal ini menjadi tantangan bagi kita semua termasuk lembaga penyiaran,” kata Dewi. ***

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) meminta RTV membuat kebijakan khusus dalam kaitan penayangan program acara bertema keagamaan. Kebijakan tersebut menyangkut pelibatan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memiliki kompetensi melakukan seleksi dan kontrol terhadap konten keagamaan sebelum tayang.

Komisioner KPI Pusat Agung Suprio menjelaskan, RTV dapat merekrut sumber daya manusia (SDM) yang ahli melalui persetujuan lembaga seperti MUI. Orang tersebut tugasnya melakukan proses seleksi dan kontrol terhadap konten keagamaan. “Beberapa stasiun televisi sudah melakukan hal itu dengan merekrut orang dari MUI,” katanya di sela-sela kegiatan evaluasi tahunan lembaga penyiaran RTV di kantor KPI Pusat, Kamis (18/1/2018).

Menurut Agung, adanya kontrol kualitas dari para ahli yang memiliki kompetensi terhadap tayangan keagamaan dapat memberi rasa aman dan damai pada isi konten serta membuat tayangan menjadi lebih menarik ditonton.

Pendapat yang disampaikan Agung didukung Komisioner KPI Pusat Ubaidillah. Menurut Ubai, panggilan akrabnya, konten religi atau keagamaan harus disiapkan dengan baik dan penuh kehati-hatian supaya informasi yang diterima publik juga baik dan benar.

“RTV dapat berkonsultasi dengan pihak yang memiliki kemampuan ilmu agama seperti MUI untuk memberi penilaian sekaligus melakukan kontrol terhadap isi konten keagamaan apakah memang laik dan pantas disiarkan,” kata Ubaidillah, di tempat yang sama.

Dalam kesempatan itu, Agung meminta RTV memberi alokasi lebih terhadap konten lokal hingga tercukupi 10% sesuai dengan UU Penyiaran tahun 2002. “Penerapan sistem stasiun jaringan juga menekankan soal penggunaan sumber daya manusia lokal dan budaya lokalnya,” katanya. ***

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.
Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.