Jakarta - Syahdan, pada 1 April 2009, hampir sembilan tahun lalu, pukul 11.30 WIB, langit di atas Kota Solo cerah dibalut nuansa warna biru toksa. Semilir angin menerpa wajah-wajah ceria masyarakat Solo yang berkumpul di halaman muka kantor DPRD Kota.

Hariadi Saptono, yang ketika itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Surakarta, bersiap diri di panggung sambil membenahi letak mikropon di depannya, bersiap membacakan sebuah deklarasi yang terbungkus map bermotif batik berwarna hitam coklat. Sejenak matanya menatap tajam ke arah orang-orang yang berkumpul di mukanya. Tampak pula wajah para legenda  ada di kerumunan massa. Mbah Gesang, Ibu Waljinah dan beberapa tokoh penyiaran terlihat khidmat menunggu orasi.

Tak lama, suara Hariadi membacakan bait-bait kata dari sebuah deklarasi menggema dari pengeras suara di sebelahnya. Deklarasi tentang pentingnya mengingat salah satu prosesi dari bangkitnya negeri ini menuju kemerdekaan. Deklarasi  tentang Hari Penyiaran Nasional. Itulah sepenggal cerita bagaimana untuk pertama kali Deklarasi Hari Penyiaran Nasional yang disingkat HARSIARNAS dikumandangkan.

Sejak Deklarasi yang diinisiasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan sejumlah tokoh penyiaran seperti Hari Wiryawan di bacakan oleh Ketua DPRD Solo Hariadi Saptono, 1 April menjadi pengingat betapa penyiaran menjadi salah satu elemen tak terpisah ketika bangsa ini merintis untuk maju dan mandiri.

Saat ini, Komisi Penyiaran Indonesia sedang menunggu penandatanganan surat keputusan tentang penetapan 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo. ***

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.

 

Jakarta - Beberapa pekan ke depan, tepatnya 1 April 2018, Indonesia akan kembali mengenang titik penting sejarah dalam dunia penyiaran. Bertempat di Solo, Mangkunegara VII mendirikan Solosche  Radio Vereeniging (SRV) pada 1 April 1933.

Terhitung sejak pendiriannya, usia dunia penyiaran sudah berusia 85 tahun. Usia yang tidak terbilang mudah lagi, bahkan sebelum Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta tahun 1945. Tak heran jika banyak yang mengamini bahwa lembaga penyiaran, terutama radio, berperan vital dalam usaha juang merebut kemerdekaan.

Tidak ingin mengindahkan sejarah penting tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia dan insan penyiaran akan memperingati Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) di Palu, Sulawesi Tengah. "Tanggal 1 April menjadi hari penting dalam dunia penyiaran kita. KPI  berkomitmen untuk selalu mensosialisasikan sejarah tersebut," ungkap Ubaidillah Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan saat diwawancarai, Selasa (13/3).

Ada banyak rentetan kegiatan dalam Hasiarnas yang akan digelar oleh KPI Pusat di Palu tersebut, salah satunya peresmian Prasasti Penyiaran. "Peresmian Prasasti Penyiaran menjadi salah satu rangakaian kegiatan penting dalam peringatan Harsiarnas ke-85," lanjutnya.

Selain peresmian Prasasti Penyiaran, kegiatan yang akan dilakukan dalam Harsiarnas ke-85 adalah Kampanye Indonesia Bicara Baik, Diskusi Buku Penyiaran, Sekolah P3SPS, Festival Media, Jalan Sehat Literasi Media dan Penganugerahan Pegiat Penyiaran.

"Kampanye Indonesia Bicara Baik akan menjadi materi khutbah Masjid dan Gereja. Kita ingin menekankan nilai-nilai keberagaman bangsa kita." Jelasnya. ***

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menyaksikan penandatanganan MoU oleh perwakilan Perguruan Tinggi.

 

Jakarta – Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan 12 (duabelas) Perguruan Tinggi menandai dilanjutkannya kerjasama survey indeks kualitas program siaran televisi tahun 2018. Survey terhadap program siaran televisi bekerjasama dengan kalangan kampus ini memasuki tahun ke 4 (empat) sejak digulirkan pada 2015.  Penandatanganan MoU dan PKS dilakukan di Hotel Sari Pacific Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018). 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, sebelum acara penandatangan MoU dan PKS, mengatakan kerjasama ini diharapkan dapat mewujudkan peningkatan kualitas program siaran televisi sebagai kebanggaan masyarakat Indonesia. “Dengan penyiaran yang berkualitas kita membangun peradaban bangsa yang lebih beradab,” katanya di depan para Rektor, Perwakilan Perguruan Tinggi, Lembaga Penyiaran dan stakeholder penyiaran lainnya. 

Kerjasama ini, menurt Yuliandre, makin memperkokoh energi positif yang akan membentuk kekuatan untuk mewujudkan program siaran berkualitas yang memberi manfaat bagi publik maupun pada negeri ini. 

Selain mendorong mutu siaran makin meningkat, lanjut Yuliandre, sinergi antara KPI dan Perguruan Tinggi dapat mewujudkan implementasi tri darma perguruan tinggi yakni penelitian, pendidikan dan pengabdian masyarakat. “Hasil penelitian termasuk di bidang penyiaran dapat dimaksimalkan karena pengaruh informasi apalagi informasi yang tersebar melalui frekuensi public begitu luas jangkauannya hingga masuk ke ruang privat yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa,” tambahnya.    

Menurut Andre, tayangan televisi tidak hanya berisi hiburan atau sekedar mengikuti rating. Publik membutuhkan tayangan yang mendidik dan menuntun mereka ke arah yang lebih baik. “Masyarakat menginginkan tayangan-tayangan yang menginspirasi dengan karya bermutu. Program siaran yang menguatkan karakter manusia Indonesia seutuhnya,” jelasnya.

Rektor Universitas Andalas (Unand), Tafdil Husni, mengatakan kerjasama ini memiliki manfaat yang luas, tidak hanya untuk peningkatan kualitas program siaran tapi juga untuk masyarakat. Hasil survey ini juga bermanfaat untuk kalangan akademisi dan penelitian. 

Tafdil berharap kerjasama ini dapat berkelanjutan di masa mendatang. “Kegiatan ini tidak hanya sekedar rutinitas saja, tapi juga memberikan feedback dari hasil surveynya,” kata Tafdil berbicara mewakili 12 Perguruan Tinggi. 

Usai penandatanganan MoU dan PKS, para Rektor dan yang mewakili, menyampaikan pandangan dan dinamika terkait pelaksanaan survey indeks kualitas tahun 2018. ***   

 

Wonosobo - Sebanyak 30 tenaga penyiaran mengikuti Pelatihan Peningkatan Kualitas SDM Penyiaran Tingkat Mahir selama dua hari, Kamis-Jumat 8-9 Maret 2018. Pelatihan yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah (Jateng) ini berlangsung di The Cabin Tanjung Hotel Wonosobo.

Peserta merupakan penyiar atau program manager lembaga penyiaran di Wonosobo dan sekitar. Sebelumnya, mereka telah mengikuti Pelatihan Peningkatan Kualitas SDM Penyiaran Tingkat Menengah pada 2017 lalu. Dalam pelatihan kali ini peserta mendapat materi tentang liputan investigasi.

Komisioner KPID Jawa Tengah Muhammad Rofiuddin menjadi pemateri. Mantan jurnalis Tempo itu menyampaikan bagaimana etika dalam mengungkap fakta. Dia mengatakan, ada sejumlah regulasi yang harus ditaati dalam kerja jurnalistik, yaitu UU 1945, UU Pers, UU Penyiaran, UU ITE, UU Pornografi dan UU Hak Cipta. Terlepas dari itu, ada juga kode etik jurnalistik yang harus dijunjung tinggi. Khusus untuk penyiaran ada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

“Prinsip dalam etika yaitu mencari kebenaran dan melaporkannya. Harus jujur, adil dan berani dalam mengumpulkan, melaporkan dan menginterpretasikan informasi,” katanya.

Menurut Rofi, jurnalis juga harus mempelakukan sumber berita, subyek dan kolega secara etis. Bertindak secara independen dan bertanggungjawab.

Dalam pelatihan tersebut, Rofi juga menyinggung soal penyamaran dan merekam secara diam-diam. Menurutnya, menyamar dan merekam diam-diam boleh dilakukan asalkan memiliki nilai kepentingan publik yang tinggi. Kepentingannya juga harus jelas. Itu pun harus dilakukan di ruang publik dan tidak boleh disiarkan secara langsung. Juga tak melanggar privasi orang yang kebetulan terekam.

“Ini digunakan untuk tujuan pembuktian isu pelanggaran yang berkaitan dengan kepentingan publik,” katanya.

Selain Rofi, produser Radio Elshinta Semarang Retno Manuhoro Setyowati juga menjadi pemateri pelatihan. Retno menjelaskan kepada peserta apa itu liputan investigasi dan bagaimana merencanakannya. (*)

 

Jakarta - Program siaran yang berkualitas dari televisi dan radio merupakan amanat dari regulasi penyiaran dalam pengelolaan industri penyiaran. Hal ini dikarenakan, siaran televisi dan radio memiliki kekuatan dalam mempengaruhi perilaku masyarakat, baik secara sosial, kultural bahkan politik. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada tahun 2018, kembali menyelenggarakan survey kepemirsaan yang akan memberikan penilaian pada kualitas program siaran televisi yang hadir di tengah masyarakat, lewat Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2018.  

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menjelaskan, dalam pelaksanaan survey yang sudah memasuki tahun keempat ini, KPI kembali menggandeng 12 (dua belas) perguruan tinggi negeri dari 12 (dua belas) provinsi di seluruh Indonesia. “Dengan responden masing-masing 100 orang dari tiap kota yang dilengkapi pula dengan penilaian dari para ahli, KPI berharap hasil survey ini memberikan potret yang utuh tentang kualitas program siaran televisi kita,” ujarnya.

Pelaksanaan survey ini sendiri, diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama antara KPI dengan 12 perguruan tinggi, (12/3). Adapun ke-12 perguruan tinggi tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Pembangunan Nasional Veteran (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Negeri Surabaya, Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Hasanudin (Makassar), dan Universitas Pattimura (Ambon).

Yuliandre menjelaskan, dalam pelaksanaan survey, desain penelitian yang digunakan tidak jauh berbeda dengan tahun lalu, yang disiapkan oleh Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). “Tahun ini, desain penelitian sudah dilakukan penyempurnaan agar hasil yang didapat juga lebih optimal,” ujar Yuliandre.

Lebih jauh KPI berharap, hasil survey yang dilakukan ini dapat digunakan oleh semua pemangku kepentingan penyiaran dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan kualitas siaran televisi. Yuliandre mengakui, ada perbedaan signifikan antara hasil survey indeks kualitas dengan survey kepemirsaan secara kuantitatif yang sudah ada. Untuk itu, dirinya sangat berharap data yang didapat KPI dari hasil survey ini turut dijadikan pertimbangan pula bagi para pengiklan dalam penempatan produk-produknya di program-program siaran yang baik secara kualitas. “Hal inilah yang merupakan kontribusi kita semua dalam mempertahankan hadirnya program-program siaran yang baik, di tengah masyarakat”, pungkasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.