Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat menyampaikan laporan kinerja KPI Pusat tahun 2017 dalam RDP dengan Komisi I, Selasa (30/1/2018).

 

Jakarta -- Komisi I DPR RI menyampaikan apresiasi atas kinerja KPI Pusat selama tahun 2017.  Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Asril Hamzah Tanjung, usai mendengarkan laporan Evaluasi Pencapaian Program Kerja Tahun 2017 oleh Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I dengan KPI Pusat, Selasa (30/1/2018).

“Kami juga mendorong agar pencapaian kinerja KPI Pusat terus meningkat pada tahun mendatang,” kata Asril di depan sembilan Komisioner KPI Pusat yang hadir dalam RDP yang dinyatakan terbuka untuk umum.

Asril juga mengapresiasi alat pemantauan baru yang dimiliki KPI Pusat. Dia berharap, alat tersebut dapat membantu KPI Pusat dalam meningkatkan pengawasan terhadap isi siaran lembaga penyiaran.



Dalam kesempatan itu, Komisi I DPR RI mendesak KPI Pusat untuk melakukan langkah strategis sehingga kedudukan KPI lebih kuat,  mampu melakukan fungsi pengawasan program/isi siaran dengan lebih optimal. 

“Kami harap KPI Pusat bisa memberikan sanksi secara lebih cepat dan tegas, sehingga tidak ada tayangan media penyiaran yang tidak sesuai dengan karakter dan moral bangsa Indonesia,” tambah Asril.

Terkait isi siaran, Anggota Komisi I DPR RI Bachtiar Aly meminta KPI Pusat melakukan upaya peningkatan mutu siaran dengan mengembangkan siaran-siaran yang bernilai Pancasila. “TV dan radio tidak hanya sekadar menyiarkan, tapi harus ada idiologi yang berpihak kepada NKRI. KPI perlu menyampaikannya dengan bahasa lain kepada lembaga penyiaran,” jelas politisi dari Fraksi Partai Nasdem ini.

Menurut Bachtiar Aly, KPI harus melakukan pengawasan ketat terhada kultur perusahaan stasiun TV di Indonesia. Hal ini untuk memastikan apakah insan di balik tayangan TV itu memang setia pada ideologi bangsa.

“KPI perlu mengawasi corporate culture lembaga dan perusahaan penyiaran. Bisa saja berkedok begini, tapi yang dilakukan lain. Apakah corporate culture ini identik dengan pemilik TV. Dia punya ideologi tertentu lalu pemirsa di brainwash,” tambah Bachtiar.

Sebelumnya, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menyampaikan laporan kinerja KPI Pusat selama tahun 2017. Dia juga menjelaskan serapan anggaran lembaganya yang mencapai lebih 97 persen.***

 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

 

Jakarta – Maju dan besarnya sebuah negara sangat tergantung dengan sikap generasi muda terhadap identitas bangsanya. Jika generasi muda Indonesia bangga serta hidup dengan identitas bangsanya, maka negara ini dijamin akan menjelma jadi bangsa yang besar. Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat menerima kunjungan pengurus dan anggota Rumah Kepemimpinan di kantor KPI Pusat, Selasa (23/1/2018).

“Kalau kita hanya bisa ikut-ikutan dan mencontoh identitas bangsa lain, maka saya khawatir perkembangan bangsa ini tidak bisa seperti yang diharapkan. Bangsa yang sudah menjadi besar itu terbentuk karena generasi mudanya memiliki kebanggaan terhadap identitasnya,” jelas Andre, panggilan akrabnya.

Menurut Andre, menjadi diri sendiri itu penting karena hal ini menyangkut prinsip dan konsistensi yang akan mempengaruhi cara berpikir dan juga pada saat bekerja. “Kalian yang tergabung di Rumah Kepemimpinan adalah bagian dari generasi penerus bangsa ini dan ditangan kalianlah nasib dan hidup bangsa ini bergantung,” kata Andre penuh semangat.

Dalam kesempatan itu, Andre mendorong peran Rumah Kepemimpin mengawasi dan memberi kontribusi bagi perkembangan dunia penyiaran di tanah air. “Saya juga meminta kalian melakukan literasi media untuk masyarakat. Masyarakat harus tahu bagaimana memilih tayangan yang tepat dan memang manfaat,” katanya. ***

Jakarta - Menghadapi tahun politik  di 2018, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap pengelola televisi dan radio mengedepankan prinsip netralitas dan keberimbangan dalam setiap siaran yang mengandung pesan politik. Hal ini tentu saja lebih ditekankan pada televisi yang mengambil format program berita, seperti TV One. Redaksi harus memastikan terjaganya netralitas dan keberimbangan tersebut sebagai bentuk antisipasi dan pencegahan adanya sikap partisan.

Hardly Stefano Pariela, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran menyampaikan hal tersebut dalam evaluasi tahunan penyelenggaraan penyiaran untuk TV One, (19/1). Meskipun dari hasil evaluasi KPI menunjukkan sanksi yang didapat tidak banyak, bukan berarti TV One bersih dari pelanggaran jurnalistik. Secara khusus, KPI juga meminta TV One memperhatikan betul pemilihan narasumber dalam setiap program talkshow politik. Jangan sampai adanya salah pilih narasumber malah menjadikan talkshow tersebut seperti kampanye terselubung.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran Nuning Rodiyah meminta kehati-hatian TV One dalam siaran Pilkada. “Sebenarnya, secara khusus program Kabar Pilkada yang disiarkan TV One dapat dikategorikan sebagai konten lokal,” ujar Nuning. Beberapa hal yang menurutnya patut mendapatkan perhatian serius agar siaran Pilkada ini memberikan manfaat besar bagi masyarakat dalam menggunakan hak politik dan bukan malah berpotensi memecah belah. Diantaranya soal penyiaran quick count yang baru dapat tayang setelah pukul 13.00 WIB dan hasil jajak pendapat tidak dapat ditayangkan pada masa tenang.

Apresiasi kepada TV One disampaikan Nuning pada program religi yang dianggap cukup mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski demikian, Nuning meminta TV One berhati-hati dalam mengangkat tema yang khilafiyah di kalangan ummat.

Sementara itu, Agung Suprio Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) turut mengapresiasi kinerja TV One dalam pemenuhan kewajiban siaran lokal minimal 10 % dari jumlah siaran sehari. Catatan KPI menunjukkan TV One diharapkan meningkatkan kualitas siaran lokal dengan menempatkannya pada jam yang produktif, sehingga lebih banyak lagi masyarakat yang dapat ikut menikmati siaran lokal.

Jakarta - Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran dinilai sangat mendesak untuk segera direvisi. Hal ini dikarenakan perkembangan tekhnologi dan informasi yang kian pesat, sementara di sisi lain, digitalisasi penyiaran di negara-negara lain sudah berlangsung.

"Di negara tetangga, digitalisasi sudah diberlakukan. Migrasi penyiaran dari analog ke digital, itu adalah sebuah keharusan. Kita tinggal menunggu payung hukum yang sekarang masih digodok di DPR." ungkap Agung Suprio, Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat saat menghadiri rapat pembahasan “Migrasi Penyiaran  Analog ke Digital” di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), (24/1).

Selain itu, Agung menjelaskan jika penyiaran berbasis digital akan mendorong upaya demokratisasi. "Dengan penyiaran digital, setiap orang akan berpotensi menjadi pemilik televisi sehingga konten dan informasi akan semakin beragam." lanjutnya.

Persoalan lain tentang pengelolaan sistem penyiaran, adalah tentang pilihan penggunaan single mux operator dan multi mux operator. Agung menjabarkan, apapun pilihannya harus berdasarkan pada tiga prinsip yakni, tidak diskriminatif, profesional dan pengalaman.

"Di beberapa negara Eropa, tiga prinsip itu penting. Kalau di Indonesia, frekuensi milik negara untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi, prinsip diatas menjadi spirit pengelolaannya." jawabnya tegas. Sementara itu, terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di DPR, Agung optimis DPR akan segera menemukan titik temu dalam pembahasan RUU tersebut.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, didampingi Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, Mayong Suryo Laksono dan Nuning Rodiyah, saat acara pembinaan program "Dahsyat" RCTI di kantor KPI Pusat, Selasa (23/1/2018).

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan peringatan tertulis untuk program acara “Dahsyat” di stasiun RCTI.  Acara yang ditayangkan RCTI pada 19 Januari 2018 menampilkan visualisasi yang berpotensi melanggar norma kesopanan. Hal itu ditegaskan Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano, usai acara pembinaan program acara “Dahsyat” di kantor KPI Pusat, Selasa (23/1/2018).

Ray Wijaya mewakili pihak RCTI menyatakan, telah melakukan permintaan maaf atas adegan yang terjadi di program “Dahsyat” beberapa waktu lalu. Dia menegaskan tidak ada niat sengaja untuk melecehkan kehormataan instansi terkait ataupun secara personal. Setelah kejadian itu, pihaknya telah melakukan permintaan maaf secara langsung kepada instansi TNI dan juga permintaan maaf secara terbuka kepada publik.

Hardly menegaskan bahwa permintaan maaf kepada pihak terkait, harus disertai dengan upaya perbaikan atas program siaran. Oleh sebab itu KPI Pusat juga meminta RCTI melakukan evaluasi secara menyeluruh, sehingga dapat mengembalikan “Dahsyat” sebagai program yang menghibur, edukatif, inspiratif dan penuh manfaat.

“Evaluasi ini dimaksudkan supaya dikemudian hari kejadian yang sama tidak terulang dan program “Dahsyat” tidak lagi menampilkan hal-hal yang mengandung muatan negatif. Kami minta evaluasi meliputi kinerja team produksi, manajemen acara, konsep acara hingga pengisi acara,” tegas Hardly kepada perwakilan RCTI yang hadir pada pembinaan tersebut.

Menurut Hardly, proses perbaikan tidak bisa dilakukan sambil jalan karena dinilai kurang efektif. “Seluruh tim produksi harus melakukan perenungan yang mendalam, agar program "Dahsyat" dapat tetap menjadi siaran hiburan, namun dengan lebih banyak menghadirkan value yang positif kepada penonton.” kata Hardly.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah menambahkan, RCTI harus juga melakukan recovery internal khususnya pada tim “dahsyat” agar kembali mengingat aturan P3 dan SPS KPI yang di dalamnya termaktub soal norma-norma yang harus diperhatikan. “Koridor-koridor tersebut harus menjadi perhatian tim “Dahsyat”,” tegasnya.

Pernyataan senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini. Menurutnya, RCTI harus dapat mengantisipasi dampak yang ditimbukan dari setiap acara yang akan mereka tayangkan . Antisipasi ini dapat meminimalisir terjadi pelanggaran dalam sebuah program.

Pihak RCTI mencatat dan berkomitmen untuk menjalankan semua arahan KPI. “Kami sepakat soal siaran itu harus menghibur dan bermanfaat. Karena itu, kami akan benar-benar  memperbaiki dan berusaha keras agar hal seperti itu tidak terjadi lagi,” kata Ray Wijaya. ***

Perwakilan RCTI dipimpin Ray Wijaya menghadiri pembinaan program "Dahsyat".
Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.