Jakarta - Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema, "Menyoal Kemandirian Lembaga Non-Struktural di Indonesia". FGD berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu, 3 Desember 2014.
Adapun peserta FGD terdiri dari Komisioner KPI Pusat, Judhariksawan, Idy Muzayyad, Bekti Nugroho, Fajar Arifianto Isnugroho, Amirudin. Peserta FGD dari luar menghadirkan Kepala Bidang Studi Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H., Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah, dan Staf Ahli Komisi I DPR RI, serta dari unsur Sekretariat KPI PUsat.
Bahasan FGD fokus pada pembahasan dan telaah kemandirian lembaga non-struktural dari sudut pandang hukum, fungsional, dan struktural organisasi.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia sesuai dengan kewenangan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran diberikan mandat untuk menetapkan dan melakukan tinjauan secara berkala terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). P3SPS sebagai landasan hukum, moral, etik serta pedoman bagi Lembaga Penyiaran diharapkan bersama dapat operasional dan implementatif dalam praktik hukum. Dengan begitu Lembaga Penyiaran bisa lebih mematuhi batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh ditayangkan pada suatu program siaran.
Atas dasar prinsip ini, KPI mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Hukum Acara yang Aplikatif dan Implementatif untuk Dipatuhi dan Ditaati” dengan menghadirkan narasumber Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, Komisioner Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Arifin dan Agatha Lily, serta M. Riyanto, dengan menghadirkan peserta KPI Daerah, Lembaga Penyiaran, dan Dewan Pers. Acara berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, dengan moderator Tenaga Ahli Hukum KPI PUsat Hendrayana, pada Selasa, 2 Desember 2014.
Idy Muzayyad mengatakan FGD ini diadakan karena KPI sedang melakukan revisi P3SPS termasuk di dalamnya mengenai penjatuhan sanksi. KPI akan menyempurnakan bagian yang belum memadai dalam bagian hukum acara penjatuhan sanksi. Menurut Idy, kalau bicara hukum harus ada kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum. Dalam praktik hukum acara selama ini masih ada yang perlu diberikan catatan. Di antaranya: bagaimana sinergi penjatuhan sanksi KPI-KPID, jangka waktu teguran sanksi antara teguran pertama, kedua, dan seterusnya, bagaimana mekanisme forum klarifikasi, menyangkut kadaluarsa, soal keberatan, siapa yang hadiri tahapan-tahapan penjatuhan sanksi serta bobot sanksi. Di samping itu catatan lain yang tidak kalah penting adalah pembahasan mengenai belum adanya sanksi berupa denda.
Berbicara dari segi hukum acara, M. Riyanto menjelaskan tentang pentingnya kerangka sistematika hukum yang akan ditetapkan nanti. ”Dibuat secara baik dalam kerangka sistem, tujuan hukum, agar tidak terjadi sengketa dan akibat hukum,” kata M. Riyanto yang juga mantan Ketua KPI Pusat periode 2010-2013.
Perwakilan dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Zen Al-Faqih menambahkan tentang pentingnya kepastian hukum ketika nanti diterapkan. ”Dasar hukum acara harus menjamin keadilan dan kepastian hukum. Prinsip ini adalah hal yang mendasar dalam hukum acara," ujar Zen.
Hal senada disampaikan Sujarwanto Rahmat Arifin dan Agatha Lily, hukum acara mesti implementatif dan menjamin adanya kepastian hukum. Hal ini penting agar Lembaga Penyiaran tidak bingung berkaitan dengan teguran dan sanksi KPI. Beberapa point esensi hukum acara dari FGD itu, menurut Rahmat, nanti akan menjadi masukan berharga bagi penyempurnaan P3SPS yang rencananya akan dilaksanakan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI di Makassar tahun 2015. (AND)
Jakarta - Komisi I DPR mengusulkan adanya peninjauan ulang kebijakan langit terbuka (open sky policy) dalam dunia penyiaran yang membuat akses siaran televisi dari berbagai negara dapat masuk dengan bebas. Padahal, banyak sekali muatan siaran televisi dari luar negeri tersebut yang bertentangan dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut terungkap dalam acara kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, di Jakarta (1/12).
Menyambut usulan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengaku setuju jika kebijakan tersebut ditinjau ulang. Idy melihat hal tersebut ibarat membuka kotak Pandora, semua siaran dapat masuk ke ruang-ruang keluarga di masyarakat melalui televisi, tanpa adanya screening sama sekali.
Dalam kesempatan tersebut KPI menyampaikan tentang kebutuhan lembaga ini yang harus dilengkapi sejalan dengan kewenangannya mengawasi isi siaran. Tahun 2015 misalnya, KPI berencana melakukan pemantauan terhadap seluruh stasiun radio yang berjaringan, menambah pemantauan terhadap empat lembaga penyiaran swasta yang berjaringan, serta pemantauan terhadap lembaga penyiaran berlangganan. Untuk melaksanakan pengawasan yang memang merupakan perintah dari undang-undang penyiaran ini, KPI membutuhkan fasilitasi akomodasi perkantoran yang lebih memadai dari saat ini.
Hal ini juga senada dengan masukan dari Komisi I yang mengharapkan KPI didesain sebagai lembaga yang serius, bukan asesoris belaka. Karenanya, dukungan fasilitas yang optimal juga harus diberikan pada lembaga ini.
Pada kesempatan tersebut, KPI juga menjelaskan tentang masukan terhadap revisi undang-undang penyiaran. Diantaranya pelaksanaan sistem stasiun jaringan, pemindahan kepemilikan lembaga penyiaran, proses perizinan lembaga penyiaran, serta keberadaan lembaga penyiaran publik. KPI berharap undang-undang penyiaran menjadi undang-undang yang lex specialis, sehingga beberapa benturan regulasi yang dihadapi KPI selama ini dalam penegakan aturan penyiaran dapat dihindari. Selain itu, KPI juga menyampaikan tentang izin lembaga penyiaran swasta yang bersiaran berjaringan dari Jakarta yang habis pada tahun 2016.
Dalam kunjungan kerja tersebut, Komisi I DPR RI dipimpin langsung oleh Ketuanya, Mahfudz Siddik. Anggota Komisi I yang hadir dalam pertemuan itu di antaranya, Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries, Rachel Maryam, Biem Benyamin, Djoko Ujianto, Arief Suditomo, Bachtiar Aly, Gamari Sutrisno, Andhika Pandu, dan Sukamta. Sedangkan dari KPI Pusat, seluruh komisioner menghadiri pertemuan tersebut dan ikut mendampingi anggota Komisi I untuk meninjau pemantauan langsung yang dilakukan KPI selama 24 jam.
Focus Group Discussion (FGD) penyempurnaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) “Hukum Acara yang Aplikatif dan Implementatif untuk Dipatuhi dan Ditaati” yang menghadirkan peserta Komisioner KPI Pusat, KPI Daerah, dan Lembaga Penyiran. Acara berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 2 Desember 2014.
Dalam Undang-undang Penyiaran KPI berwenang menetapkan standar program siarandan memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dilakukan lembaga penyiaran. Dalam penjatuhan sanksi telah diatur hukum acara yang dituangkan dalam standar program siaran antara lain diatur: 1) Mekanisme penjatuhan sanksi; 2) Tahapan penjatuhan sanksi; 3) Mekanisme forum klarifikasi; 4) Mekanisme pengajuan keberatan; 5) Jangka waktu daluarsa sanksi; 6) Mekanisme pemutihan sanksi; 7) Batasan waktu antara sanksi pertama dan sanksi selanjutnya; (8) Para pihak yang harus hadir dalam forum klarifikasi.
Seiring perkembangan waktu, hukum acara yang mengatur hal itu perlu dilakukan penyempurnaan untuk lebih aplikatif dan implementatif untu ditaati dan dipatuhi oleh Lembaga Penyiaran. FDG akan hal itu dilakukan untuk mendapatkan masukan-masukan dari pemangku kepentingan dan pelaku di bidang penyiaran untuk penyempurnaan P3SPS demi perbaikan hukum acara yang sudah ada.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima pengaduan dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Perlindungan Anak Dari Zat Adiktif. Koalisi yang terdiri dari Lentera Anak Indonesia, Remotivi, Tobacco Control Support Center, Komnas Pengendalian Tembakau, Indonesia Institute for Social Development, Yayasan Pusaka Indonesia, LP2K, Ruandu Foundation, dan Gagas Foundations menyampaikan pengaduan terkait adanya pelanggaran siaran iklan rokok di televisi.
Pengaduan diterima oleh tiga Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily, Fajar Arifianto Isnugroho, dan Amirudin di Ruang Rapat KPI Pusat, Senin, 1 Desember 2014.
Hery Chariansyah juru bicara Koalisi mengatakan anak-anak dan remaja adalah masa depan bangsa yang harus dijaga dari godaan iklan rokok dan pengaruh zat adiktif lainnnya. Menurut Heri, saat ini iklan rokok yang tampil di televisi sudah melanggar ketentuan penanyangan yang sudah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 59 Ayat 1 yang melarang iklan rokok tayang di luar pukul 21.30 - 05.00 waktu setempat.
Roy Thaniago dari Remotivi menjelaskan, dari hasil pantauan lembaganya pada 14 Agustus lalu, ditemukan 23 spot iklan rokok yang tampil di luar pukul 21.30-05.00 waktu setempat di 7 lembaga penyiaran. "Iklan rokok ini mencuri start iklan, rata-rata iklannya mulai muncul pada menit-menit rentan, mulai dari pukul 21.15, 21.20, dan seterusnya," kata Roy.
Poin pengaduan lainnya adalah tampilan peringatan kesehatan bergambar pada iklan rokok yang tidak sesuai ketentuan. Dalam aduan itu Koalisi meminta melalui KPI, agar memberikan sanksi kepada Lembaga Penyiaran yang menayangkan iklan rokok di luar ketentuan, melarang iklan rokok yang menggunakan Peringatan Kesehatan Bergambar yang menampilkan wujud rokok dan atau orang yang sedang merokok, dan memberikan perhatian kepada iklan rokok dengan membuat program pemantauan khusus.
Komisioner Bidang Isi Siaran Agatha Lily mengatakan pemahaman atas pengaduan itu sama dengan KPI. Menurut Lily, dalam UU Penyiaran menyebutkan Lembaga Penyiaran memiliki kewajiban melindungi anak-anak dan remaja dari jenis tayangan yang tidak sesuai dengan umurnya, termasuk iklan rokok. "Terima kasih atas pengaduannya, kami akan tindak lanjuti ini," kata Lily.
Sejak Mei dan Juni lalu, Lily menjelaskan, KPI sudah mengeluarkan Teguran Tertulis kepada Lembaga Penyiaran yang menampilkan iklan rokok di luar Pukul 21.30-05.00 waktu setempat. Selain itu menurut Lily, pada Maret lalu, KPI sudah mengeluarkan Surat Edaran ke seluruh Lembaga Penyiaran terkait iklan rokok yang juga menindaklanjuti berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 23 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada kemasan Produk Tembakau.
Lebih lanjut Lily menjelaskan, regulasi tentang aturan iklan rokok ini masih tumpang tindih dengan peraturan yang lainnya. Seharusnya, menurut Lily, apapun yang terkait dengan penyiaran masuk dalam ranah UU Penyiaran. "Kita perlahan saja, sambil menunggu revisi UU penyiaran yang baru tahun ini," ujar Lily.
Fajar Arifianto mengatakan dalam revisi nanti, KPI berharap agar UU Penyiaran bisa menjadi lex specialis, agar yang tampil dan tayang di televisi menjadi ranah dan wewenang KPI.
Amirudin menjelaskan, banyaknya iklan rokok yang mencuri waktu sesuai ketentuan akan dijadikan kajian dalam melihat jadwal jam tayang anak ke depan. Menurut Amir, jam tidur anak sekarang sepertinya sudah bergeser hingga saat mereka menonton televisi masih bisa melihat iklan rokok.