Solo –  Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengajak masyarakat melaporkan tayangan televisi yang tidak produktif, meresahkan dan tidak memberi edukasi. Tidak hanya melaporkan, KPI juga meminta masyarakat untuk tidak menonton tayangan yang berkualitas buruk tersebut.

Komisioner KPI Pusat, Fajar A Isnughoro mengatakan, KPI sebenarnya telah berulang kali memberikan teguran kepada lembaga penyiaran yang menayangkan tayangan yang tidak produktif, dan tidak memberikan edukasi. Hanya saja, teguran KPI tidak akan berarti tanpa keterlibatan masyarakat luas. Hal itu dikemukakan Fajar kepada wartawan di kantor Lembaga Pers dan Penyiaran Surakarta, (11/4).

“Kadang masyarakat melaporkan tetapi tetap menonton. Padahal ukuran rating kan diambil dari seberapa banyak tayangan itu ditonton,” katanya.

Dijelaskan Fajar,, lembaga penyiaran memiliki empat fungsi utama yakni sebagai lembaga informasi, lembaga edukasi, kontrol sosial dan memberi hiburan. Namun, yang terjadi lembaga penyiaran terutama televisi lebih menonjolkan fungsi hiburan. Fungsi lainnya justru sering dilupakan.

Fajar melanjutkan, KPI selama ini juga mengalami sejumlah kendala dalam mengajak masyarakat agar kritis terhadap lembaga penyiaran. Dicontohkannya sosialisasi dalam bentuk iklan yang dipersiapkan KPI ditolak televisi lantaran dianggap merugikan televisi.

Untuk itu, saat ini, KPI lebih mengandalkan lembaga penyiaran lain seperti radio, baik radio reguler maupun radio komunitas dalam mensosialisasikan literasi media. “Intinya agar masyarakat kritis terhadap isi media,” pungkasnya.

KPI sendiri, dalam rangka Hari Penyiaran Nasional, melangsungkan kegiatan Literasi Media:Pagelaran Wayang Kontekstual di Monumen Pers, Solo. Dalam acara tersebut, KPI juga memberikan Anugerah Mangkunagoro VII kepada Pahlawan Nasional, Bung Tomo.  Dalam penilaian KPI, Bung Tomo telah berjuang mempertahankan kemerdekaan tidak saja lewat perlawanan fisik, tapi juga melalui media penyiaran.

 

 

 

Jakarta – Pertumbuhan produksi tayangan sinetron atau yang dulu disebut drama televisi sejak tahun 1993 mengalami kenaikan cukup siginifikan. Dalam setahun saja, diperkirakan jumlah produksi tayangan sinteron mencapai ratusan judul. Sayang, tingginya angka produksi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas isinya. Dan, sinteron yang berkualitas itu jumlah tidak banyak alias kecil.

Ketua bidang Isi Siaran dan Anggota KPI Pusat, S. Rahmat Arifin dalam Diskusi bertajuk Tayangan Sinteron yang diselenggarakan KPI Pusat, 11 April 2014  mengungkapkan pihaknya banyak menemukan pelanggaran dalam tayangan sinetron seperti kekerasan baik fisik maupun verbal, konflik, penggunaan simbol agama tertentu yang tidak sesuai, adab yang tidak pantas dalam lingkup sekolah seperti penggunaan seragam dan perlakukan terhadap guru, adegan berbahaya seperti menyetrum, dan yang lainnya.

“Materi-materi seperti itu sebaiknya dihilangkan dari isi. Kita berupaya meminimalisir dampak yang terjadi. Apalagi jika dampak itu berpengaruh buruk terhadap anak-anak dan remaja. Ini menjadi catatan yang harus diperhatikan,” kata Rahmat di depan peserta diskusi.

Menurut Rahmat, dalam upaya menekan terjadinya pelanggaran dan dampak buruk dari isi tayangan yang tidak baik adalah dengan mengetatkan fungsi sensor baik di LSF maupun di internal stasiun televisi. “Harus ada sensor ulang di televisi meskipun tayangan tersebut sudah melalui lembaga sensor film. Kami berharap quality control dalam internal dapat menekan tayangan-tayangan yang tidak pantas untuk disiarkan,” katanya yang juga diamini Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.

Rahmat juga menyampaikan pihaknya akan melakukan revisi terhadap P3 dan SPS KPI yang detail dan rinci agar tidak ada lagi kebingungan dan multitafsir.

Sementara itu, Anggota LSF Jamalul meminta adanya kreatifitas dalam membuat ide cerita sinetron. Menurut dia, ide cerita sinetron kebanyakan sifatnya mengkloning gaya luar yang dipaksakan masuk dalam gaya Indonesia. “Cerita seperti ini tidak mencerminkan budaya bangsa Indonesia,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Agatha Lily mengingatkan pihak LP untuk memperhatikan waktu tayang setiap program sinetron dan promo programnya. Hal ini untuk menghindari adanya penonton-penoton yang tidak sesuai dengan kategori seperti anak-anak. Red


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyerukan pada lembaga penyiaran untuk menyiarkan hasil hitung cepat (quick count) Pemilihan Umum paling cepat pukul 13.00 WIB. Meskipun Mahkamah konstitusi sudah membatalkan pasal 247 Undang-undang pemilu yang menyatakan bahwa pengumuman prakiraan hasil perhitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, siang ini di kantor KPI (8/4).

Hasil koordinasi dari Gugus Tugas Penyiaran Pemilu yang terdiri atas KPI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi Pusat (KIP), menyepakati bahwa siaran hitung cepat hanya boleh dilakukan paling cepat pukul 13.00 WIB. Hal ini untuk memastikan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil selama pemungutan suara dapat tertunaikan dengan baik.

Idy menjelaskan, dengan ada kesepakatan ini berarti meskipun pada pukul 11.00 WIB hasil hitung cepat dari TPS di Indonesia Timur sudah dapat diketahui, lembaga penyiaran harus menunggu hingga TPS di daerah Indonesia Barat ditutup yakni pukul 13.00, untuk dapat menyiarkan hasil hitung cepat.

KPI juga meminta dalam siaran hitung cepat, lembaga penyiaran menyampaikan informasi yang lengkap dan akurat terkait sumber dana dan metodologi yang digunakan. Serta menyatakan bahwa hasil hitung cepat ini bukanlah hasil resmi dari KPU sebagai penyelenggara Pemilu. "Sekalipun semua lembaga survey menyatakan  hasil yang presisi dengan hasil akhir KPU, tetap harus dijelaskan bahwa hitung cepat itu bukan merupakan hasil resmi dan final," ujarnya.  Hal ini untuk menegaskan pada masyarakat bahwa hitung cepat adalah prakiraan sementara. “Sedangkan hasil resminya masih menunggu pengumuman dari KPU”, tegas Idy.

Idy juga mengingatkan, bahwa  dalam menyiarkan hitung cepat ini lembaga penyiaran wajib menggandeng lembaga survey yang secara resmi sudah terdaftar di KPU.  Sampai saat ini, tercatat sudah ada 56 lembaga survey yang tercatat di KPU.

KPI berharap, lembaga penyiaran menaati seruan yang sudah disepakati oleh Gugus Tugas Penyiaran Pemilu. “Bagaimanapun, pemilihan umum adalah momen pesta demokrasi terbesar dan sarana masyarakat menyalurkan hak politiknya. Karenanya lembaga penyiaran harus menghormati prinsip-prinsip demokrasi ini”, ujar Idy.  Sehingga pemungutan suara yang dilakukan oleh warga dapat dilakukan tanpa ada pengaruh dari pihak manapun yang disiarkan lewat lembaga penyiaran. 

Jakarta - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mengunjungi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rombongan kunjungan dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Babel Djunaidi H Thalib dan anggota Komisi A, pada Jumat, 14 April 2014.

Kunjungan itu dalam rangka koordinasi dan konsultasi sistem perekrutan anggota KPID Babel yang baru. Djunaidi dan Ketua Komisi A DPRD Babel Bruri Rusady berkonsultasi terkait hal-hal teknis perekrutan anggota KPID yang baru. “Kami berharap ada masukan terkait rekrutmen ini, agar KPID Babel dapat berperan aktif di daerah sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tentu dengan masukan dan sistem perekrutan ini, kita ingin mendapatkan  anggota KPID yang berkualitas,” kata Djunaidi di Ruang Rapat KPI Pusat, Jakarta.

Kunjungan diterima oleh Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Kepala Bagian Fasilitasi Pengaduan dan Penjatuhan Sanksi Ismet Imawan dan Kepala Bagian Verifikasi Perizinan dan Data Bambang Siswanto.

Dalam kesempatan itu Idy menerangkan, dalam  rekrutmen komisioner atau anggota sudah diatur dalam Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/04/2011 Tentang Pedoman Rekrutmen KPI. “Di situ dijelaskan, untuk perekrutan dimulai dengan pembentukan Tim Seleksi (Timsel) yang SK pembentukannya disahkan DPRD,” ujar Idy menerangkan.

Lebih lanjut Idy menjelaskan, Timsel terdiri dari lima orang yang berisi dari semua unsur yang ada di daerah. Misalnya dari unsur Pemerintah Provinsi, tokoh masyarakat, akademisi, praktisi penyiaran, dan unsur yang lainnya.

Setelah itu, Timsel akan melakukan sosialisasi perekrutan anggota KPID melalui media, baik melalui media cetak maupun elektronik. Di situ juga memuat persyaratan yang dibutuhkan. “Jika sudah ada pendaftar, bisa diteruskan ke tahap berikutnya. Bila tidak ada atau kurang dari tiga orang, jangka waktu perekrutan bisa diperpanjang sesuai aturan yang berlaku,” terang Idy.

Pendaftar yang masuk kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan administrasi, tes tulis, wawancara, uji kompetensi, atau tes psikologi. Menurut Idy, bila  DPRD Babel memiliki dana yang lebih, untuk seleksi yang baik dengan menyertakan tes psikologi bagi peserta.

Dari keseluruhan tes itu, nama-nama yang dianggap telah memiliki kriteria akan diumumkan ke publik sebagai bentuk uji publik. Dengan mengumumkan ke publik, menurut Idy, sebagai bentuk permintaan masukan dari publik dari nama-nama yang sudah lolos seleksi, apakah memiliki track record yang baik atau buruk.

“Baru setelah itu, uji kepatutan dan kelayakan. Kemudian pengumuman yang lulus seleksi. Ada tujuh anggota di dalamnya yang terpilih dan DPRD memiliki dua nama cadangan jika anggota yang terpilih mundur atau yang lainnya,” papar Idy.

Selain bicara teknis perekrutan, Idy juga menerangkan teknis kebutuhan KPID dalam hal pengawasan penyiaran. Mulai dari kebutuhan peralatan pemantauan dan tenaga sumber daya manusia yang mengelolanya. “Untuk melakukan pengawasan siaran dan tugas KPID lainnya, juga dibutuhkan dukungan dari DPRD agar bisa berjalan dengan maksimal,” kata Idy.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menegakkan sanksi pada lembaga penyiaran yang belum memenuhi ketentuan program  lokal sebagaimana yang diatur dalam regulasi tentang sistem siaran jaringan (SSJ). Penegakan sanksi ini tentunya bukan untuk mematikan lembaga penyiaran, tapi justru untuk mendorong dan memotivasi lembaga penyiaran untuk berkontribusi bagi demokratisasi penyiaran. Kontribusi tersebut dapat dilakukan dengan menghadirkan program lokal di televisi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Koordinator bidang pengelolaan struktur dan system penyiaran KPI Pusat, Azimah Subagijo, menyampaikan hal tersebut dalam acara Diskusi tentang sistem siaran jaringan yang dilaksanakan di kantor KPI Pusat (8/4).  Menurutnya, jika ditinjau dari keberadaan aturan tentang SSJ ini, sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2002. Namun dengan segala kendala yang ada, aturan lengkap dan rinci tentang kehadiran program lokal tersebut baru ada di tahun 2009.

Masalahnya, ujar Azimah, sejak 2009 hingga 2014, evaluasi dari KPI justruk menunjukkan masih sedikitnya lembaga penyiaran yang memenuhi ketentuan regulasi tersebut. Kewajiban menyiarkan program lokal 10 % dari seluruh waktu siaran baru dilakukan oleh setengah anggota jaringan dari lembaga penyiaran yang berstasiun jaringan.  Padahal KPI juga sudah memberikan waktu setahun untuk lembaga penyiaran  mempersiapkan  implementasi program lokal  tersebut, terhitung sejak Rakornas 2013.

Untuk itu, tambah Azimah, menjelang batas waktu 12 April 2014 yang ditetapkan pada Rakornas tahun lalu itu, KPI Pusat akan menegakkan sanksi terkait keberadaan program lokal di stasiun televisi yang berjaringan. Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), menyebutkan definisi program lokal adalah:  program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran factual, dan program siaran nonfactual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat. Azimah berharap, lembaga penyiaran segera melakukan evaluasi program siarannya dan mematuhi aturan tentang program lokal ini.

Dalam SPS sendiri, ujar Azimah, sanksi yang diberikan atas pelanggaran ketentuan program lokal berupa teguran tertulis pertama dan kedua, serta peningkatan sanksi berupa pengurangan durasi siaran.  Sementara terkait aspek lain yang sering menjadi kendala dalam pemenuhan program lokal tersebut, KPI akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Sementara itu Komisioner KPI Pusat, Fajar Arifianto mengingatkan lembaga penyiaran bahwa Peraturan Menteri tentang SSJ ini belum dicabut. “Seharusnya SSJ ini berlangsung sejak 2009, tapi sampai 2014 belum terlaksana”, ujar Fajar.  Selain itu, tambah Fajar, untuk lembaga penyiaran yang berjaringan dengan induk jaringan di Jakarta, maka kehadiran program lokal itu menjadi sangat penting. Karenanya Fajar mengapresiasi lembaga penyiaran yang sudah berupaya membuat program lokal. “Apalagi SSJ ini adalah amanat dari Rakornas KPI yang harus dilaksanakan oleh seluruh lembaga penyiaran yang berjaringan”, tambahnya.

Hadir dalam diskusi ini komisioner KPI Pusat lainnya, Amiruddin dan Danang Sangga Buwana. Selain itu, Komisioner KPID Jawa Tengah dan DKI Jakarta juga turut memberikan masukan pada lembaga penyiaran yang turut hadir di diskusi ini, atas implementasi SSJ.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.