Riau - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Riau gencar membangun Komunitas Cerdas Media (KCM) di berbagai desa di Kabupaten yang ada di Riau. Hingga saat ini sudah ada 21 KCM di Riau. Sabtu lalu 23 Mei 2015 bertempat di Desa Perawang Siak, KPID Riau melakukan pelatihan dan pembinaan KCM sebagai motor penggerak literasi media di tengah masyarakat. Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily, memaparkan alasan mengapa keberadaan KCM begitu penting dan apa saja tugas-tugas inti dari KCM dalam rangka membentuk masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap media.
Lily mengungkapkan bahwa media penyiaran khususnya televisi seringkali menggambarkan realitas secara subyektif (realitas semu) dengan hanya menggunakan ukuran-ukuran ekonomis semata. Akibatnya apa yang digambarkan tidak menunjukkan realitas sebenarnya. “Celakanya masyarakat Indonesia seperti terhipnotis untuk mengikuti selera-selera rendah yang ditampilkan media,” ujar Lily. Dirinya juga menyebutkan goyangan-goyangan erotis yang belakangan ini marak muncul, kemudian fenomena artis pamer kekayaan. “Muatan-muatan seperti ini sangat membodohi masyarakat kita,” tambahnya.
Literasi berlangsung kurang lebih 2.5 jam dihadiri juga oleh Kepala Desa Perawang, Bapak Faizal Shi. Ketua KPID Riau Zainul Ikhwan tak henti-hentinya memberikan semangat kepada masyarakat desa Perawang agar selalu mengadukan tayangan-tayangan yang tidak baik ke KPID Riau. KCM Desa Perawang sangat antusias turut memberi masukan atas siaran-siaran yang ada di televisi. MRJ
Jakarta - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengunjungi Kantor KPI PUsat, Jakarta. Kunjungan dipimpin oleh Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak, pimpinan dan anggota Pansus Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Lokal Televisi Provinsi Kepualan Riau, dan Ketua KPID Kepri Azwardi.
Menurut Jumaga kunjungan itu mengetahui prosedural resmi pembentukan LPP Lokal di Kepri. Selain itu, menurutnya juga tentang ketentuan Peraturan Daerah yang akan menjadi dasar hukum pembentukannya. "Ini termasuk, apa saja kiranya yang perlu dimasukkan dalam Perda yang akan kami susun nanti," kata Jumaga di Ruang Rapat KPI Pusat, Jakarta, Kamis, 21 Mei 2015.
Kunjungan diterima oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan Komisoner KPI Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho.
Judharikswan menjelaskan, sejak reformasi bergulir, istilah Lembaga Penyiaran milik pemerintah sudah tidak lagi digunakan, diganti dengan Lembaga Penyiaran Publik (LPP), yakni Lembaga Penyiaran yang berbentuk badan hukum didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, non komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan publik. "TVRI, RRI, dan LPP Lokal adalah bentuk dari Lembaga Penyiaran Publik itu sendiri," ujar Judhariksawan.
Lebih lanjut Judha menerangkan, dalam pengelolaan LPP harus sesuai dengan misinya, yakni sebagai ajang komunikasi warga dengan pemerintah daerah, bukan untuk kepentingan golongan. Demikian juga pendaannya dibiayai dari APBD atas persetujuan DPRD dan dikelola bersama dengan Pemerintah Daerah.
"Oleh karena itu dalam pengelolaanya harus melibatkan unsur profesional di dalamnya, mulai dari Anggota Dewan Pengawas dan Dewan Direksi yang juga menyertakan unsur masyarakat," kata Judharikswan.
Sementara itu Fajar mengatakan keberadaan LPP Lokal untuk mengimbangi Lembaga Penyiaran Swasta yang mengedepankan unsur program hiburan yang lebih dominan dalam siarannya. Menurutnya, selain sebagai media informasi dan komunikasi, LPP Lokal harus mampu menyajikan nilai-nilai lokal dalam program siarannya menjadi program acara yang menarik bagi publik lokal itu sendiri.
Jakarta - Beberapa minggu terakhir, pemantauan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan pengaduan masyarakat mendapati sejumlah televisi menampilkan program siaran dengan penyanyi wanita bergoyang erotis, yakni menggoyangkan bagian dada (payudara) yang dikenal dengan “goyang dribble”. Fenomena goyang erotis seperti ini tidak dapat dibiarkan di ruang publik, maka KPI mengeluarkan "Surat Edaran Larangan Menampilkan Goyangan Erotis, termasuk Goyang Dribble", (13/5).
Dalam surat tersebut, KPI Pusat menilai muatan siaran semacam itu tidak pantas untuk ditayangkan dan akan memberi pengaruh buruk pada anak-anak dan/atau remaja yang menonton serta melecehkan martabat perempuan.
Komisioner KPI Pusat, Koordinator bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily mengatakan "jangan merusak kreativitas dengan tampian seronok seperti itu". Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tegas melarang content-content vulgar. Bahkan P3SPS telah memuat larangan tersebut secara rinci. “Kami mengingatkan kembali kepada seluruh lembaga penyiaran agar mematuhi ketentuan yang terdapat dalam P3 KPI Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 dan Pasal 16 serta SPS KPI Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1), Pasal 18 huruf h dan I serta Pasal 20 Ayat (1) dan (2)," ujar Lily.
Dirinya menjelaskan bahwa secara garis besar, aturan dan pasal-pasal itu melarang Lembaga Penyiaran menayangkan atau menyiarkan muatan (baik dari segi cara berpakaian maupun cara bergoyang/menari) yang mengeksploitasi bagian tubuh tertentu seperti paha, bokong, payudara serta melarang menampilkan gerakan tubuh atau tarian yang erotis. Program siaran juga dilarang menampilkan lagu dan/atau video klip yang bermuatan seks, cabul, mengesankan aktivitas seks dan/atau lirik yang dapat dipandang menjadikan perempuan sebagai objek seks. Adapun bunyi aturan dan pasal-pasal yang mengatur ketentuan tersebut:
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) KPI Tahun 2012; Pasal 9: Lembaga Penyiaran wajib menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Pasal 14 ayat (1): Lembaga Penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan siaran; (2) Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam aspek produksi siaran. Pasal 16: Lembaga Penyiaran wajib tunduk kepada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan.
Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2012: Pasal 9 ayat (1): Program Siaran wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik terkait agama, suku, budaya, usia, dan/atau latar belakang ekonomi. (2) Program siaran wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat.
Pasal 15 Ayat (1): Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja. Pasal 18: huruf (h); Mengkeploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot. Huruf (i); Menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis. Pasal 20 Ayat (1); Program siaran dilarang berisi lagu dan/atau video klip yang menampilkan judul dan/atau lirik bermuatan seks, cabul, dan/atau mengesankan aktivitas seks; (2) Program siaran yang menampilkan musik dilarang bermuatan adegan dan/atau lirik yang dapat dipandang menjadikan perempuan sebagai objek seks.
Lily mengingatkan agar lembaga penyiaran sungguh-sungguh mematuhi ketentuan tersebut. Lebih lanjut Lily mengatakan bahwa program siaran yang mengandung muatan pornografi, selain memiliki konsekuensi sanksi dari KPI Pusat juga memliki konsekwensi pidana seperti yang diatur dalam undang-undang Penyiaran dan UU Pornografi.
Jakarta - Dua hari terakhir, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima kunjungan mahasiswa Program Diploma Komunikasi Institut Pertanian Bogor (IPB) dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Kunjungan itu dalam rangka untuk mengenal KPI lebih dekat dan seputar penyiaran di Indonesia. Kunjungan diterima Asisten Komisiner Bidang Kelembagaan dan Bidang Isi Siaran KPI Pusat, dan Kepala bagian Humas dan Kerjasama KPI.
Selama kunjungan berlangsung, pertanyaan dari mahasiwa seputar tentang tugas dan wewenang KPI yang diatur dalam Undang-undang Penyiaran dan panduan yang digunakan dalam menilai sebuah program acara di Lembaga Penyiaran, yakni Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
Kunjungan mahasiswa Diploma Komunikasi IPB, Senin (18/05/2015):
Kunjungan Mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, Selasa (19/05/2015):
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan "Surat Edaran untuk Seluruh Lembaga Penyiaran Mengenai Larangan menampilkan pamer harta kekayaan dan barang mewah artis. Surat yang dikirimkan ke seluruh Lembaga Penyiaran pada, Rabu, 13 Mei 2015 itu meminta untuk tidak lagi menayangkan artis adu/pamer harta kekayaan dan barang mewah seperti yang dilakukan artis Bella Sophie dan Roro Fitria di beberapa stasiun tv.
"Surat edaran KPI Pusat ini dimaksudkan agar lembaga penyiaran menyajikan konten siaran yang bermanfaat bagi masyarakat bukan menimbulkan kesenjangan sosial" demikian tertuang dalam Surat Edaran itu. Menurut Agatha Lily (Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang pengawasan isi siaran), surat edaran ini juga sebagai tindak lanjut dari aduan masyarakat tentang maraknya tayangan artis dengan perilaku adu pamer kekayaan, gaya hidup konsumtif dan hedonistik, mulai dari harga jam tangan, sepatu, pakaian, tas, perhiasan emas dan berlian, deposito, buku tabungan secara detail hingga nilai nominalnya.
Sesuai dengan ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012, KPI menilai tayangan itu sangat tidak pantas ditayangkan dan tidak ada manfaatnya untuk masyarakat. Lily nmengingatkan bahwa Televisi bersiaran menggunakan frekuensi milik publik, tolong hormati publik dengan tidak menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat dan kesenjagan sosial seperti itu.
Surat edaran ini dikeluarkan berdasarkan ketentuan Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012 Bagian 4, Klasifikasi R, Pasal 37 Ayat (4) huruf c menyebutkan: Program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan: Materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti seks bebas, gaya hidup konsumtif, hedonistik, dan/atau horor.