Jakarta - Empat lembaga negara dalam gugus tugas pelaksana dan pengawasan pemilu mengadakan koferensi pers sekaligus sosialisasi Surat Kesepakatan Bersama (SKB) KPU, Bawaslu, KPI, dan KPI tentang Tentang Kepatuhan pada Ketentuan Pelaksanaan kampanye Pemilihan Umum Melalui Media Penyiaran. Sosialiasi berlangsung di Kantor KPI Pusat pada Kamis, 6 Maret 2014.

Selain mengundang sejumlah lembaga penyiaran, sosialisasi juga dihadiri oleh pimpinan lembaga yang turut serta dalam surat keputusan bersama. Adapun ketua lembaga yang hadir dalam acara itu, Ketua Bawaslu Muhammad, Ketua KPI Judhariksawan, dan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono. Sedangkan Ketua KPUHusni Kamil Manik berhalang hadir karena kegiatan di Makassar. Selain ketua lembaga, komisioner dari semua lembaga juga hadir dalam sosialisasi itu.

Dalam forum itu Wakil Ketua KPI Idy Muzayyad mengatakan, acara sosialisasi itu adalah penjelasan secara formal kepada lembaga akan sembilan poin kesepakatan yang sudah disepakati dan ditandatangani pada Jumat, 28 Februari lalu. “Sosialisasi ini adalah penjelasan secara formal kepada lembaga penyiaran. Perlu diingat, yang menyampaikan bukan hanya KPI saja, tapi gugus tugas yang hadir di hadapan kita saat ini,” kata Idy membuka pertemuan.

Selain itu, Idy membacakan sembilan poin kesepakatan dan menjelaskan satu persatu pasal yang sudah ditandatangani kempat lembaga. Menurut Idy, sembilan poin kesepakatan tersebut adalah bentuk semangat publik dan penegasan dari Undang-undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012.

Kemudian secara gamblang Ketua KPI Pusat Judhariksawan menjelaskan lembaga penyiaran memiliki peranan penting dalam menentukan arah masa depan bangsa jelang pelaksanaan pemilu 2014. “Pemilu itu adalah tonggak sejarah, pemilihan pemimpin, dan ini juga sama dengan memilih masa depan bangsa. Maka kepada lembaga penyiaran, mari kita berikan pendidikan politik yang benar, berimbang, dan proporsional kepada masyarakat,” ujar Judha.

Selain itu, menurut Judha, semakin besar peran lembaga penyiaran dalam menyiarkan pendidikan politik kepada masyarakat diharapkan bisa mengurangi jumlah golput yang terus mengalami peningkatan. Pembatasan iklan itu, menurut Judha, bukan mengekang kebebasan pers atau kreativitas dunia penyiaran. Namun menurutnya, masa kampanye dan iklan politik sudah memiliki aturan dan ditetapkan selama 21 hari, mulai sejak 16 Maret sampai 5 April 2014.

Hal senada juga dikemukakan Abdulhamid Dipopramono, menurutnya lembaganya juga memiliki tugas yang sama dalam hal menyukseskan pelaksanaan pemilu dari segi keterbukaan informasi publik. Abdulhamid mencontohkan, lembaga penyiaran swasta bukan lembaga publik, tapi frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik yang jumlahnya terbatas.

Lebih lanjut Abdulhamid menjelaskan, semua hal yang terkait dengan publik harus dijamin keterbukaannya, baik itu dari segi keuangan, pengurus, keuangan, hingga keputusan yang dihasilkan. Bahkan dalam menjamin itu, menurut Abdulhamid, tidak hanya memfasilitasi untuk keterbukaan partai politik, juga lembaga survei yang mengadakan perhitungan cepat saat pemilu nanti.

 “Dalam undang-undang keterbukaan publik sudah menjamin adanya akses informasi yang terkait dengan publik. KIP harus menjamin itu dan memang akses publik harus dijamin,” papar Abdulhamid.

Di akhir sosialisasi, Ketua Bawaslu Muhammad menjelaskan, semngat yang diusung surat keputusan bersama itu bukan untuk menghukum peserta pemilu dan lembaga penyiaran. Hal yang ingin ditekankan dalam surat keputusan bersama itu adalah penegakan hukum tentang kampanye pemilu.

“Dengan surat keputusan bersama ini, kita tidak ada lagi partai politik yang melakukan kampanye di masa tenang, kecuali pada jadwalnya. Kita juga tidak ingin lembaga penyiaran meyiarkan program atau iklan kampanye yang bukan pada waktunya,” terang Muhammad.

Selain itu Muhammad mengatakan, gugus tugas nanti akan melakukan rilis hasil pengawasan setelah surat keputusan bersama itu sepakati. “Kami tunggu waktu yang tepat untuk rilisnya. Biar masyarakat tahu partai politik dan lembaga penyiaran yang melanggar aturan ini. Dengan begitu biar masyarakat yang menilai sebagai bahan pilihannya,” ujar Muhammad.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengundang Trans TV guna menyampaikan klarifikasi dalam program siaran “Yuk Keep Smile” (YKS) yang ditemukan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI, Rabu, 5 Maret 2013. Dalam klarifikasi yang berlangsung di salah satu ruangan di kantor KPI Pusat itu, perwakilan Trans TV yang hadir antara lain Komisaris Trans TV, Ishadi SK dan Direktur Utama Trans TV, Atiek Nur Wahyuni beserta jajarannya.

Diawal pertemuan, Ketua bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin menyampaikan pihaknya meminta penjelasan atau klarifikasi terhadap temuan pelanggaran dalam satu acara “YKS”.  “Kami juga meminta penjelasan bagaimana Trans TV melakukan control terhadap acara tersebut yang disiarkan secara langsung selama 4,5 jam mengingat acara ini begitu rentan terhadap pelanggaran bersifat verbal,” katanya di depan rombongan Trans TV yang hadir.

Terkait permintaan KPI Pusat, Ishadi SK mengatakan program “YKS” adalah salah satu program unggulan di Trans TV yang diharapkan terus bersiaran. Untuk itu, segala kritisi dan masukan dari KPI atas pelanggaran yang muncul dalam program tersebut dijanjikan pihak Trans TV akan segera diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan yang akan dilakukan yakni dengan menyeleksi dan melukan test bagi setiap penonton yang hadir di studio agar tidak terjadi kesalahan seperti ungkapan kata-kata yang tidak pantas.

“Selain itu, kami juga akan mengalihkan adegan setiap ada goyangan yang dinilai erotis. Kami pun banyak menyetuh sisi humanisnya salah satunya dengan memberi pertolongan kepada penderita tumor,” tambah Atiek Nur Wahyuni menanggapi apa nilai positif dari program tersebut.

Acara klarifikasi yang berlangsung lebih dari satu jam itu, turut dihadir Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, dan Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily. Pada kesempatan itu, Lily menyampaikan hasil klarifikasi hari ini akan menjadi bahan masukan dalam rapat pleno KPI Pusat mendatang guna menentukan keputusan yang akan diberikan pada program “YKS” Trans TV.

Lily juga meminta Trans TV untuk memperhatikan programnya yang berpotensi melanggar dan bermasalah seperti “Mata Lelaki”. Menurut Lily, setiap program yang dihentikan diminta pihaknya tidak diganti dengan program baru dengan format dan judul yang hampir sama. Program acara Trans TV yang perlu mendapat perhatian yakni SKJ, Oh Ternyata, Soccer Fever, Show Umah dan Indonesia Premier Sinetron yang bernuansa mistik untuk disiarkan di atas pukul 22.00. Demikian juga acara yang ada di Trans7 seperti The Next Mentalist, SMS, Ceplas Ceplos, Wisata Malam, CCTV, Mister Tukul, dan Mata Lelaki. ***

Jakarta - Komisioner terpilih KPID Jawa Tengah periode 2014-2017 mengawali pelaksanaan fungsi tugasnya dengan mengunjungi KPI Pusat. Ketujuh komisioner terpilih hadir dalam kunjungan, yakni Budi Setyo Purnomo, Asep Curantoro, Mulyo Hadi Purnomo, Setiawan Hendra Kelana, Tazqiytul Mutmainah, Ahmad Junaidi, dan Pujo Rahayu. Selain itu, rombongan kunjungan juga turut serta pegawai dan kepala sekretariat KPID Jawa Tengah.

 

Rombongan kunjungan KPID Jawa Tengah langsung diterima oleh sejumlah komisioner yang dipimpin Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muazayyad, kemudian Amirudin, Fajar Arifianto Isnugroho, dan Danang Sangga Buana. Dalam membuka acara, Komisioner KPI Pusat, mengucapkan selamat kepada komisioner terpilih yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan pada 3 Februari lalu.

 

“Teman-teman komisioner KPID Jawa Tengah bisa langsung berdialog dan bertanya pada komisioner KPI Pusat yang hadir saat ini sesuai dengan bidang kerja masing-masing,” kata Fajar membuka pertemuan di Ruang Rapat KPI Pusat, pad Rabu, 5 Maret 2014.

 

Ketua KPID Jawa Tengah Budi Setyo Purnomo mengatakan, kunjungan ke KPI Pusat untuk silaturahmi dan koordinasi kerja agar komisioner KPID Jawa Tengah terpilih bisa langsung berkoordinasi langsung terkait bidang kerja masing-masing. Di antaranya bidang kelembagaan, perizinan, dan isi siaran.

 

Selain itu menurut Budi, hal lain yang ingin dibicarakan terkait Surat Keputusan Bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP), Tentang Kepatuhan Pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilu Melalui Media Penyiaran yang ditandatangani ke empat lembaga pada Jum'at, 28 Februari lalu.

 

Menjawab hal itu, Idy menjelaskan, munculnya surat keputusan bersama itu adalah bentuk dari tafsir kampanye dalam Undang-undang Pemilu yang tafsirnya sering berbeda oleh tiap lembaga. Padahal menurut Idy, apapun yang tampil dan muncul dalam lingkup media penyiaran dan berbau politik dari peserta pemilu tetap masuk kategori kampanye.

 

Munculnya surat keputusan bersama tentang pembatasan iklan itu, menurut Idy, KPI masih dalam koridor wewenangnya. “Kita bergerak atas dasar Undang-undang Penyiaran, tidak boleh ada pemanfaatan frekuensi penyiaran untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Itu yang terpenting dalam surat keputusan bersama itu. Dengan surat keputusan itu, teman-teman KPID juga melakukan pengawasan yang sama dengan lembaga penyiaran di daerah terkait kampanye politik ini,” ujar Idy.

 

Sementara itu Amirudin menjelaskan tentang bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran. Menurut Amir, bidang itu bukan hanya menyangkut tentang perizinan semata, namun juga terkait dengan kewajiban lembaga penyiaran untuk pemenuhan tayangan atau siaran konten lokal yang jumlahnya sepuluh persen dari seluruh siaran lembaga penyaiaran. “Kita harus dapat memastikan dengan lembaga penyiaran kapan konten 10 persen direalisasikan,” ujar Amirudin.

 

Sementara Danang Sangga Buana menjelaskan tentang lembaga penyiaran berlangganan yang saat ini masih dalam tahap rancangan keputusan untuk pengawasannya. “Kita sedang menyusun rancangan keputusan untuk lembaga penyaiaran berlangganan. Kita sudah mengeluarkan surat edaran yang pointnya meminta kepada lembaga penyiaran berlangganan untuk memiliki sensor internal, mengganti siaran iklan luar negeri dengan siaran lokal, uji parental, dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya,” papar Danang.

 

Acara diakhiri dengan makan siang dan dialog masing-masing komisioner berlangsung mandiri mengikuti bidang kerja masing-masing. 

Jakarta - KPI dan 13 kampus negeri yang tergabung dalam Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri Baru (FPPTNB) sepakat untuk bersinergi dan bekerjasama dalam mengawal dunia penyiaran Indonesia melalui penandatanganan memorandum of understanding (MoU), Kamis (6/3) di Kantor KPI, Jalan Gajahmada No.8 Jakarta oleh Ketua KPI Pusat, Dr. Judhariksawan dan Prof. Dr. Bustami Rahman, MSc. selaku koordinator FPPTNB.

FPPTNB ini sendiri meliputi Universitas Bangka Belitung, Universitas Borneo Tarakan, Universitas Musamus Merauke, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Politeknik Negeri Batam, Politekni Negeri Nusa Utara, Politeknik Negeri Bengkalis, Politeknik Negeri Balikpapan, Politeknik Negeri Madura, Politeknik Negeri Fak-Fak, Politeknik Maritim Negeri Indonesia Semarang, dan Politeknik Negeri Madiun.

Ini sebuah langkah awal untuk melakukan kerjasama saling memberikan penguatan dalam memantau dan mengkaji permasalahan penyiaran, terutama berkenaan dengan penyiaran pemilu untuk memastikan penyiaran yang menggunakan frekuensi milik publik tidak dimanfaatkan secara parsial dan terbatas.

“Kami sangat berharap lembaga penyiaran memberikan pencerahan kepada publik, termasuk melakukan pendekatan maksimal agar masyarakat kita lebih melek media lalu cerdas politik dalam situasional pemilu 2014 ini, bukan sebaliknya,” kata Bustami yang juga Rektor Universitas Bangka Belitung.

Menurutnya, kalangan kampus berharap lembaga penyiaran harus dapat mengembalikan fungsi kepentingan media sebagai entitas pendidikan  sosio politik yang dapat membesarkan dan menyemangati negeri ini, khususnya lagi bersegera menuntaskan kerja-kerja besar negeri ini kedepan. Setidaknya lewat eksistensi lembaga-lembaga penyiaran seperti televisi dan radio yang adil dan proporsional serta mampu menempatkan diri secara independen dan tidak condong (partisan), lanjut Bustami.

Ditambahkan Bustami, tingkat partisipasi publik dalam pemilu yang mengalami trend penurunan seharusnya dapat ditingkatkan oleh peran media penyiaran dalam menyajikan informasi kepemiluan secara utuh, adil dan berimbang.  Harapannya,  jangan sampai ada media yang terkooptasi karena dikhawatirkan akan menawarkan informasi yang tidak obyektif.

“Kalau ini dibiarkan akan tidak sehat bagi dunia penyiaran dan politik kita. Pengaruh dan jangkauan penyiaran khususnya televisi kan sangat luas. Sementara tidak semua masyarakat pemirsa TV sudah melek media dan politik ,” imbuh Bustami.


Karena itu dalam jangka menengah FPPTNB akan turut mendorong tumbuhnya komunitas-komunitas masyarakat yang bisa mengkritisi siaran serta menjadi pengamat siaran, bukan semata penikmat siaran. Di tingkat daerah, FPPTNB akan bersinergi dengan KPID untuk membangun kesadaran masyarakat di daerah terhadap pengaruh media, serta menggalakkan kajian dan penelitian tentang media untuk meningkatkan kualitas penyiaran Indonesia.

Apalagi positioning perguruan tinggi negeri dalam FPPTNB ini berbasis pada kawasan terdepan dan terluar. Penyiaran di daerah perbatasan juga akan menjadi perhatian ke depan, terkait dengan penegakan kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari perspektif penyiaran.

KPI menyambut baik komitmen kalangan kampus untuk terlibat secara langsung dalam mengawal lembaga penyiaran agar tetap berada dalam koridor fungsinya sebagaimana dinyatakan undang-undang, yakni sebagai sarana informasi, pendidikan, hiburan yang sehat serta kontrol dan perekat sosial.

“KPI memang sangat memerlukan dukungan dan perspektif akademis yang dapat menilai dan memberikan masukan seputar penyiaran secara obyektif,” papar Judhariksawan.
Judhariksawan berharap akan semakin banyak kampus yang dapat bersinergi dengan KPI untuk merubah kondisi penyiaran menjadi lebih baik. (*)
 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi Publik (KIP) bersepakat meminta semua lembaga penyiaran dan peserta pemilu untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan iklan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye pemilu melalui iklan media elektronik sebagaimana diatur dalam pasal 83 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 dan Peraturan KPI tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, yakni terhitung dari tanggal 16 Maret 2014 hingga 5 April 2014. Hal tersebut tertuang dalam butir pertama kesepakatan bersama antara keempat lembaga negara tersebut tentang ketaatan ketentuan pelaksanaan kampanye dalam media penyiaran yang ditandatangani sore ini di kantor Bawaslu (28/2).

Dalam kesepahaman tersebut diingatkan juga beberapa ketentuan dalam peraturan KPU tentang penyiaran iklan kampanye, masa tenang, penyiaran jejak pendapat dan penyiaran pengumuman prakiraan hasil hitung cepat pemilu. Kesepakatan bersama ini ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad, dan Ketua KIP Abdul Hamid Dipopramono.

Judhariksawan dalam sambutan usai penandatanganan menyampaikan, kesepahaman ini adalah upaya KPI dan keempat lembaga negara yang diamanatkan undang-undang, untuk melindungi publik dalam mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang. “KPI mendapatkan keluhan dari masyarakat karena frekuensi yang merupakan ranah publik ini digunakan sekelompok orang yang menguasainya untuk kepentingannya sendiri”, ujarnya.
Ketidakseimbangan informasi, dalam konteks politik dan pemilu ini yang menimbulkan keresahan. Apalagi, tambah Judha, masyarakat memahami bahwasanya masa kampanye di lembaga penyiaran belumlah dimulai. Demi menjaga informasi yang berimbang, akurat dan adil, serta penyampaian pendidikan politik yang baik bagi masyarakat maka iklan-iklan politik dan iklan kampanye harus dihentikan.

Judha mengingatkan bahwa lembaga penyiaran punya tanggung jawab sosial mengelola informasi untuk kepentingan publik,  yang menjadi alasan kenapa pengelolaan frekuensi diberikan padanya para proses awal perizinan. Atas dasar filosofis, etika dan ideologis itulah penghentian iklan-iklan politik dan iklan kampanye ini dilakukan. Salah satunya demi teredukasinya masyarakat dengan baik.

Di lain pihak, KPI mengharapkan partisipasi lembaga penyiaran dalam menyiarkan kegiatan kepemiluan yang akurat dan berimbang. Sehingga lembaga penyiaran jug berkontribusi menekan angka golongan putih serta meningkatkan partisipasi pemilih.

Sementara menurut Husni Kamil Manik, kesepakatan ini diambil untuk menyikapi fenomena yang ada di layar televisi. Lembaga penyiaran menyiarkan iklan yang arahnya kampanye, ujar Husni. “Undang-undang pemilu memang mensyaratkan adanya akumulasi untuk menetapkan definisi kampanye”, tuturnya. Namun demikian jika itu yang dijadikan sandaran untuk menilai iklan-iklan yang ada di televisi, tentunya tidak akan ketemu, kampanye di luar jadwal itu. Karenanya, kami meminta partai politik menghentikan kegiatan penyiaran yang mengarah kepada kampanye di lembaga penyiaran.  Husni menegaskan, aturan yang ada telah membatasi bahwa iklan kampanye di media massa hanya diperbolehkan pada masa 21 hari sebelum hari tenang.

Adapun Ketua Bawaslu, Muhammad, menekankan bahwa pihaknya akan memonitor sejauh mana kepatuhan partai politik terhadap aturan ini. Pemilihan Umum bukanlah hajatan empat lembaga ini, ujar Muhammad. Melainkan hajatan masyarakat dalam memilih kembali wakil-wakilnya serta pemimpin bangsa. “Kesepakatan ini adalah hasil ijtihad dan istikharah 4 lembaga negara yang kemudian dikunci oleh Komisi I DPR”, ujarnya. Lebih dari itu, di atas segalanya, Muhammad mengajak lembaga penyiaran dan partai politik memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat Indonesia. 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.