Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan tentang potensi pelanggaran terhadap pasal 36 (5) huruf a Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi: “Isi siaran dilarang: a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau berbohong.”dalam penyiaran quick count, real count, atau klaim kemenangan dari calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2014. Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan, di kantor KPI Pusat, di Jakarta (11/7).


Penayangan informasi quick count terus menerus dan berlebihan telah mengakibatkan munculnya persepsi masyarakat tentang hasil pemilihan presiden yang berpotensi menimbulkan situasi yang tidak kondusif. Padahal quick count yang berasal dari lembaga-lembaga survei saat ini menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu diuji keabsahannya. Di sisi lain, lembaga penyiaran mempunyai kewajiban untuk menyiarkan data yang akurat di tengah masyarakat, agar tidak terjadi penyesatan informasi. Sedangkan untuk real count merupakan kewenangan penuh dari penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum. Lembaga Penyiaran tidak pantas menyiarkan hasil yang diperoleh selain dari KPU, karena tentu saja informasi tersebut menyesatkan masyarakat.
 
KPI juga menilai bahwa siaran klaim kemenangan sepihak dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden serta pemberian ucapan selamat merupakan penyesatan informasi. Masyarakat seakan dipaksa menerima seolah-oleh proses pemilihan presiden ini telah selesai dan negeri ini sudah memiliki presiden baru. Padahal, hasil dari proses demokrasi langsung ini baru diumumkan oleh KPU pada 22 Juli mendatang.
 
Oleh karena itu seluruh lembaga penyiaran harus  menghentikan siaran quick count, real count, klaim kemenangan dan ucapan selamat secara sepihak kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sampai tanggal 22 Juli 2014. Langkah ini diambil KPI dengan pertimbangan kepentingan publik yang lebih besar dan menjaga integrasi nasional. KPI juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap lembaga penyiaran yang berusaha netral dan tidak lagi menyiarkan hasil quick count, real count dan saling klaim kemenangan serta mengucapkan selamat kepada salah satu calon. Selain itu KPI juga meminta lembaga penyiaran turut membantu KPU agar dapat bekerja dengan tenang menyelesaikan tugasnya menyelesaikan semua proses pemilu.
 
KPI mengingatkan bahwa lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Sehingga lembaga penyiaran tidak boleh menyampaikan muatan siaran yang mengarah pada adu domba, merusak integritas berbangsa dan bernegara, serta  cenderung membela kepentingan golongan dan kelompok tertentu.


Ketua KPI Pusat



DR. Judhariksawan, SH., MH.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan tentang potensi pelanggaran terhadap pasal 36 (5) huruf a Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi: “Isi siaran dilarang: a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau berbohong.”dalam penyiaran quick count, real count, atau klaim kemenangan dari calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2014. Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan, di kantor KPI Pusat, di Jakarta (11/7).

Penayangan informasi quick count terus menerus dan berlebihan telah mengakibatkan munculnya persepsi masyarakat tentang hasil pemilihan presiden yang berpotensi menimbulkan situasi yang tidak kondusif. Padahal quick count yang berasal dari lembaga-lembaga survei saat ini menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu diuji keabsahannya. Di sisi lain, lembaga penyiaran mempunyai kewajiban untuk menyiarkan data yang akurat di tengah masyarakat, agar tidak terjadi penyesatan informasi. Sedangkan untuk real count merupakan kewenangan penuh dari penyelenggara Pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum. Lembaga Penyiaran tidak pantas menyiarkan hasil yang diperoleh selain dari KPU, karena tentu saja informasi tersebut menyesatkan masyarakat.

KPI juga menilai bahwa siaran klaim kemenangan sepihak dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden serta pemberian ucapan selamat merupakan penyesatan informasi. Masyarakat seakan dipaksa menerima seolah-oleh proses pemilihan presiden ini telah selesai dan negeri ini sudah memiliki presiden baru. Padahal, hasil dari proses demokrasi langsung ini baru diumumkan oleh KPU pada 22 Juli mendatang.

Oleh karena itu seluruh lembaga penyiaran harus  menghentikan siaran quick count, real count,  klaim kemenangan dan ucapan selamat secara sepihak kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sampai tanggal 22 Juli 2014. Langkah ini diambil KPI dengan pertimbangan kepentingan publik yang lebih besar dan menjaga integrasi nasional. KPI juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap lembaga penyiaran yang berusaha netral dan tidak lagi menyiarkan hasil quick count, real count dan saling klaim kemenangan serta mengucapkan selamat kepada salah satu calon. Selain itu KPI juga meminta lembaga penyiaran turut membantu KPU agar dapat bekerja dengan tenang menyelesaikan tugasnya menyelesaikan semua proses pemilu.

KPI mengingatkan bahwa lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Sehingga lembaga penyiaran tidak boleh menyampaikan muatan siaran yang mengarah pada adu domba, merusak integritas berbangsa dan bernegara, serta  cenderung membela kepentingan golongan dan kelompok tertentu.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa penyiaran quick count (hitung cepat), survey dan exit poll dalam pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden  bukanlah merupakan perhitungan suara resmi. Hal ini untuk menjamin masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan amanat undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, hari ini (9/7).

KPI meminta lembaga penyiaran menyampaikan pula bahwa perhitungan suara resmi yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan adalah perhitungan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas untuk melakukan rekapitulasi hasil perhitungan, menetapkan serta mengumumkan hasil Pemilihan Umum secara nasional yang dilakukan pada 22 Juli 2014.

KPI meminta seluruh lembaga penyiaran menahan diri dan bersikap proporsional dalam penyiaran mengenai quick count atau hitung cepat ini. Lembaga penyiaran diharap tidak melebih-lebihkan penyiaran hitung cepat ini sehingga menimbulkan klaim kemenangan salah satu pihak. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak buruk yang memicu disintegrasi dan provokasi di tengah masyarakat. KPI mengingatkan bahwa lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab untuk turut serta menjaga keutuhan Bangsa dan Negara demi terciptanya proses demokrasi yang baik sesuai dengan harapan kita semua.

Pengumuman Uji Publik Calon Anggota KPID Kalimantan Selatan
Periode 2014-2017

Dengan ini diumumkan, nama-nama calon anggota KPID Kalimantan Selatan 2014-2017 yang termasuk dalam proses Uji Publik sebagai berikut:
1.    Hesly Junianto, S.H., MH
2.    Atika Rusli, S.IP., M.Si.
3.    Barmawi, SE., S.Pd., M.I.Kom
4.    Favi Aditya Ikhsan
5.    Muhammad Riza Abqary, S.IP
6.    Wawan Wirawan, S.Pd.I
7.    Yuniarti, S.Pi
8.    Dr Ahmad Syaufi, SH., MH
9.    Rahmadiansyah
10.    FDaddy Fahmanadie, SH., LL.M
11.    Hj Noor Dachliyanie Adul., SH., MH
12.    Muhammad Rizal Fahmi, S.Pd.I
13.    Yuniar Siska Novianti, ST.
14.    Ihsan Rahmani, S.Pd.I
15.    Muhammad Syaukani, ST., M.Cs
16.    Franky Glenn Valery Nayoan, SE, M.I.Kom
17.    Abdul Haliq, S.Sos., M.Si
18.    Sulisno, S.Sn., MA
19.    Marliyana, SP
20.    Muhayat, M.IT
21.    Drs Sayed Achmad, MM
22.    Drs Milyani MAP
23.    Drs Guperan Sahyar Gani, S.Pd
24.    Arif Mukhyar, M.Pun. Il.Law
25.    Muhammad Radini, S.H.I
Kepada masyarakat yang merasa keberatan terhadap nama-nama tersebut di atas dapat menyampaikan tanggapan dan masuka secara resmi (tertulis) kepada Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Selatan mulai tangggal 10 s/d 20 Juli 2014

Tim Seleksi Calon Anggota KPID
Kalimantan Selatan 2014-2017
Ketua


Drs Noor Hidayat Sultan

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima aduan terkait salah satu adegan/ucapan dalam tayangan sinetron “Catatan Hati Seorang Istri” (CHSI) yang tayang di RCTI setiap hari pukul 20.15 WIB. Aduan datang dari Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) yang mendatangi Gedung KPI, Selasa, 08 Juli 2014.

Pengurus POTADS datang ke KPI bersama sejumlah pengurus lainnya yang dipimpin olehNoni Fadillah. Pengurus POTADS diterima oleh Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat M. Arifin, Agatha Lily, dan Fajar Arifianto Isnugroho.

Dalam aduannya, Noni menjelaskan, sinetron CHSI dalam beberapa episode tayangannya menggunakan istilah “penyakit” Down Syndrome. Menurut Noni, organisasinya keberatan dengan penyebutan istilah itu itu. Apalagi menurut Noni, dalam alur cerita sinetron CHSI sudah mengarah pada stigma pada Down Syndrom.

“Melihat alur cerita saat ini, CHSI menimbulkan pemahaman bagi orang awam, bahwa anak yang lahir menyandang Down Syndrome disebabkan karena suatu dosa, kutukan, karma. Padahal tidak demikian,” kata Noni.

Noni juga menjelaskan, Down Syndrom bukan penyakit. Sebutan untuk mereka adalah penyandang atau anak yang terlahir dengan Down Syndrome. Dari hasil penelitian kedokteran, orang tua yang melahirkan anak dengan Down Syndrome pada umumnya akan mudah mengalami stres, mudah marah, perasaan bersalah, dan sebagainya. "Ini akan berlarut jika terus menonton tayangan CHSI," ujar Noni.

Down Syndrome terbentuk karena suatu abnormalitas atau kesalahan perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan saat bertemunya sel telur dan sperma.  

“Kami meminta kepada lembaga penyiaran atau rumah produksi meluruskan tentang Down Syndrome, bukan disebabkan karena dosa, karma, kutukan, dan tidak menggunakan kalimat yang dapat menyesatkan pandangan masyarakat tentang Down Syndrome,” ujar Noni.

Setelah mendengar penjelasan dari pengurus POTADS, Komisioner KPI Bidang Isi Siaran Rahmat mengatakan akan mengeluarkan surat edaran kepada semua lembaga penyiaran tentang penggunaan istilah yang sesuai dengan rumpun bidang-bidang tertentu, serta tidak menyinggung pihak lain untuk seluruh program acara. “Dengan adanya dialog dan penjelasan yang detail seperti ini membuat kami bisa lebih tahu dan belajar tentang Down Syndrome,” ujar Rahmat.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.