Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran untuk program “Anak Jalanan” RCTI karena didapati melanggar aturan P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian dituliskan dalam surat teguran KPI Pusat untuk RCTI yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, Jumat, 6 Januari 2017.
Berdasarkan hasil pemantauan KPI Pusat dan pengaduan masyarakat, pelanggaran pada Program Siaran “Anak Jalanan” RCTI terjadi pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 20.38 WIB. Program tersebut menayangkan adegan perkelahian antara sekelompok pemuda.
KPI Pusat menilai muatan itu tidak dapat ditayangkan karena dapat memberi pengaruh buruk kepada khalayak yang menonton, terutama anak-anak dan remaja. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak dan remaja serta penggolongan program siaran.
Tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 Ayat (1) serta Pasal 37 Ayat (4) huruf a.
Selain itu, berdasrkan hasil pemantauan KPI Pusat, program siaran yang sama kerap menayangkan adegan perkelahian di setiap episode sehingga dapat memberikan contoh perilaku buruk bagi anak-anak dan remaja yang menonton.
Peringatan untuk Trans TV dan Trans 7
Di hari yang sama, Jumat, 6 Januari 2017, KPI Pusat memberikan peringatan untuk program siaran “TRANSMEDIA 15 YOU” yang ditayangkan oleh stasiun Trans TV dan Trans 7 pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 18.37 WIB. Program itu dinilai KPI Pusat tidak memperhatikan ketentuan tentang norma kesopanan dan kesusilaan yang telah diatur dalam P3 dan SPS KPI Tahun 2012. Program siaran tersebut menampilkan pengisi acara wanita menyanyi dengan kostum yang memperlihatkan belahan dada. Dalam surat peringatannya, KPI Pusat mengharap Trans TV dan Trans 7 untuk senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran. ***
Jakarta – Mengawali kegiatan tahun 2017, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan pertemuan dengan Lembaga Sensor Film (LSF), Kamis, 5 Januari 2017. Pertemuan KPI Pusat dan LSF ini bertajuk silaturahmi dan koordinasi.
Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan, pihaknya menyambut baik dan menghargai adanya pertemuan dengan LSF bertajuk koordinasi ini. Menurutnya, pertemuan seperti ini dapat membuahkan solusi dan juga masukan terkait berbagai persoalan sensor khususnya di lembaga penyiaran televisi.
Sementara itu, di awal pertemuan tersebut, Ketua LSF Ahmad Yani Basuki memperkenalkan ke 17 anggota LSF ke Komisioner KPI Pusat. Dia juga menyampaikan presentasi mengenai tugas dan fungsi LSF sesuai dengan UU Perfilman tahun 2009.
Pertemuan yang berlangsung dinamis sejak pagi hingga tengah hari di Kantor LSF itu juga membahas berbagai persoalan seputar film dan konten siaran di lembaga penyiaran televisi. Dalam pertemuan itu, hadir pula Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin serta Komisioner KPI Pusat lainnya antara lain, H. Obsatar Sinaga, Hardly Stefano, Ubaidillah, Nuning Rodiyah, Agung Suprio, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini. ***
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ingatkan pengelola televisi akan 7 (tujuh) komitmen yang telah ditandatangani dalam proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) untuk 10 (sepuluh) televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional. Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menyatakan bahwa KPI berkepentingan agar sepuluh televisi yang mendapatkan perpanjangan IPP tersebut bersungguh-sungguh dalam menjalankan komitmen yang berbunyi:
1. Sanggup untuk melaksanakan seluruh ketentuan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan kebijakan KPI sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2. Sanggup menjalankan fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial dalam rangka membangun karakter bangsa.
3. Sanggup untuk menjaga independensi dan keberimbangan isi siaran program jurnalistik, tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran.
4. Sanggup untuk menjaga independensi dan keberimbangan terkait dengan penyelenggaran Pemilihan Umum meliputi: a. Pemilihan kepala daerah; b. Pemilihan anggota legislatif tingkat daerah dan pusat; c. Pemilihan presiden dan wakil presiden; d. Kegiatan peserta pemilihan umum (Pemilu) dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta Pemilu; e. Pemberitaan dan penyiaran yang berbentuk penyampaian pesan-pesan kampanye oleh partai politik kepada masyarakat melalui lembaga penyiaran secara berulang-ulang.
5. Sanggup melaksanakan penayangan yang menghormati ranah privat dan pro justicia yang mengedepankan asas praduga tak bersalah secara proporsional dan profesional.
6. Sanggup untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, antara lain berupa penggunaan bahasa isyarat dalam program siaran berita.
7. Bersedia untuk dilakukan evaluasi secara berkala setiap tahun terhadap seluruh pelaksanaan komitmen dan bersedia untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hal tersebut dikatakan Yuliandre dalam acara Refleksi Akhir Tahun KPI Pusat 2016, sekaligus menyampaikan kinerja lembaga ini sepanjang tahun 2016 kepada publik. Selain mengingatkan tujuh komitmen, Yuliandre menyampaikan tentang kewajiban menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dalam pasal 38 Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) menyebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memulai siaran dengan menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan mengakhir siaran dengan menyiarkan lagu wajib nasional. Dirinya berharap hal tersebut menjadi salah satu wujud kontribusi lembaga penyiaran dalam mengembangkan semangat nasionalisme dan cinta tanah air. Yang jelas, ujar Yuliandre, pada tahun 2017 KPI akan melakukan pengawasan terhadap penayangan ILM dan penyiaran lagu nasional tersebut. “Mengingat dua hal tersebut telah tercantum dalam P3 & SPS 2012, penegakan aturan tersebut akan diimbangi dengan pemberian sanksi jika terjadi pelanggaran”, ujar Yuliandre.
Sepanjang 2016 ini, KPI telah mengeluarkan 169 sanksi administratif yang terdiri atas 151 teguran tertulis, 14 teguran tertulis kedua, dan 4 penghentian sementara. Data KPI menunjukkan 4 sanksi penghentian sementara tersebut diberikan pada 3 program infotainment (Fokus Selebriti, Obsesi dan Selebrita Siang) dan 1 program variety show (Happy Show).
Yuliandre melihat, ada dominasi penghentian sementara pada program infotainment tersebut sejalan dengan hasil Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang dilakukan sepanjang 2016. Dalam lima kali survey, program infotainment selalu mendapatkan nilai indeks yang rendah.
Untuk itu, Yuliandre berharap agar lembaga penyiaran, khususnya televisi melakukan koreksi total terhadap program infotainment. “Catatan dari hasil survey menunjukkan rendahnya nilai indek melindungi kepentingan publik dan menghormati kehidupan pribadi”, ujarnya. Karenanya, KPI juga meminta pada pengiklan untuk mempertimbangkan ulang penempatan produk-produknya pada program-program siaran yang kerap kali mendapatkan sanksi dari KPI dan dinilai berkualitas rendah oleh masyarakat.
Ke depan, tambah Yuliandre, KPI akan meningkatkan pengawasan terhadap penyiaran politik seiring dengan dibentuknya Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota melalui lembaga penyiaran. KPI berharap, masyarakat mendapatkan informasi yang akurat, adil dan berimbang melalui lembaga penyiaran, yang dapat memandu mereka dalam menentukan pilihan politik yang tepat untuk kepentingan bangsa.
Yogyakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY jelang akhir tahun 2016 ini terus mendorong Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) baik radio maupun televisi untuk merealisasikan minimal 10 persen konten siaran lokal sesuai peraturan yang belaku. Pasalnya hal tersebut merupakan kesanggupan yang sudah disampaikan saat pertama mengajukan hak penyelenggaraan penyiaran di Yogyakarta.
"Saat pertama mereka mengajukan ijin sudah sepakat dan bersedia mematuhi aturan termasuk alokasi siaran lokal minimal 10 persen dari total seluruh jam siar yang dimiliki. Ketika hingga saat ini belum direalisasi, tidak ada salahnya dan sudah sepantasnya kami menagihnya," tutur Komisioner KPID DIY yang membidangi Isi Siaran Supadiyanto kepada KRjogja.com, Senin (26/12/2016).
Namun begitu Supadiyanto sudah memberi apresiasi terhadap LPS yang awalnya hanya mengalokasikan siaran lokal dalam hitungan menit, kini sudah meningkat pada hitungan jam. Hanya saja sayang, siaran lokal khususnya di televisi masih ditempatkan dalam jam-jam 'hantu' atau dini hari yang jarang diakses pemirsa.
"Padahal ada ketentuan lain minimal 30 persennya harus ditayangkan dalam jam-jam tayang prima antara Pukul 08.00-22.00 WIB. Sedang radio hingga pukul 23.00 WIB. Aturan ini yang masih belum dipenuhi secara maksimal," lanjut Supadiyanto. Malahan ditegaskan pria yang akrab disapa Spd tersebut, berdasarkan pantauan yang dilakukan KPID DIY banyak siaran lokal yang justru diulang-ulang. Artinya tidak lagi ada produksi baru karena produksi yang ditayangkan sudah lama.
"Ironisnya ada beberapa LPS yang tidak memiliki kantor cabang di Yogyakarta. Bagaimana mau membuat produksi siaran lokal jika kantor saja tidak punya. Padahal sudah semestinya hal itu dilakukan karena selain menjami kualitas, juga memberikan kesejahteraan pada masyarakat lokal," jelasnya. Sehingga dengan disahkannya Perda No 13 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penyiaran di DIY, Supadiyanto berharap LPS makin komitmen untuk memberikan sajian siaran lokal. Sebab hal tersebut juga ditegaskan dalam perda tersebut termasuk sanksi yang diberikan jika tidak melaksanakan aturan. (Krjogja.com)
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendapati adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 terkait penyiaran siaran asing oleh Global TV. Akibat pelanggaran itu, KPI Pusat melayangkan sanksi teguran kepada Global TV, Jumat, 16 Desember 2016.
Dalam surat sanksinya, KPI Pusat menyampaikan alasan diberikan sanksi teguran untuk Global TV. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Pada tanggal 1 November 2016 stasiun Global TV menayangkan program siaran asing sebanyak 10 (sepuluh) program atau 42% (empat puluh dua per seratus) dari keseluruhan mata acara dengan durasi bersih 8 (delapan) jam 29 (dua puluh sembilan) menit atau 45% (empat puluh lima per seratus) dari waktu siar selama 24 (dua puluh empat) jam;
2. Pada tanggal 2 November 2016 stasiun Global TV menayangkan program siaran asing sebanyak 10 (sepuluh) program atau 43% (empat puluh dua per seratus) dari keseluruhan mata acara dengan durasi bersih 8 (delapan) jam 30 (tiga puluh) menit atau 46% (empat puluh enam per seratus) dari waktu siar selama 24 (dua puluh empat) jam;
3. Pada tanggal 3 November 2016 stasiun Global TV menayangkan program siaran asing sebanyak 12 (dua belas) program atau 55% (lima puluh lima per seratus) dari keseluruhan mata acara dengan durasi bersih 10 (sepuluh) jam 55 (lima puluh lima) menit atau 59% (lima puluh sembilan per seratus) dari waktu siar selama 24 (dua puluh empat) jam;
4. Pada Pasal 36 Ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) mengatur “isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri”;
5. Pada Pasal 67 Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 disebutkan “program siaran asing dapat disiarkan dengan ketentuan tidak melebihi 30% (tiga puluh per seratus) dari waktu siaran per hari”;
6. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, program siaran asing yang ditayangkan oleh stasiun Global TV telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan.
Di akhir surat teguran, KPI Pusat meminta Global TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan program siaran.
“Naila” SCTV Ditegur
Selain melayangkan surat teguran untuk Global TV, KPI Pusat juga memberi sanksi teguran untuk program siaran “Naila” SCTV, Jumat, 16 Desember 2016. Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, KPI Pusat telah menemukan pelanggaran dalam program siaran yang ditayangkan oleh stasiun SCTV pada tanggal 5 Desember 2016 pukul 17.48 WIB.
Pada program tersebut terdapat perkataan beberapa anak perempuan “Tuh ‘kan, apa aku bilang, mama tiri itu ‘kan jahat. Makanya bilang sama papa kamu, jangan mau punya ibu tiri. Kalau papa aku si baik nggak bakal ngasi aku ibu tiri kaya kamu”, dan “Iya, ‘kan ibu tiri itu jahat, suka ngurung, nggak dikasi makan nanti kurus kering kayak nenek-nenek”.
Muatan demikian berpotensi memberikan contoh perilaku buruk yang dapat ditiru khalayak anak-anak dan remaja yang menonton. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja serta penggolongan program siaran.
Dalam surat sanksinya, KPI Pusat meminta SCTV segera melakukan evaluasi internal serta tidak mengulangi kesalahan yang sama, baik pada program sejenis maupun program lainnya. SCTV juga diwajibkan menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***
Seharusnya adegan mesra antara anak perempuan dan laki laki yg ada dalam film shinbi's house di skip karena tidak ada manfaatnya bagi anak anak yg sering menonton kartun tersebut,lebih baik kartun yg lebih ke genre fantasy tanpa adanya scene romantis.dikarenakan pada usia anak anak lebih banyak berimajinasi.Mohon untuk ditanggapi..