Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghimbau kepada seluruh lembaga penyiaran agar turut berperan serta menjaga situasi dan kondisi masyarakat agar lebih kondusif pada sebelum, saat pelaksanaan, dan pasca putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2014 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Suasana kondusif ini bisa dilakukan dengan menyajikan informasi dan liputan secara objektif tanpa eksploitasi yang berlebihan yang mengarah pada provokasi yang dapat menimbulkan dan berpotensi menimbulkan kekisruhan, mengganggu keamanan, dan ketertiban umum.
KPI mengingatkan hal ini karena berdasarkan UU Penyiaran, lembaga penyiaran berkewajiban untuk memperkukuh integrasi nasional. Atas kerja sama dan peran serta seluruh lembaga penyiaran dalam upaya menciptakan kondisi yang kondusif diucapkan terima kasih.
Yogyakarta - Anak dan remaja adalah segmen yang harus dilindungi karena paling rentan terkena dampak negatif tv, begitulah benang merah literasi media yang diselenggarakan KPI Pusat bersama KPID Yogyakarta 20 Agustus 2014 yang lalu. Bertempat di @Hom Platinum Hotel di daerah Gowongan. Literasi media ini dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat antara lain perwakilan lembaga penyiaran, Majelis Ulama Indonesia, Tokoh Nahdlatul Ulama, Tokoh Muhammadiyah, Guru, pelajar dan orang tua.
Acara dibuka tepat pukul 09:00, yang diawali dengan sambutan dari Ketua KPID Yogyakarta,Tri Suparyanto, dan laporan kegiatan oleh Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang. Hadir sebagai narasumber Dyna Herlina Suwarto, M.Sc perwakilan akademisi, Agatha Lily Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran. Acara yang dipandu oleh Sukiratnasari, Komisioner KPID Yogya berlangsung 2 jam.
Dyna Herlina Suwarto membuka presentasinya dengan kalimat “You is What You Watch”. Background knowledge sangat mempengaruhi cara kita mengkonsumsi media untuk mendapatkan informasi yang kita butuhkan.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily menyampaikan di tengah terpaan media yang sangat masif, diperlukan daya kritis untuk memilih tayangan televisi yang baik bagi anak-anak dan remaja. Banyak sekali muatan negatif yang KPI temukan seperti adegan kekerasan, dialog vulgar, adegan percintaan, adegan bunuh diri dan gaya hidup bebas serta muatan tidak pantas lainnya yang ditemukan dalam program anak dan kartun. Padahal masa anak-anak adalah masa yang paling rentan terpengaruh terpaan media karena mereka belum memiliki daya seleksi terhadap apa yang mereka tonton.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa muatan negatif terutama pornografi di televisi dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan mental anak-anak dan remaja. Anak yang kecanduan menonton televisi akan mengalami penyimpangan perilaku seperti malas bicara, enggan bersosialisasi, gangguan penglihatan dan pendengaran, apatis terhadap lingkungan sekitar, hedonis dan materialistis. Dalam kesempatan ini, Lily mengingatkan sekedar memberikan teguran dan menghentikan program oleh KPI tidak serta merta membuat kualitas penyiaran menjadi baik. Diperlukan kesadaran bersama dari semua lembaga penyiaran untuk melindungi anak remaja generasi harapan bangsa.
Tri Suparyanto selaku Ketua KPID Yogyakarta juga membenarkan tidak ada orang yang sukses karena menonton tv melainkan karena banyak membaca buku.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan teguran kedua untuk program siaran “Ripley’s Believe Or Not” yang ditayangkan stasiun televise ANTV. Teguran ini diberikan setelah program tersebut kedapatan melanggar aturan P3 dan SPS KPI tahun 2012 pada 10 Agustus 2014 pukul 07:47 WIB. Demikian ditegaskan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam surat teguran yang ditandatangani pada Selasa, 19 Agustus 2014.
Menurut Judha, program tersebut secara eksplisit menayangkan adegan berbahaya seorang wanita berjalan di atas pecahan kaca tanpa menggunakan alas kaki. Selain itu, terdapat pula adegan dimana seorang wanita ditimbun banyak pecahan kaca hingga lehernya. “Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak-anak dan remaja, ketentuan jam tayang serta penggolongan program siaran yang diatur dalam P3 dan SPS,” katanya.
Pasal yang dilanggar yakni Pasal 14 dan Pasal 21 ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) serta Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (4) huruf a Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012.
Menurut catatan KPI Pusat, sebelumnya program ini telah menerima surat teguran tertulis pertama dengan No. 1550/K/KPI/07/14 tertanggal 2 Juli 2014. Secara lisan KPI Pusat telah beberapa kali menyampaikan kepada pihak bersangkutan untuk melakukan editing secara sempurna terhadap adegan-adegan berbahaya pada program ini. Bahkan, KPI meminta ANTV untuk mematuhi ketentuan jam tayang dewasa yakni di atas pukul 22.00 WIB.
Dalam surat teguran kedua itu, KPI Pusat menegaskan akan terus melakukan pemantauan dan meningkatkan sanksi yang lebih berat jika pihak terkait tidak mengindahkan teguran ini.
Yogyakarta - Penyamaan persepsi terhadap peraturan KPI - P3SPS diperlukan untuk menghasilkan program yang berkualitas. Agatha Lily, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran yang menjadi narasumber dalam acara TVRI tersebut menyadari bahwa pelatihan semacam ini masih sangat minim dilakukan terhadap lembaga penyiaran padahal ini adalah amanat UU Penyiaran. Bertempat di Hotel Cakra Kembang Yogyakarta, 19 Agustus 2014, acara tersebut dihadiri oleh Kabid Program TVRI Pusat dan Yogyakarta, Perwakilan Kepsta TVRI Yogyakarta, Kabid Program, Kepala Seksi Pengembangan Usaha, Produser dan Editor TVRI Yogyakarta.
Sejumlah pertanyaan kritis ditujukan kepada KPI terkait peran dan kewenangan KPI, batasan dan larangan di dalam P3SPS, sanksi yang dapat diberikan KPI kepada lembaga penyiaran, penanganan pengaduan masyarakat dan perlakuan yang adil terhadap lembaga penyiaran serta parameter lain di luar rating untuk mengukur kualitas siaran.
Peserta pelatihan dari TVRI mengapresiasi kinerja KPI yang semakin baik dari tahun ke tahun dan akan mendukung langkah KPI untuk bersikap tegas dalam menyikapi tayangan-tayangan yang merusak masa depan anak generasi penerus bangsa. Dalam kesempatan tersebut, Agatha Lily mengingatkan bahwa lembaga penyiaran publik menanggung beban dan tanggung jawab 2 kali lipat dibandingkan TV swasta karena TV publik harus netral, berimbang dan tidak komersil.
Dalam setiap program, TVRI berperan sangat penting untuk menjadi TV terdepan dalam mencerdaskan bangsa. Program TVRI yang baikpun tak luput dari perhatian KPI. Sebagai contoh, Program Jelang Beduk Ramadhan mendapat apresiasi dari KPI dan MUI sebagai kategori baik. Apresiasi ini dibutuhkan disamping punishment agar masyarakat memperoleh informasi mana tayangan-tayangan yang inspiratif, mendidik dan menghibur. KPI mengingatkan juga agar TVRI tidak berpatokan hanya pada rating semata, ukuran-ukuran kualitatif hendaknya menjadi tolok ukur TVRI dalam menyajikan program-programnya kepada masyarakat.
MATARAM – Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat H. Muhamad Amin, SH atas nama Gubernur mengambil sumpah jabatan dan melantik tujuh komisioner baru KPID NTB masa bakti 2014-2017. Pelantikan berlangsung di Ruang Rapat Utama (RRU) Gubernur, pada Jumat, 15 Agustus 2014.
Komisioner yang dilantik adalah Badrun AM., S.Sos.I, Sukri Aruman S.Pt, Lalu Sukron Prayogi S.Pd, Maryati SH., MH, Suhadah SE., M.Si, Rifky Anwar, SH, dan Arwan Syahronie, SE. Dari tujuh komisioner yang dilantik, Rifky Anwar dan Arwan Syahroni merupakan komisioner baru.
Proses pelantikan disaksikan Ketua KPI Pusat Dr. Judhariksawan SH., MH, pimpinan DPRD NTB, para kepala dinas lingkup Provinsi NTB, tokoh masyarakat, tokoh agama, Lermbaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers, dan tamu undangan lainnya. “Tugas yang saudara emban, tidaklah ringan, karena KPID merupakan lembaga yang dibentuk untuk memberikan jaminan kepada masyarakat NTB dalam memperoleh informasi yang layak dan benar,” kata Wakil Gubernur NTB dalam pidato sambutannya.
Lebih lanjut Muhamad Amin menjelaskan, kewajiban dan wewenang KPI yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penyiaran. Wakil Gubernur juga menyinggung kecenderungan masyarakat NTB menonton tayangan TV khususnya kaum Ibu yang menyukai tayangan sinetron. ”Di ruangan ini juga banyak penggemar sinetron juga toh. Dan demi sinetron, sampai-sampai shalat maghribnya dikebut juga, biar tidak ketinggalan cerita sinetron kesayangannya itu,” ujar Wakil Gubernur yang disambut gelak tawa hadirin.
Muhamad Amin juga menyinggung fenomena penyiaran televisi nasional dan terpolarisasinya masyarakat NTB karena keberpihakan media saat berlangsungnya Pemilihan Umum khususnya Pilpres 2014. “Maklum ada media yang dukung Prabowo Hatta, ada juga yang pro Jokowi-JK, masyarakat NTB ikut terbelah karena perilaku media televisi yang cenderung partisan dan berpihak. Seharusnya ini tidak terjadi,” tegas Muhamad Amin. Wakil Gubernur berharap agar KPID NTB dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam rangka penegakan hukum dan penjatuhan sanksi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran.
Sementara itu, Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam sambutannya mengapresiasi acara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Komisioner Baru KPID NTB periode 2014-2017.”Mereka yang dilantik hari ini adalah komisioner terbaik, apalagi lima diantaranya merupakan komisioner lama. Bahkan setahu saya mereka diberi perpanjangan masa jabatan oleh Pemerintah Daerah, tentu saja karena prestasi dan kinerja terbaik mereka selama ini,” ungkap Judha.
Lebih lanjut, Judhariksawan juga menjelaskan strategisnya peran penyiaran dalam pembangunan nasional khususnya dalam memperkukuh integrasi nasional. Terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa da memajukan kesejahteraan Umum. “Sejarah mencatat, kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 juga tidak lepas dari peran media penyiaran, itulah yang patut kita syukuri,” terang Judhariksawan.
Selain itu kondisi penyiaran nasional saat ini, menurut Judha, berada dalam kondisi dilematis dan ironi. Apa yang menjadi semangat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran tidak sepenuhnya dijalankan dengan baik, bahkan cenderung disimpangkan oleh banyaknya peraturan pelaksanaaan yang kontraproduktif dan menegasikan kewenangan KPI sebagai regulator penyiaran.
Terlepas dari berbagai persoalan yang melingkupi penyiaran nasional, Judhariksawan mengingatkan Komisioner baru KPID NTB untuk memastikan berjalannya Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) yang diharapkan efektif berlaku tahun ini. “Tentunya bila SSJ ini berjalan normal akan memberi dampak yang lebih baik bagi daerah, setidaknya muatan konten lokal minimal 10% itu dijalankan TV jaringan. Selain itu, hal ini juga akan membuka lapangan kerja baru bagi daerah khususnya untuk mereka yang ingin berkarir di dunia penyiaran,” ujar Judha. (KPID NTB)
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak usia dini secara paksa. Hal ini melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan: bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 Tahun. Selain itu, dramatisasi poligami tokoh pria (39 Tahun) dengan tokoh anak perempuan jelas melanggar UU Perlindungan Anak yakni terkait Pedofilia diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002. Oleh karena itu, program/tontonan ini TIDAK LAYAK DITAYANGKAN DI SALAH SATU SALURAN TV NASIONAL