Nusa Dua - Dalam era teknologi informasi saat ini, media memiliki peran penting dalam distribusi informasi. Selain mengawasi kinerja pemerintah media dapat peran sebagai pendorong kebijakan publik dan ikut serta dalam pemberdayaan masyarakat.
Hal itu dikemukakan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam Global Media Forum di Nusa Dua, Bali, Selasa, 26 Agustus 2014. Menurut Judha, media memiliki hubungan yang reflektif dengan masyarakat, baik karena dipengaruhi atau mempengaruhi.
Media juga memiliki peran penting dalam konteks demokrasi, menurut Judha, bahkan arah kebijakan politik media memiliki posisi penting dan disebut sebagai pilar keempat demokrasi. "Karena itu media harus diletakkan dalam posisi yang ideal dalam menguatkankan sistem demokrasi, pendidikan, pembentukan watak dan jati diri bangsa, hingga kesatuan nasional," kata Judha.
Memiliki posisi yang stategis dalam alam demokrasi, bagi Judha, media juga harus dituntut profesional dalam menjalankan tugasnya, yakni mengabarkan kebenaran, netral, dan menyajikan informasi untuk menjadikan masyarakat kritis terhadap media itu sendiri.
Banyuwangi- Masyarakat perlu mendapatkan pendidikan dalam menghadapi era media yang begitu dahsyat. Akses informasi yang demikian mudah menyebabkan masyarakat kebanjiran informasi yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu pemerintah-pemerintah di daerah harus segera tanggap melihat dampak negatif yang dihasilkan dari media yang saat ini sudah terjadi di kota-kota besar. Demikian disampaikan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, dalam sambutan kuncinya pada Workshop pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Banyuwangi (25/8).
Banyuwangi sendiri, menurut Abdullah, sudah mempersiapkan regulasi-regulasi untuk menangkal dampak negatif media, salah satunya dengan Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum yang baru disahkan. Abdullah menuturkan, belum lama terjadi kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang ketika dipelajari penyebabnya adalah jauhnya anak dari orang tua karena bekerja menjadi TKI dan TKW, serta akses media yang mudah dijangkau oleh anak-anak.
Saat ini pemerintah Banyuwangi sudah menyiapkan sarana internet yang sudah dibebaskan dan muatan pornografi. Hal ini ujar Abdullah, sebagai usaha kompetisi pemerintah dengan warnet-warnet yang tumbuh subur di tengah masyarakat dan berpotensi mengganggu ketertiban. Selain itu, pemerintah Banyuwangi juga memberikan pendidikan penggunaan fasilitas wi-fi pada masyarakat, agar tidak disalahgunakan.
Selain bicara mengenai kekuatan media pada era konvergensi, secara khusus Abdullah menyoroti tentang keberadaan radio komunitas di Banyuwangi yang sangat banyak. “Radio komunitas sudah disalahgunakan fungsinya hingga menjadi ruang-ruang karaoke baru di udara, dan mengganggu ketertiban,” ujarnya. Padahal Banyuwangi sendiri saat ini tengah berbenah untuk mencegah munculnya imbas negatif dari media yang saat ini sudah merebak di kota-kota besar.
Abdullah juga menjelaskan beberapa regulasi di daerahnya yang sempat mendapat kritikan dan ancaman tidak masuknya investasi. Diantaranya larangan bisnis karaoke tertutup dan larangan pendirian hotel-hotel melati. “Bisnis-bisnis seperti model karaoke itu memang cepat menghasilkan untung!”, ujarnya. Namun efek sosial yang muncul dan harus ditangani memiliki harga yang jauh lebih besar. Penutupan klub-klub malam di Banyuwangi juga bukan semata sebagai penjaga moral masyarakat, tapi juga mencegah peredaran narkoba da obat-obatan terlarang, tegasnya.
Palangkaraya - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan pelatihan kepada Forum Masyakarat Peduli Penyiaran (FMPP) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng). Pembekalan-pembekalan pada forum serupa sebagai bentuk ajakan, agar masyarakat ikut aktif dalam pengawasan penyiaran.
Asisten III Gubernur Kalteng Eferensia L. Umbing dalam sambutannya mengatakan media penyiaran memiliki andil besar dalam pelaksanaan pembangunan. Penyiaran yang baik mendorong dan memperkokoh integrasi nasional. Selain itu juga membentuk watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, menumbuhkan industri penyiaran.
Menurut Eferensia, penyiaran juga dapat menjadi sumber disintegerasi bangsa dan menghambat pembangunan bila tidak dikelola dengan baik. Untuk itu dibutuhkan perhatian terhadap isi penyiaran yang mendidik, memberikan informasi yang benar dan memberikan apresiasi. Selain itu juga diperlukan kepekaan masyarakat untuk menyeleksi siaran yang sehat dan bermanfaat.
"Kami sambut baik FMPP ini sekaligus juga pembekalan bagi forum yang dilaksanakan oleh KPI Pusat," kata Eferensia di Palangkaraya, Jumat, 22 Agustus 2014.
Sedangkan Ketua KPI Pusat Judhariksawan menjelaskan, tujuan FMPP karena fakta penyiaran di Indonesia telah menjadi industri yang hanya bertujuan untuk memdapatkan pendapatan yang sebesar-besarnya dibandingkan tujuan mencerdaskan bangsa. Gagasan luhur itu terdapat perbedaan dalam pelaksanaan di lapangan, karena lembaga penyiaran berorientasi terhadap bisnis.
"Ketika lembaga penyiaran berorientasi pada industri semata, maka banyak siaran yang tidak memperhatikan kualitas, tidak memedulikan manfaat isi siaran, dibandingkan apa yang mereka dapatkan secara langsung dari iklan," ujar Judha dalam sambutannya.
Lebih lanjut Judha menerangkan, saat ini penyakit terbesar penyiaran adalah rating dan share. KPI berupaya ingin memutus mata rantai lembaga rating, namun menurut Judha, lembaga penyiaran pemilik program acara yang dianggap tidak layak selalu mengatakan, mengapa ratingnya tinggi? "Ini paradoksnya. Maka kami adakan kegiatan literasi media. Caranya, kami menggagas suatu wadah yang menjalankan visi dan misi bersama untuk menjaga penyiaran agar lebih baik," papar Judha.
Permbekalan di FMPP juga diikuti berbagai kalangan penyiaran, unsur masyarakat, tokoh masyakarat, dan kalangan pelajar dan mahasiswa. Acara pembekalan diisi oleh Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin, Bekti Nugroho, dan Fajar Arifianto Isnugroho. Materi tidak hanya sebatas tentang wacana penyiaran, namun juga membahas teknis bagaimana melaporkan siaran yang dianggap tidak sesuai dengan norma ke KPI.
Banyuwangi - Posisi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran tugasnya bukan hanya sebagai pengawas siaran, namun juga ikut menata sistem penyiaran. Salah satu indikatornya adalah kesamaan pemberian pelayanan perizinan di seluruh KPI Daerah. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, saat memberikan sambutan dalam Workshop Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran yang diselenggarakan KPI Pusat di Banyuwangi (25/8).
Workshop yang diikuti oleh 16 KPID di wilayah timur Indonesia ini memang bertujuan untuk melakukan koordinasi antara KPI Pusat dan KPI Daerah dalam proses pelayanan perizinan. Menurut Danang Sangga Buwana, Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, pelaksanaan proses perizinan yang transparan, adil, non diskriminasi dan profesional sesuai peraturan perundangan akan mendorong pertumbuhaan industri penyiaran yang kredibel dan sehat. KPI sendiri selain mengawasi program siaran televisi, dalam upaya mewujudkan sistem penyiaran nasional yang ideal, mempunyai mandatory melayani dan memproses perizinan pendirian lembaga penyiaran.
Dalam titik ini, sambung Danang, KPI sebagai representasi publik berfungsi mengawal proses pelaksanaan perizinan ke arah yang lebih baik. Salah satunya dengan memberikan jaminan hak masyarakat mendapatkan pelayanan yang sama dalam kaitan pendirian lembaga penyiaran yang sekaligus bermakna memberikan hak masyarakat memperoleh informasi yang layak.
Hadir dalam acara ini Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, yang memberikan sambutan kunci. Pembicara lain yang memberikan materi dalam Workshop ini adalah Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Azimah Subagijo, Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Amiruddin, dan Dosen Institut Teknologi Surabaya, Endroyono.
Jakarta - Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkunjung ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta. Kunjungan ke KPI dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta Ahmad Subangi bersama anggota lain. Selain itu turut serta Ketua Komisioner KPID DIY Tri Suparyanto, Dinas Komunikasi dan Informatika, dan beberapa dinas pemerintah DIY lainnya.
Kunjungan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho dan Bekti Nugroho, serta Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang. Dalam sambutannya Fajar mengungkap ucapan selamat atas upaya penjaringan rekrutmen calon komisioner periode 2014-2017 untuk mendapatkan calon-calon terbaik. “Mungkin dalam kunjungan ini ada hal yang akan didiskusikan terkait rekrutmen komisioner KPID yang saat ini masih berjalan atau hal lain yang terkait penyiaran,” kata Fajar di Ruang Rapat KPI Pusat, Kamis, 21 Agustus 2014.
Dalam penjelasannya, Subangi mengatakan tujuan kunjungan KPI untuk mendiskusikan beberapa hal. Termasuk tentang proses rekrutmen komisioner baru KPID yang akan selesai bulan ini. Kemudian sistem kelembagaan KPID, dan penerapan UU Keistimewaan DIY yang berhubungan langsung dengan bidang penyiaran.
“Mulanya selain ke KPI Pusat, hari ini juga kami akan berkunjung ke kantor KPID DKI Jakarta. Ini tidak lain ingin mendengar pengalaman teman-teman komisioner DKI terkait posisi KPID DKI secara kelembagaan di daerah yang memiliki kekhussan dengan provinsi lain,” ujar Subangi. “Tapi syukur Alhamdulillah, saudara Ervan Ismail, komisioner KPID DKI mengajukan diri untuk bergabung di kantor KPI Pusat, agar proses sharing-nya bisa lebih lengkap dan singkat.”
Terkait dengan posisi KPID secara kelembagaan di daerah, Fajar menjelaskan, KPID berfungsi sebagi palang pintu penjaga frekuensi di daerah untuk memastikan informasi atau siaran yang aman dan proporsional untuk publik. Selain itu menurut mantan komisioner KPID Jawa Timur itu, keberadaan KPID di seluruh provinsi untuk memantau agar konten lokal tidak tercerabut di daerahnya sendiri.
“Sedangkan untuk rekrutmen komisioner, memang itu menjadi wewenang DPRD. Parameternya calon, sama dengan KPI Pusat, yakni integritas dan kompetensi,” ujar Fajar. Tak lupa Fajar menyampaikan agar DPRD sebelum menentukan calon komisioner memerhatikan unsur kesinambungan. “Ini maksudnya agar komisioner lama yang belum memasuki tahap dua periode agar ada disisakan. Agar ada orang paham dengan program lama dan tidak membuat komisioner baru harus memulai dari nol, karena masa jabatannya yang singkat hanya tiga tahun.”
Sedangkan Bekti dalam paparannya menerangkan posisi KPI dalam struktur lembaga negara dalam era demokrasi setelah reformasi. Menurut Bekti, KPI adalah produk dari hasil reformasi bersama komisi-komisi lainnya sebagai bentuk distribusi kekuasaan yang pada masa Orde Baru terpusat pada pemerintah. “KPI dan KPID itu adalah representasi dari publik. Kata kunci dari KPI adalah lembaga negara dan independen,” kata Bekti.
Bekti juga menyampaikan perlunya penyamaan sudut pandang dalam melihat fungsi dan tugas KPI dan KPID. Menurutnya, penyiaran dalam era teknologi informasi saat ini memiliki peran strategis. Mantan anggota Dewan Pers itu mencontohkan beberapa kasus akan strategi kebudayaan yang dilakukan Korea Selatan dalam mendorong budayanya ke luar Korea dengan menggunakan penyiaran dan berdampak pada nilai ekonomi.
“Korea jadi contoh yang gampang tentang penyiaran sebagai strategi budaya ini. Gangnam Style mendunia, kemudian itu juga memiliki dampak pada produk elektroniknya yang hampir sebagian besar kita gunakan di Indonesia, belum lagi kalau menilainya dari pasar ritel perusahaan Korea yang ada di Indonesia. Mereka menjadikan penyiaran sebagai strategi jangka panjang,” ujar Bekti.
Sedangkan upaya Yogyakarta dalam membuat peraturan daerah terkait penyiaran yang berkorelasi dengan UU Keistimewaan, menurut Bekti, patut didukung. “Kalau sepakat dengan sudut pandang tadi bagaimana penyiaran sebagai strategi budaya, bagaimana begitu besarnya pengaruh penyiaran akan kualitas generasi depan kita. Kalau bisa Perda Penyiaran yang akan dibuat juga menguatkan KPID Yogyakarta. Ini bisa dijadikan tonggak oleh teman-teman lain di daerah lain tergantung dengan peraturan daerahnya masing-masing,” papar Bekti.
Ervan yang juga Wakil Ketua KPID DKI Jakarta menjelaskan tentang posisi lembaganya saat ini berstatus sebagai UPT secara lembaga di DKI. Menurutnya KPID dalam fungsinya juga masuk bagian dalam UU Penyiaran, yakni regulator penyiaran di daerah. Selain itu juga fungsi lainnya, menurut Ervan, memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dalam menjalankan program-program daerah.
“Contohnya, kami meminta kepada seluruh radio dan tv menayangkan iklan layanan masyarakat pemerintah daerah yang terkait dengan menjaga lingkungan, membuang sampah pada tempatnya, dan yang lainnya. Semua lembaga penyiaran di Jakarta mendukung dan menyiarkan. Itu bentuk dukungan KPID kepada Pemda,” terang Ervan.
Acara diskusi berlangsung sekitar dua jam dalam bahasan pola formasi komisioner KPID, kemudian pendanaan dan kelembagaan, dan posisi KPID di beberapa daerah yang memiliki UU Kekhususan dan Keistimewaan. Tanya jawab terjadi antara komisioner KPI Pusat dan Komisioner KPID Jakarta dengan anggota Komisi A DPRD Yogyakarta.
Dalam pertemuan itu, Subangi mengaku penyiaran sebagai strategi kebudayaan jangka panjang sebagai salah satu cara membentuk masyarakat Indonesia yang berkarakter. “Iya saya akui dalam era teknologi informasi yang pesat saat ini peran KPI memiliki fungsi strategis. Bila penyiaran kita berkualitas, maka generasi kita di masa mendatang akan lebih baik hasilnya,” tukasnya.
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak usia dini secara paksa. Hal ini melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan: bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 Tahun. Selain itu, dramatisasi poligami tokoh pria (39 Tahun) dengan tokoh anak perempuan jelas melanggar UU Perlindungan Anak yakni terkait Pedofilia diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002. Oleh karena itu, program/tontonan ini TIDAK LAYAK DITAYANGKAN DI SALAH SATU SALURAN TV NASIONAL