Jakarta -- Setiap tanggal 1 April setiap tahunnya dirayakan sebagai Hari Penyiaran Nasional (HARSIARNAS). Hari peringatan ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional.
Dipilihnya tanggal 1 April karena pada 1 April 1933 berdiri Lembaga Penyiaran Radio milik pribumi pertama (bangsa Indonesia) di Solo yaitu Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang diprakasai oleh KGPAA Mangkunegoro VII.
Awalnya, sejarah penyiaran di Indonesia (nusantara ketika itu) mulai berlangsung pada tahun 1927. Sejak Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Sri Mangkoenegoro VII yang menerima hadiah dari seorang Belanda berupa pesawat radio penerima.
Kemudian pada 1 April 1933 berdiri sebuah lembaga penyiaran radio pertama milik Indonesia di Kota Solo bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang didirikan Sri Mangkoenegoro VII. Tanggal berdirinya SRV ini kemudian dijadikan oleh para pencentus Harsiarnas sebagai hari lahirnya penyiaran nasional.
Proses penetapan Hari Penyiaran Nasional membutuhkan waktu yang cukup lama hingga ditetap oleh Presiden Joko Widodo pada 2019 lalu. Deklarasi pertama Harsiarnas dilakukan pada tanggal 1 April 2010 di Surakarta, Jawa Tengah.
Deklarasi tersebut diprakarsai oleh Hari Wiryawan yang ketika itu menjadi Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng dan didukung oleh berbagai kalangan, mulai dari pemerintah, wakil rakyat, budayawan, akademisi, dan insan penyiaran. Beberapa tokoh penting yang terlibat dalam deklarasi tersebut adalah maestro Keroncong Gesang dan penyanyi Waljinah.
Deklarasi tersebut merupakan sebuah usulan kepada pemerintah agar menetapkan dua hal penting. Pertama, agar tanggal 1 April yang merupakan hari lahirnya SRV ditetapkan sebagai Hari Penyiaran Nasional. Kedua, agar KGPAA Mangkunagoro VII ditetapkan sebagai Bapak Penyiaran Indonesia.
Setelah deklarasi tahun 2009, kemudian dilakukan deklarasi kedua tahun 2010 dengan usulan dan materi yang sama. Deklarasi Harsiarnas dilakukan pada tanggal 1 April 2010 di Bale Tawangarum, Balai Kota Surakarta yang waktu itu juga dihadiri oleh Walikota Solo Joko Widodo.
Melalui deklarasi tersebut, para pelaku penyiaran dan masyarakat Indonesia dapat lebih menghargai dan menghormati sejarah penyiaran nasional Indonesia yang bermula dari kota Solo.
Hari Penyiaran Nasional menjadi sebuah momen penting untuk mengenang peran penting penyiaran dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Melalui penyiaran, masyarakat dapat mendapatkan informasi, hiburan, dan edukasi yang penting dan berkualitas untuk membangun negara yang lebih baik.
Tahun ini, peringatan Harsiarnas menginjak tahun ke 90 dan tema yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yakni “Siaran Sehat Pemilu Bermartabat”. ***
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis untuk lima program siaran di 4 (empat) stasiun TV, 6 Maret 2023 lalu. Ke lima program tersebut dinilai telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
Ke lima program siaran itu yakni Program Siaran Jurnalistik “iNews Siang” (iNews TV), Program Siaran “Siap Bos” (Net TV), Program Siaran Iklan “Madu Herbal Ganggang Hijau” (JPM), Program Siaran Jurnalistik “Special Report” (iNews TV), dan program iklan berisikan strategi promosi produsen rokok di Moji.
Pasal-pasal P3SPS yang dilanggar meliputi aturan tentang perlindungan anak, penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan, hingga pasal mengenai peliputan bencana.
Adapun bentuk pelanggaran dalam tayangan “iNews Siang” di iNews TV ditemukan tim pemantauan KPI Pusat pada 24 Januari 2023 pukul 10.53 WIB. Dalam siaran beritanya terdapat muatan tentang “Pembunuhan Berantai Wowon Cs” di Cianjur, Jawa Barat. Di dalam pemberitaan tersebut dimuat wawancara kepada seorang anak perempuan berusia 13 tahun a.n. Salsa yang merupakan korban selamat dari pembunuhan Wowon.
Pelanggaran serupa juga terjadi dalam program siaran jurnalistik “Special Report” yang juga ditayangkan stasiun TV iNews. Wawancara yang sama itu ditayangkan dalam program siaran “Special Report” tanggal 25 Januari 2023 pukul 06.18 WIB.
Berdasarkan keterangan di surat sanksi, wawancara di atas melanggar Pasal 29 huruf a dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3). Bunyi pasalnya, lembaga penyiaran dalam menyiarkan program yang melibatkan anak-anak dan/atau remaja sebagai narasumber wajib mengikuti ketentuan tidak boleh mewawancarai anak-anak dan/atau remaja berusia di bawah umur 18 tahun mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, seperti: kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga, serta kekerasan, konflik, dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.
Pada program siaran “Siap Bos” dengan klasifikasi R13+ yang ditayangkan stasiun NET, pelanggaran ditemukan pada tanggal 21 Januari 2023 pukul 11.33 WIB yakni adanya tampilan adegan beberapa orang pria yang berteriak histeris karena ditakut-takuti dengan ular.
Adegan tersebut dinilai melanggar 6 pasal dalam P3SPS yang salah satu diantaranya bahwa setiap program siaran berklasifikasi R (remaja) dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, pelanggaran dalam Iklan “Madu Herbal Ganggang Hijau” yang ditayangkan stasiun Jpm terjadi pada tanggal 2 Januari 2023 pukul 10.47 WIB. Bentuk pelanggaran adanya memuat percakapan dua orang pria bermakna asosiatif dewasa yang mengarah pada alat kelamin pria.
Sedangkan muatan strategi promosi produsen rokok SUKUN Mc. WARTONO di Moji ditemukan pada tanggal 7 Januari 2023 pukul 16.15 WIB. Iklan tersebut bukan sebagai iklan dengan muatan pesan sosial terkait hari besar, KPI Pusat mengkategorikan ini sebagai iklan rokok.
Tayangan iklan tersebut melanggar sebanyak 4 pasal dalam P3SPS diantaranya pasal mengenai program siaran yang berisi segala bentuk dan strategi promosi yang dibuat oleh produsen rokok wajib dikategorikan sebagai iklan rokok. ***
Serpong - Kebenaran informasi tentang Pemilu yang telah terverifikasi lewat proses kerja jurnalistik lalu disiarkan lembaga penyiaran menjadi referensi informasi politik yang benar dan beradab bagi masyarakat luas. Tidak dapat dipungkiri bahwa media penyiaran memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap cara pandang masyarakat terhadap Pemilu.
Kepala Bagian Humas & Informasi Publik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Reni Rinjani mengatakan, secara spesifik pengetahuan masyarakat terkait dengan Pemilu belum maksimal. Berkaca dari Pemilu sebelumnya, sejumlah tantangan untuk mengubah persepsi Pemilu sebagai ajang untuk berebut kekuasaan yang konstitusional.
“Masyarakat secara umum yang masih belum mengetahui partai politiknya, calon presidennya, bahkan tanggal pemilu, maka mengkampanyekan menjadi hari kasih suara,” kata Reni saat menjadi narasumber dalam Diskusi yang digagas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tema “Kualitas Penyiaran Pemilu Dalam Menjaga Demokrasi” di ICED BSD, Serpong, Senin (20/3/2023).
Reni memandang peran dan fungsi media pada kontestasi Pemilu sangat memengaruhi cara pandang masyarakat Indonesia. Bagaimana media dan produknya membawa ke arah yang penting dalam menciptakan situasi Pemilu sesuai dengan tujuannya.
“Kami mengajak bagaimana menciptakan tahapan sampai hari pemungutan suara menjadi lebih kondusif dengan tujuan lebih mengedukasi masyarakat, bagaimana media menjadi perekat bangsa bahwa pesta demokasi ini digunakan untuk seluruhnya hanya memfasilitasi masyarakat untuk menggunakan hak suaranya,” kata Reni.
Kekuatan kualitas informasi Pemilu ditambah dengan penyebaran informasinya yang massif, cepat dan mampu menjangkau banyak lapisan masyarakat di berbagai daerah, membuat posisi media penyiaran menjadi sangat strategis menjelang Pemilu 2024. KPU telah mencatat hingga Februari 2023, jumlah total pemilih aktif pada pemilu 2024 sebanyak 204.559.713 pemilih. Ada pun dari rentang usia dibawah 17 tahun sudah/pernah menikah 1.267 (0,001%), usia 17 - 30 tahun 62.277.901 (30,44%), usia 30 - 40 tahun 41.716.562 (20,39%), usia diatas 40 tahun 100.563.983 (49,16%).
“Agenda pendataan dari rumah ke rumah untuk mendata siapa aja yang sudah wajib mengikuti pemilu, dari agenda nasional tersebut kami mengharapkan seluruh masyarakat terakomodir dari sisi informasi tentang pemilu,” ujar Reni.
Di tempat yang sama, Kepala Biro Pengawasan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI, Asmin Safari Lubis mengatakan, bekerja mengawasi pelaksanaan Pemilu memerlukan kerja sama dengan berbagai pihak salah satunya dengan KPI. Strategi pencegahan pelanggaran pelaksanaan kampanye yaitu dengan meningkatkan kerjasama partisipasi masyarakat, membangun masyarakat melalui pengiat media untuk menangkal hoak/berita bohong terkait Pemilu.
“Media konvensional telah memiliki keabsahan dalam menyajikan sebuah informasi. Lembaga penyiaran sejatinya ikut berpartisipasi dalam menjernihkan informasi tidak benar,” kata Asmin.
Termaktub dalam Peraturan Bawaslu RI Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Pemilu Pasal 36 ayat 2 disebutkan, kata Asmin, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Lokal, Lembaga Penyiaran Swasta, dan lembaga penyiaran berlangganan memberikan alokasi waktu yang sama dan memperlakukan secara berimbang dalam memberitakan dan menyiarkan kegiatan kampanye peserta Pemilu serta wajib mematuhi kode etik jurnalistik, pedoman pemberitaan media dalam jaringan, pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS), dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Bagaimana kita melakukan pengawasan kampanye ini, kita berharap media menjadi pintu awal informasi baik bagi publik sehingga media penyiaran memberikan insight yang positif dan mensortir bentuk narasi baik kepada publik,” tuturnya
Pakar Komunikasi Penyiaran, Amin Shabana menuturkan, kolaborasi antar lembaga penyelenggara Pemilu dan lembaga yang bersentuhan dengan media sudah tepat. Dalam hal ini, KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers telah membentuk gugus tugas dengan harapan mensukseskan proses demokratisasi.
Amin melihat titik rawan hubungan media dan politik yaitu independensi, netralitas, akurasi, objektivitas, proporsional di media. Gugus tugas harus dilakukan sedini mungkin, dengan bekerja dengan cepat dengan melakukan sosialisasi secara masif.
“Fungsi media dalam demokrasi yaitu menjaga spirit demokrasi, mengawal penyelenggaraan Pemilu, mengawal komitmen kontestan, menguatkan partisipasi publik, dan meredam potensi curang. Di tahun 2019 ada temuan pada iklan yaitu iklan kampanye capres dan cawapres mendominasi. Iklan dengan durasi 2 spot itu cukup mendominasi pada saat Pemilu 2019,” kata Amin.
Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI tahun 2019 periode I pada Kategori Berita nilainya hanya 2,93. Namun di periode II riset, nilai untuk kategori ini naik hingga 3,21 melampaui angka 3.00 dari angka standar yang ditetapkan KPI.
“Sekedar pengingat agar indeks bisa meningkat lagi. Kami mengajak Lembaga Penyiaran agar lebih meningkatkan lagi supaya semua dapat masuk ke dalam kategori baik. Berbagai situasi permasalahan narasi, maka peran yang kita lakukan harus maksimal. Peran tim gugus Pemilu, PKPI, PKPU, PERBAWASLU, dan Kode Etik Jurnalistik,” pungkas Amin.
Sebelum diskusi, dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara KPI Pusat dengan Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Universitas Padjadjaran, Universitas Dipenegoro, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Udayana, Universitas Hassanudin, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Tanjung Pura, Universitas Pattimura terkait dengan penguatan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Tahun 2023. Syahrullah
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat edaran tentang pelaksanaan siaran selama Ramadan tahun 2023 bagi Lembaga Penyiaran. Edaran ini dalam upaya penghormatan dan andil Lembaga Penyiaran dalam menegakkan nilai-nilai Ramadan dalam siaran.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, disampaikan bahwa Ramadan juga menjadi momentum Lembaga Penyiaran dalam upaya turut serta menginspirasi dan meningkatkan kualitas perilaku masyarakat (terutama generasi muda) melalui program dakwah dan nondakwah di bulan Ramadan.
Adapun poin-poin edaran terkait pelaksanaan siaran selama bulan Ramadan antara lain:
a) Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan peraturan-peraturan terkait penghormatan nilai-nilai agama, kesopanan, kesusilaan, dan kepatutan siaran/tayangan dalam rangka penghormatan nilai-nilai bulan suci Ramadan;
b) Mengingat pada bulan Ramadan terjadi perubahan pola menonton televisi dan mendengarkan radio, maka Lembaga Penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan-ketentuan P3SPS dalam setiap program yang disiarkan terkait prinsip perlindungan anak dan remaja pada seluruh jam siaran;
c) Menambah durasi dan frekuensi program bermuatan dakwah;
d) Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila dan ke-Indonesia-an;
e) Menayangkan/menyiarkan azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing;
f) Memperhatikan kepatutan busana yang dikenakan oleh presenter, host, dan/atau pendukung/pengisi acara agar sesuai dengan suasana Ramadan;
g) Tidak menampilkan pengonsumsian makanan dan/atau minuman secara berlebihan (close up atau detail) yang dapat mengurangi kekhusyukan berpuasa;
h) Lebih berhati-hati dalam menampilkan candaan (verbal/nonverbal) dan tidak melakukan adegan berpelukan/bergendongan/bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara baik yang disiarkan secara live (langsung) maupun tapping (rekaman);
i) Tidak menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain;
j) Tidak menampilkan ungkapan kasar dan makian yang memiliki makna jorok/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan nilainilai keagamaan;
k) Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat/keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup (insaf atau tobat) atau inspirasi kehidupan dengan tetap memperhatikan batasan-batasan privasi dan penghormatan agama lain;
l) Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan dan/atau menampilkan muatan serta pembawa acara yang mempromosikan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta berhati-hati dalam menayangkan muatan program siaran agar tidak bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan;
m) Lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 7 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran;
n) Lembaga Penyiaran tetap memperhatikan protokol kesehatan dalam segala aspek produksi program siaran;
o) Lembaga Penyiaran dilarang memanfaatkan program siaran untuk kepentingan politik tertentu dan menampilkan narasumber/pemateri yang menyisipkan muatan kampanye politik tertentu pada materi yang disampaikan. Pesan pemilu hanya dapat disisipkan dalam rangka menciptakan pemilu yang jujur, adil, dan damai. Dalam hal Lembaga Penyiaran tidak melaksanakan ketentuan di atas, maka akan ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. ***
Pacitan - Dalam masa berlimpahnya informasi seperti sekarang ini, masyarakat harus membekali dirinya dengan kapasitas literasi yang menyangkut lima aspek. Yakni kapasitas akses, analisa, evaluasi, produksi dan apresiasi. Kemampuan ini menjadi lebih mendesak karena tahun depan, bangsa ini akan menghadapi kontestasi politik dalam bentuk Pemilihan Umum baik itu pemilu legislatif, pemilihan presiden atau pun pemilihan kepala daerah. Dengan adanya kapasitas literasi yang baik, masyarakat dapat memilih kepemimpinan nasional berdasarkan hati nurani dan juga informasi yang utuh sesuai kepentingannya.
Nuning Rodiyah selaku komisioner bidang kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang mengambil tema “Peran Lembaga Penyiaran Dalam Penyiaran Pemilu” di lingkungan kantor Bupati Pacitan, Jawa Timur, (20/3). Nuning memaparkan, peredaran berita palsu atau hoax pada tahun 2019 paling tinggi pada bulan April dengan muatan politik, pemilu dan pemerintah. Kehadiran GLSP ini untuk menguatkan masyarakat dalam menangkal informasi yang mencederai kehidupan berbvangsa dan bernegara, ujarnya.
Realita hari ini, ujar Nuning, penggunaan gawai oleh masyarakat Indonesia surplus hingga 33%. “Kalau tidak digunakan denga baik, ujungnya peranti elektronik ini hanya berbuah kesia-siaan belaka. Selanjutnya adalah tentang peredaran informasi hoax yang 87% disebarkan melalui media sosial. Masyarakat harus memiliki keterampilan menganalisa sebuah pesan yang diterima, baik tentang kebenarannya atau pun tentang kebermanfaatannya bagi hidup mereka. Dalam hal ini Nuning berharap agar lembaga penyiaran baik televisi dan radio, tetap teguh menjalankan peran mereka sebagai media penjernih informasi. “Kalau masyarakat mendapat berita hoax dari media sosial, silakan cek di televisi dan radio muncul atau tidak beritanya. Karena konten siaran di televisi dan radio senantiasa diawasi oleh KPI, sehingga segala sesuatu yang disiarkan ke ruang publik sudah melewati proses verifikasi,” tambah Nuning.
Dia juga mengharapkan televisi dan radio dapat menjadi katalisator pesan baik dalam Pemilu 2024. “Jangan sampai lembaga penyiaran hanyut dalam polarisasi dan dinamika pemilu yang ujungnya akan mengulang kejadian tv merah dan tv biru di tahun 2014,” ujarnya. Hal ini penting diingatkan, mengingat Pemilu 2024 mendatang adalah pemilu serentak baik legislatif, presiden atau pun kepala daerah. Tentu masalah yang akan dihadapi menjadi jauh lebih kompleks dan rawan memunculkan keterbelahan sosial di masyarakat, tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut hadir pula Ketua KPID Jawa Timur Immanuel Yoshua yang menyampaikan materi “Peran Lembaga Penyiaran Lokal Dalam Penyiaran Pemilu 2024 di Pacitan.” Yoshua menerangkan tentang skema lembaga penyiaran baik di Jawa Timur dan juga di Pacitan. Dirinya berharap, penyelenggara pemilu dapat menggandeng lembaga penyiaran yang sudah memiliki izin dalam melakukan sosialisasi atau pun pemasangan iklan kampanye bagi peserta Pemilu. KPID sendiri, ujar Yoshua, akan melakukan pengawasan terhadap siaran pemilu. “Kami harus memastikan penyiaran pemilu terselenggara dengan menghormati prinsip keadilan dan keberimbangan demi terwujudnya Pemilu yang demokratis,” ujarnya.
Narasumber lain yang hadir dalam GLSP adalah Ali Mufthi anggota DPR RI, Samsul Arifin dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pacitan, dan Aswika Budhi Arfandy dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pacitan. Menurut Aswika, dalam Pemilu serentak tahun 2024, media merupakan bagian penting sekaligus sarana sosialisasi dan pendidikan pemilh. “Melalui media, informasi kepemiluan atau tahapan pemilu akan tersampaikan kepada masyarakat,” ujarnya. Untuk itu media sangat diharapkan menjalanjan fungsi check and balance dalam menepis berita-berita hoax yang beredar dan disebarkan secara masif di media sosial.
Terkait check and balance ini, Aswika memberikan contoh ketika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan penundaan pemilu. “Berita keputusan PN Jakpus ini sangat masif di media, baik cetak, elektronik atau pun siber,” ungkapnya. Namun ketika KPU mengajukan banding atas putusan tersebut, beritanya tidak semasif awal. Padahal masyarakat juga harus tahu tindakan yang dilakukan KPU atas putusan PN Jakpus karena berhubungan dengan keberlangsungan Pemilu 2024.
TAYANGAN INI MERUPAKAN SESUATU YANG TIDAK PANTAS DITAYANGKAN DI TV NASIONAL KARENA MENAMPILKAN SESUATU YANG TIDAK PANTAS YAITU PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR DAN PERILAKU PEDOFILIA DAN TELAH MELANGGAR UU NO 16 TAHUN 2019 dan juga melanggar UU NOMOR 23 TAHUN 2002.