Medan – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan literasi media bertema “Memilih Siaran yang Berkualitas” di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (25/10/2018). Kegiatan ini diikuti ratusan peserta dari berbagai kalangan serta diisi oleh beberapa tokoh seperti anggota Komisi I DPR RI Dr. Ir. Nurdin Tampubolon, Anggota Komisi A DPRD Sumatera Utara (sumut) MM, H. Moh. Nezar Djoeli, serta Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara (USU), Mazdalifah.

Di awal kegiatan, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, menyampaikan turunnya kualitas tayangan televisi dapat dilihat pada hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV Tahun 2018 Periode II yang dilakukan KPI. “ Masih banyak tayangan yang belum mencapai nilai 3, nilai standar yang ditentukan KPI untuk tayangan berkualitas. Salah satu tayangan yang belum berkualitas itu adalah program Infotainment,” ujarnya saat membuka forum tersebut.

Maruli juga menyampaikan jika survei Nielsen masih jadi acuan pengiklan untuk memasang iklan di lembaga penyiaran. Hal ini dinilai menjadi salah satu faktor menurunnya kualitas siaran televisi saat ini. 

Sementar, Nurdin Tampubolon menjelaskan mengenai pentingnya siaran digital bagi Indonesia. Menurutnya, siaran digital akan menghemat penggunaan frekuensi mengingat jumlahnya yang terbatas. “Penerapan siaran digital akan menghemat penggunaan frekuensi, sebagai perumpamaan satu kanal dapat digunakan untuk 12 jaringan atau saluran,” imbuh Nurdin.

Komisi I DPR RI, kata Nurdin, mendukung sepenuhnya agar siaran digital dapat segera berjalan sebelum 2020. Pasalnya, jika kita tidak segera menetapkan siaran digital, maka akan terjadi crowded pada frekuensi di Indonesia. 

Selain itu, International Telecommunication Union (ITU) telah mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menerapkan siaran digital. “ Jika hal tersebut tidak segera diterapkan sebelum 2020, dikhawatirkan akan ada sanksi yang diberikan oleh ITU untuk Indonesia,” pungkas  Nurdin.

Anggota Komisi A DPRD Sumut, Moh. Nezar Djoeli, menyesalkan masih minimnya siaran yang berkualitas. Hal ini bukan hanya menjadi tanggunjawab KPI Pusat dan KPID saja, tetapi juga masyarakat. 

Menurutnya, peran aktif masyarakat sangat diperlukan, salah satunya dengan lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi tayangan. “Tidak semua tayangan di televisi baik, oleh karena itu masyarakat harus selektif dalam mengkonsumsi tayangan, salah satunya langkah agar dapat memilah tayangan yang baik adalah melalui literasi media seperti yang dilakukan saat” tutur Nezar 

Mazdalifah selaku perwakilan akademisi yang juga Dosen Ilmu Komunikasi USU menyampaikan pentingnya literasi media bagi masyarakat, anak-anak dan remaja. Dua kelompok umur terakhir, katanya, merupakan kalangan yang paling rentan terhadap efek negatif tayangan televisi. 

Menurutnya, dampak negatif tidak akan langsung dirasakan langsung namun secara bertahap, “Tayangan negatif akan mempengaruhi pola pikir dan juga tingkah laku mereka. Disinilah peran penting orangtua untuk membantu anaknya dalam memilah tayangan yang menghibur sekaligus mendidik,” ujar Mazdalifah sekaligus menutup kegiatan literasi media. *

 

 

Toraja – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak masyarakat untuk memilih siaran yang berkualitas dalam kegiatan literasi media yang digelar di ruang pola kantor Bupati Toraja Utara, Jumat (26/10/2018) siang.

“Berdasarkan hasil survei disebutkan bahwa masyarakat menonton televisi berkisar 2,5 jam hingga 5 jam setiap harinya, sehingga lembaga penyiaran diharapkan memberikan tayangan yang berkualitas,” demikian yang disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Ubaidillah.

Menurutnya berdasarkan indeks kualitas program siaran televisi pada 2017 tercatat sebanyak 33 persen masyarakat yang melihat tayangan sinetron atau series dan jumlah tersebut lebih dominan dibandingkan tayangan berita atau news yang ditonton masyarakat sekitar 10 persen saja, sedangkan tayangan entertainment mendapat porsi 15 persen.

“Ditahun 2016 hingga tahun 2017, jumlah masyarakat yang menonton tayangan berita masih stagnan yakni 10 persen saja dan belum menunjukkan peningkatan, sedangkan sinetron mendapatkan perhatian yang cukup besar di masyarakat yakni sebesar 33 persen,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut peserta juga diberikan tips untuk memilih program berkualitas yakni memperhatikan simbol di pojok atas tayangan televisi, selektif memilih program, meluangkan waktu mengidentifikasi program dan mendampingi anak nonton televisi.

Sementara akademisi Universitas Kristen Indonesia Toraja, Dr Dina Gasong M.Pd menyebutkan Bahwa jam menonton televisi anak sekitar 4 jam sehari atau 30-35 jam selama sepekan, bahkan anak-anak tidak bisa dilepaskan dari pengaruh telepon genggam, gawai, dan komputer.

Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa 81 persen anak-anak usia 2-7 tahun menonton televisi sendirian, padahal tayangan yang ditonton tersebut tidak sepenuhnya baik bagi perkembangan anak-anak.

Juga dipaparkan bahwa hasil penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa menonton televisi dan menggunakan media sosial melebihi waktu dapat menurunkan kesadaran terhadap hal-hal yang penting.

Kegiatan literasi ini di buka oleh Pj Seka Kabupaten Toraja Utara , Drs Rede Roni Bare M.Pd berharap masyarakat di kabupaten Toraja Utara ini mendapatkan pengetahuan baru terkait bagaimana memilih siaran-siaran yang berkualitas. Red dari Makassar today.com

 

Ratusan Mahasiswa dan masyarakat memadati acara Literasi Media KPI di Kota Ambon, Kamis (25/10/2018).

 

Ambon – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kantor Staf Presiden (KSP) mengajak mahasiswa, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Provinsi Maluku, untuk kritis terhadap media terutama media sosial. Pasalnya, informasi yang datang dari media sosial dan viral, kebenaran beritanya terkadang tak bisa dipertanggungjawabkan alias hoax.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, sikap kritis ini sangat penting untuk memilah serta memilih yang positif dan ketika hal itu dianggap manfaat baru kemudian disebarkan. Menurutnya, informasi yang bersumber dari media sosial terkadang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

“Proses pengolahan informasi di media sosial berbeda dengan proses yang ada media mainstream. Pengolahan informasi sebelum menjadi berita di media mainstream harus melalui rangkaian yang ketat dan sesuai dengan kaidah jurnalistik. Ada verifikasi sumber sehingga sangat kecil potensi hoaxnya,” kata Hardly di sela-sela acara Literasi Media KPI di Kota Ambon, Kamis (25/10/2018).

Karena telah melalui proses yang ketat, Harldy menganjurkan masyarakat untuk merujuk informasi dari media mainstream ketika informasi di media sosial tak jelas kebenarannya. “Bicara soal informasi, televisi masih lebih baik dari pada media sosial,” tuturnya di depan ratusan mahasiswa, perwakilan lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat yang ada di Kota berjuluk City of Music ini. 

Di forum yang sama, Staf Ahli bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP, Jojo Rahardjo mengatakan, sikap kritis itu harus ditanamkan agar dapat membedakan informasi yang baik untuk dikonsumsi atau sebaliknya. Menurut dia, sekarang ini peredaran berita hoax sudah menjalar kemana-mana dan massif sehingga hal itu terkadang dianggap sudah menjadi sebuah kebenaran. 

“Kadang informasi yang ada di medsos sudag dianggap sebuah kebenaran jika hal itu disampaikan beribu-ribu kali. Inilah kita sebut dengan era post-truth. Apakah layak kita menyaksikan tayangan atau informasi yang tidak benar atau palsu,” jelas Jojo dalam acara yang dipandu Ketua KPID Maluku, Mutiara Dara Utama.

Proses verifikasi kebenaran sebuah informasi harus dilakukan sebelum menilai berita itu dan kemudian disebarkan. Lebih baik memilih informasi yang mencerdaskan, tidak menakutkan dan mengarahkan persatuan dan memperkuat bangsa. 

“Saya mengajak semua kawan kawan untuk menimbulkan hal positif. Mari kita menyampaikan ruang positif dalam media sosial kita. Kita sebarkan hal-hal yang positif itu menyenangkan dan membahagiakan. Bukan menayangkan hal sebaliknya yang menakutkan,” pintanya. 

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Elviana M.E Pattiasina, mengingatkan lembaga penyiaran dan media lain untuk menghasilkan konten yang baik dan menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan. Menurutnya, pengetahuan yang baik itu akan menimbulkan rasa cinta terhadap bangsa dan negeri. 

Diakhir acara, Hardly mendorong mahasiswa dan masyarakat untuk menonton tayangan yang berkualitas karena hal itu akan memicu tumbuhnya program acara yang berkualitas. “Jika program bagus tidak ditonton maka program itu akan hilang. Karena itu kami mendorong masyarakat menonton tayangan yang berkualitas agar eksistensi program tersebut tetap berlangsung,” katanya.

Hardly menegaskan, antara regulasi dan literasi itu harus dijalankan bersama karena hal ini akan mendorong lahirnya masyarakat cerdas sekaligus tontonan berkualitas. ***

 

Pontianak - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalbar menggelar malam “Anugerah KPID Kalbar 2018” di Hotel Aston Internasional Pontianak, Kamis (24/10/2018). Sebanyak 15 kategori penghargaan diberikan KPID Kalbar untuk mengapresiasi para lembaga penyiaran yang telah memberikan informasi yang bermanfaat kepada pemirsa.

Malam penganugerahan yang diawali dengan tarian multi etnis ini dihadiri Gubernur Kalbar, Bupati Kayong Utara, pejabat Forkopimda Kalbar, pejabat Forkopimda Pontianak, komisioner KPI Pusat dan beberapa direksi KPID dari sejumlah provinsi. Acara yang dibuka Gubernur Kalbar ditandai dengan pemukulan rebana. Hadir pula para pimpinan lembaga penyiaran, para tokoh masyarakat, budaya dan agama serta sejumlah undangan lainnya.

Adapun penerima penghargaan 15 kategori Anugerah KPID Kalbar sebagai berikut:

1. Kategori Radio dengan Iklan Layanan Masyarakat Terbaik diberikan kepada Radio Diah Rosanti dengan iklan Jangan Buang Sampah Di Paret.

2. Kategori Televisi dengan Iklan Layanan Masyarakat Terbaik diberikan kepada TVRI Kalbar dengan iklan Keberagaman Untuk NKRI.

3. Kategori Radio Peduli Perbatasan diberikan kepada Lembaga Penyiaran Publik RRI Entikong.

4. Kategori Televisi Peduli Perbatasan diberikan kepada Trans TV Pontianak

5. Kategori Radio Komunitas Terbaik diberikan kepada RPI Rasau Jaya 107,8 FM.

6. Kategori Televisi Komunitas Terbaik diberikan kepada SMK TV Pontianak.

7. Kategori Program Televisi Anak-anak Terbaik diberikan kepada Trans 7 Pontianak Samarinda dengan program Bocah Petualang Episode Pahlawan Di Batas Negeri.

8. Kategori Program Televisi Perempuan dan Disabilitas Terbaik diberikan kepada Kompas TV Pontianak dengan program The Story of Safira Atira & Lidya Alvani Taslim.

9. Kategori Program Televisi Talkshow Terbaik diberikan kepada Kompas TV Pontianak dengan program Inspirasi Dari Dusun Kuningan.

10. Kategori Program Televisi Features Wisata Budaya Terbaik diberikan kepada TVRI Kalbar dengan program Pesona Indonesia Kalimantan Barat.

11. Kategori Program Televisi Berita dan Jurnalistik Terbaik diberikan kepada TVRI Kalbar dengan program Kabar Khatulistiwa.

12. Kategori Presenter Berita dan Talkshow Terbaik diberikan kepada presenter Ruai TV, Eva Carolina.

13. Kategori Pemerintah Daerah Peduli Penyiaran diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Kayong Utara.

14. Kategori Program Televisi Sistem Penyiaran Berjaringan diberikan kepada ANTV Pontianak.

15. Kategori Pengabdian Seumur Hidup diberikan kepada Ridwan Said alias Iwan Ramawan dari Radio Diah Rosanti. Red dari kalbarupdates.com

 

 

Solo - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan kegiatan Literasi Media dengan tema “Memilih Siaran yang Berkualitas” di Hotel Lor in Solo Kab. Karanganyar, Kamis (25/10/2018) dengan para narasumber Dewi Setyarini, M.Si (Komisioner KPI Pusat), Budiyono (Tenaga Ahli Anggota DPR RI), dan M. Rikza Chamami, M.Si (Dosen UIN Walisongo Semarang) serta moderator Dini Inayati, ST (Komisioner KPID Jawa Tengah).

Mengawali literasi, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menyatakan, pengelola radio dan televisi memiliki tanggungjawab menyajikan siaran yang berkualitas. Menurutnya, Jika isi siarannya bagus dan masyarakat menikmati dengan baik, maka masyarakat akan semakin cerdas.

Dewi pun menegaskan bahwa potensi dan minat menonton TV bagi anak muda sangat tinggi. Jika generasi muda disajikan siaran televisi yang mendidik dan menghibur, kualitas anak bangsa akan lebih baik.

Menurutnya, KPI Pusat selalu mendorong lembaga penyiaran untuk taat dan patuh pada aturan penyiaran dengan membuka Sekolah P3SPS. "Kalau para pengelola lembaga penyiaran sudah paham aturan penyiaran, kualitas isi siaran harus lebih baik dan mengedukasi masyarakat," tegas Dewi.

Tenaga Ahli Anggota Komisi I DPR RI Budiyono mengingatkan jangan sampai siaran televisi dan radio hanya dijadikan lahan industri yang dikuasai oleh kelompok tertentu. "Frekuensi itu barang langka yang dikuasai Pemerintah, maka pemilik radio dan TV harus taat pada regulasi penyiaran," tandasnya.

Di tahun politik ini, dia berharap televisi memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat dengan baik. "Jangan ada lagi berita hoax yang ikut dipublikasi di layar kaca karena akan membuat masyarakat gaduh. Ilmu jurnalistik itu penting bagi lembaga penyiaran," imbuh Budi.

Sementara akademisi UIN Walisongo Semarang M Rikza Chamami menekankan perlunya jiwa kritis dalam melihat tayangan TV dan siaran radio. "Kalau masyarakat kritis pada isi siaran, maka semua isi siaran otomatis menjadi berkualitas," katanya.

Salah satunya adalah melaporkan setiap pelanggaran isi siaran pada KPID dan KPI Pusat. "Indonesia sudah memiliki aturan baku soal penyiaran, itu harus dihormati," imbuhnya. Jadi hari ini yang dibutuhkan adalah siaran radio dan TV sesuai dengan jiwa kebangsaan yang damai dan rukun. MNH

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.