Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif berupa “Pembatasan Durasi dan Waktu Siaran” untuk Program Siaran “Brownis” di Trans TV. Program siaran bergenre variety show ini dinilai telah melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

Pelanggaran tersebut terjadi dalam tayangan “Brownis” pada tanggal 18 Juli 2024 mulai pukul 13.07 WIB.  Program dengan klasifikasi R (Remaja) ini menampilkan seorang pria a.n. Rahul Khan dengan bahasa tubuh kewanita-wanitaan.

Adapun pelaksanaan sanksi ini dimulai pada hari Senin, tanggal 9 September 2024, hingga hari Rabu, tanggal 11 September 2024. Apabila sanksi ini tidak dilaksanakan oleh Trans TV sebagaimana waktu yang telah ditentukan, maka KPI Pusat akan meningkatkan level sanksi yang dimaksud. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat sanksinya yang telah dilayangkan pekan lalu. 

Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran sekaligus Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso mengatakan, pemberian sanksi pembatasan durasi dan waktu siaran merupakan hasil keputusan rapat pleno penjatuhan sanksi setelah mendengarkan klarifikasi pihak Trans TV. 

“Pasal-pasal yang dilanggar terkait perlindungan terhadap anak dalam seluruh aspek isi siaran serta penggolongan program siaran. Kami tidak bisa mentolerir segala bentuk tayangan yang menampilkan perilaku yang tidak pantas dan memberikan contoh yang tidak baik kepada anak-anak, Hal ini jelas tidak mendidik dan akan memberi dampak negatif terhadap penonton khususnya anak-anak dan remaja,” jelas Tulus. 

Anggota KPI Pusat Aliyah menambahkan, pihaknya telah menerima surat keberatan dari stasiun Trans TV tertanggal 26 Agustus 2024 lalu perihal penyampaian hak keberatan atas keputusan sanksi administratif tersebut. “Dan kami sudah membahas keberatan tersebut dan mengeluarkan keputusan,” katanya.

Aliyah meminta Trans TV dan seluruh lembaga penyiaran untuk memperhatikan aturan P3SPS serta surat edaran agar kejadian serupa tidak terulang. Program siaran yang berklasifikasi R, lanjutnya, mesti berisikan siaran yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar.

“Dalam Pasal 37 Ayat (4) huruf a disebutkan bahwa program siaran dengan klasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya. 

Dalam kesempatan ini, KPI Pusat meminta masyarakat untuk ikut mengawasi jalannya pelaksanaan sanksi tersebut. ***

 

 

Serang - Netralitas lembaga penyiaran dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) menjadi sebuah kemestian yang harus dilaksanakan. Hal ini sebagai usaha menciptakan pesta demokrasi yang netral serta kondusif dan aman di tengah masyarakat.  Anggota Komisi I DPR RI Tb Hasanuddin menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan kunjungan kerja spesifik Komisi I DPR RI ke Provinsi Banten bersama mitra Komisi I diantaranya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), KPI Daerah Banten, dan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan RRI.

Hasanuddin juga menegaskan, pentingnya kolaborasi antarlembaga terkait, baik itu TVRI, RRI, Lembaga Penyiaran atau juga KPI Daerah yang mengawasi konten dan isi siaran Pilkada Serentak 2024 di Banten. Menurutnya konten siaran yang netral dan berimbang bagi seluruh kandidat kepala daerah, dapat membantu menghadirkan suasana yang kondusif di tengah masyarakat, sehingga perta demokrasi juga memberi banyak kemaslahatan bagi masyarakat Banten, termasuk melahirkan pemimpin yang membawa provinsi ini lebih sejahtera, ujarnya. 

Hadir pula dalam Kunker Spesifik Komisi I DPR RI di Banten, Ketua KPI Pusat Ubaidillah yang didampingi anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan Mimah Susanti, Evri Rizqi Monarsi dan Amin Shabana. Pada pertemuan tersebut Ubaidillah berharap pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 ini dapat mengikutsertakan LPP lokal dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) lokal untuk menyiarkan konten Pilkada. “Apalagi ini kan pemilihannya tingkat provinsi, kabupaten dan kotamadya, seharusnya televisi dan radio lokal juga diberikan peluang berkontribusi pada momentum demokrasi ini,” ujarnya. 

Ubaidillah melihat, dengan mengikutsertakan televisi dan radio lokal, baik itu LPP atau pun LPS, tentunya konten siaran yang disampaikan akan lebih tepat sasaran pada para pemilih setempat. Jangan sampai juga, kegiatan debat kandidat tingkat kabupaten atau kotamadya, justru disiarkan secara nasional. “Hal seperti ini tentu tidak tepat sasaran,” tambahnya. 

Lebih jauh dirinya berharap, pemerintah daerah dapat menempatkan iklan sosialisasi Pilkada Serentak pada lembaga penyiaran lokal yang selama ini telah berkiprah menunaikan hak-hak informasi bagi publik. “Kami berharap, pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 ini juga memberikan stimulus finansial bagi lembaga penyiaran lokal yang saat ini berjuang tetap eksis di tengah gempuran media digital,” pungkasnya. (Foto: KPI PUsat/Agung R)

 

Jakarta - Pancasila selalu tangguh mengakomodir semua perbedaan dan keragaman yang ada pada bangsa ini. “Dengan Pancasila, setiap Bhinneka menjadi Tunggal Ika. Setiap yang beragam dapat harmonis tumbuh berdampingan,” ujar Ubadillah, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) yang diselenggarakan Badan Pembinaan ideologi Pancasila (BPIP) tentang peluang kerja sama BPIP dan KPI dalam Internalisasi Nilai Pancasila di Lembaga Penyiaran, (29/8)

Dalam paparannya Ubaidillah mengatakan, regulasi penyiaran telah menetapkan bahwa penyelenggaraan penyiaran di Indonesia didasarkan atas nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab. Hal ini termaktub dalam Asas Penyiaran dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, yang juga menegaskan bahwa arah penyiaran adalah menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. “Inilah kenapa, lembaga penyiaran harus ikut terlibat dalam upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat Indonesia,” tegasnya. 

Kerja sama BPIP dengan KPI Pusat dan KPI Daerah ke depannya akan difokuskan pada sosialisasi nilai-nilai Pancasila melalui penyiaran serta pelatihan pegawai. KPI merespon positif peluang kerja sama dalam usaha internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam lembaga penyiaran, termasuk juga dalam program-program siaran seperti sinetron dan berita. “Yang pasti internalisasi tersebut dilakukan tidak secara kaku atau pun saklek,” tegas Ubaidillah. Namun bagaimana lembaga penyiaran ini ikut berkontribusi dalam peneguhan nilai-nilai luhur yang ada dalam dasar negara kita, Pancasila. Untuk itu, dikuatkan pula dengan adanya pelatihan bagi pegawai di lembaga penyiaran, yang sasarannya adalah penyiar, pengisi acara dan penanggungjawab program siaran lainnya. 

Hingga saat ini, lembaga penyiaran masih punya kekuatan yang besar dalam memengaruhi pola pikir masyarakat, sekalipun tren yang berkembang kehadiran media sosial mulai menggerus dominasi lembaga penyiaran. Karenanya, ujar Ubaidillah, dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka distribusi nilai-nilai Pancasila, termasuk televisi dan radio yang punya pengaruh besar dalam mengonstruksi perilaku masyarakat.  

Diskusi tersebut juga dihadiri Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet, Ketua KPI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Hazwan Iskandar Jaya, dan Ketua KPID Jawa Tengah Muhammad Aulia Syihabuddin. Sedangkan dari BPIP dihadiri oleh Deputi Hub. Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan,  Prakoso, Direktur Hubungan Antar Lembaga dan Kerja Sama, M. Akbar Hadiprabowo, Direktur Sosialisasi dan Komunikasi Prof Agus Moh. Najib, Direktur Analisis dan Penyelarasan BPIP Abbas, Direktur Evaluasi BPIP, Elfrida Herawati Siregar, dan Direktur Penyusunan Rekomendasi Kebijakan dan Regulasi BPIP. R. Dian M. Johan Johor Mulyadi. 

 

 

Sanur – Lembaga penyiaran, TV dan radio, memiliki andil besar dalam membangkitkan ekonomi masyarakat di Bali paska pandemi Covid. Peran ini harus lebih ditingkatkan dalam bentuk sinergi antar keduanya, masyarakat dan lembaga penyiaran. Sinergi ini diharapkan akan mendorong pengembangan usaha keduanya.

Selain itu, TV dan radio, berperan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap isu pelestarian lingkungan. Kesadaran ini dapat dipicu melalui konten siaran yang berisikan edukasi tentang pentingan menjaga linkungan dimulai dari lingkungan keluarga.

Pandangan ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, dalam sambutannya sebelum membuka kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) KPI Pusat, Sabtu (31/8/2024) di bilangan Sanur, Denpasar, Bali.

Menurut Ubaidillah, sinergi antara lembaga penyiaran dan masyarakat yang tergabung dalam UMKM (Usaha Masyarakat Kecil Menengah) menjadi jawaban atas kesulitan yang dihadapi TV dan radio lokal terkait kurangnya pemasukan iklan. Dari sisi UMKM, sinergi ini akan mengembangkan produk usahanya sehingga dikenal secara luas. 

“Literasi ini penting sekali untuk mensienerigikan antara UMKM dan lembaga penyiaran yang ada di provinsi Bali. Bahwa keluhan yang dirasakan lembaga penyiaran terkait kue iklan dengan ditopang iklan dari UMKM yang ada di Bali sehingga mereka bisa tertolong,” ujarnya.  

Ubaidillah kemudian menceritakan pengalamannya saat menjalankan program pemerintah di daerah Buleleng saat pademi. Dalam prosesnya, program tersebut berupaya memberi dukungan kepada UMKM di pedesaan wilayah Buleleng yang mengalami kesulitan akibat pademi. 

“Ada sekitar 30 UMKM yang kami support. Lalu setelah pademi masyarakat di sana mulai bangkit, baik UMKM maupun usaha wisatanya. Hal ini tentu tidak lepas dari dukungan lembaga penyiaran melalui pemberitaannya. Jika ini tidak diberitakan, tentunya masyarakat di luar jadi tidak bisa tahu jika Bali sudah mulai pulih kembali,” kata Ketua KPI Pusat ini. 

Mengenai isu pelestarian lingkungan, Ubaidillah mengungkapkan, pihaknya telah mengumandangkan isu ini di lembaga penyiaran dalam beberapa tahun belakangan. Dia menekankan pentingnya menyematkan pesan edukasi terkait penyadaran masyarakat pada kelestarian lingkungan dalam konten siaran. 

“Kami mendorong penayangan iklan layanan masyarakat (ILM) di lembaga penyiaran tentang isu lingkungan. Harapan kami, iklan ini dapat mengedukasi masyarakat untuk peduli kelestarian alam seperti mengurangi sampaik sejak dini dimulai dari rumah masing-masing. Edukasi seperti akan mengajarkan bagaimana mengelola sampah yang benar,” ujarnya. 

Anggota DPR RI, I Nyoman Parta, dalam sambutan kuncinya di acara ini mengakui jika kepedulian masyarakat terhadap isu lingkungan sangat rendah. Kondisi ini disebabkan oleh literasi yang rendah. “Mereka tidak pernah dididik dari nol seperti kampus-kampus, sekolah-sekolah, di luar negeri yang memang dari kecil sudah diajari,” katanya.

Menurut politisi dari Partai PDI Perjuangan ini, kesadaran ini harus dikembangkan melalui kegiatan literasi seperti yang dilakukan KPI Pusat. “Kami berterima kasih kepada KPI Pusat yang telah menyelenggarakan kegiatan ini di Bali,” ujar I Nyoman Parta.

Dalam kesempatan itu, dia berharap kesadaran ini juga dicontohkan melalui pemimpin-pemimpin. Menurut I Nyoman Parta, penyadaran terhadap masyarakat terhadap isu lingkungan melalui teladan pemimpin dapat lebih efektif. 

Usai sambutan, kegiatan GLSP bertajuk “Peran Penyiaran dalam Pengembangan UMKM dan Pelestarian Lingkungan” dilanjutkan dengan forum diskusi yang menghadirkan nara sumber antara lain Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, Pengamat Politik sekaligus Dekan FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, CEP Griya Luhu Digital Waste Bank, Ida Bagus Mandhara Brasika, dan Pendamping UMKM Bali, Ni Luh Putu Diah Sesvi Arina. Diskusi ini dimoderatori Anggota KPID Bali, Ketut Udi Prayudi.

Turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, Anggota KPI Pusat sekaligus penanggung jawab kegiatan GLSP, Evri Rizqi Monarshi, Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti dan Muhammad Hasrul Hasan, serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri. ***/Foto: Syahrullah

 

 

Bandung – Dimulainya kontestasi politik di tingkat daerah atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024, seharusnya dibarengi dengan pemerataan aksesibilitas siaran bagi masyarakat. Sayangnya, keterjangkauan siaran free to air (FTA), TV dan radio, masih jadi kendala. Masih banyak masyarakat daerah yang belum dapat menerima siaran karena blank spot. Padahal, informasi terkait pesta demokrasi lokal ini sangat dibutuhkan mereka.

Pada saat pendampingan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi I DPR RI terkait Persiapan Pengawasan Penyiaran Pilkada di Lembaga Penyiaran yang berlangsung di kantor Gubernur Jabar, Bandung, Jawa Barat (Jabar), Rabu (28/8/2024), permasalahan siaran Pilkada di wilayah blank spot ini diutarakan Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza. 

Terkait hal ini, Reza mengusulkan dan mendorong pemanfaatan media penyiaran lain yakni Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) untuk memasok kebutuhan informasi tersebut. Pasalnya, di banyak daerah yang tidak tersedia siaran free to air justru terjangkau siaran dari LPB. 

Berdasarkan data, dari 416 kabupaten dan kota terdapat 113 wilayah kabupaten dan kota yang tidak terjangkau siaran free to air. Bahkan, di Jabar khususnya daerah Bandung, masih ada wilayah yang blank spot seperti di Bandung wilayah timur dan selatan. 

“Keterbatasan ini tentunya akan menyulitkan pihak penyelenggara dan juga kontestan untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan pesan politiknya ke masyarakat. Masyarakat juga jadi tidak tahu siapa saja calon-calon pemimpin dan visi misinya. Inilah kenapa kami mendorong LPB, termasuk di wilayah NTB (Obel-obel) yang baru tiga tahun terjangkau siaran itu, untuk bisa dimanfaatkan dalam menyiarkan pilkada ini,” kata Mohamad Reza.

Masih menyoal siaran Pilkada, Reza juga mendorong lembaga penyiaran untuk memproduksi konten Pilkada berdasarkan kebutuhan di masing-masing daerah. Pada pengalaman Pilkada sebelumnya, hampir sebagian besar siaran kontestasi lokal ini diolah, diproduksi dan dimanfaatkan lembaga penyiaran dari Jakarta. 

“Jangan bawa pilkada ke Jakarta. Debatnya dan iklannya bawa ke daerah. Bikin di daerah masing-masing dan dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran di daerah itu. Hal ini agar radio maupun TV dapat pemerataan dan masyarakat daerah dapat menikmati informasi pilakda ini. Kami berharap ini menjadi perhatian. Kami berharap LPP, LPS dan LPB termasuk radio bisa bersama-sama memanfaatkannya,” tuturnya yang turut diamini Anggota KPI Pusat Aliyah, Tulus Santoso, dan Muhammad Hasrul Hasan yang hadir dalam pertemuan koordinasi itu. 

Menyangkut pengawasan siaran Pilkada, Reza menyampaikan jika pihaknya terus melakukan dan melanjutkan kolaborasi serta kerja sama dengan berbagai stakeholder termasuk KPID dan Dinas Infokom di daerah. “Kami melakukan banyak kegiatan bersama melalui program sosialisasi dan literasi terkait pemantauan dan pengaduan siaran pilkada,” tandasnya. 

Kolaborasi pengawasan siaran pilkada

Sementara itu, Komisi I DPR RI mendorong adanya kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Jabar melalui Diskominfo, KPI Pusat, KPID Jabar serta LPP TVRI dan RRI dalam hal pengawasan program penyiaran pilkada yang tidak keberpihakan.

“Sekarang 3 bulan lagi pilkada serentak, ini akan lebih riuh kondisinya karena pemilihan di 27 kota/kabupaten dan 1 provinsi. Dengan konfergensi media hari ini begitu hebatnya, maka peran TVRI dan RRI sangat signifikan untuk membentuk opini publik. Ini yang sedang kita jaga untuk tujuan pemilu damai, netral,” kata Ketua Tim Komisi 1 DPR RI Junico Siahaan dalam pertemuan itu.

Saat ini, lanjutnya, penyebaran jangkauan siar masih terbatas, sehingga masih ada risiko potensi dis-informasi yang dapat merugikan masyarakat, “Oleh karena itu kita ingin menjaga netralitas, jangan sampai kita terlena  dengan tantangan kedepan distrupsi digital, dis informasi. Jangan sampai masyarakat menjadi korban karena literasi informasi yang beredar itu salah,” jelasnya.

Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin menambahkan, kolaborasi antara Pemprov, KPI dan lembaga penyiaran merujuk pada Deklarasi Jabar Anteng (Aman Netral Tenang) yang terbukti membawa Jabar kondusif saat Pilpres 14 Februari lalu.

"Kami telah mendeklarasikan Jabar Anteng dan berharap masyarakat menyikapi proses demokrasi ini dengan penuh kedewasaan, tetap menjadikan persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan pandangan politik," ujar Bey.

Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak hampir 50 juta jiwa, dan DPT terbanyak sekitar 35 juta pemilih, Jabar relatif sukses menggelar pelaksanaan Pemilu. "Kami termasuk provinsi yang terendah dalam pelanggaran yang dilakukan oleh ASN. Kami akan terus bertahan dan mengedepankan azas tersebut," imbuhnya.

Dia juga memandang lembaga penyiaran berperan krusial sebagai media informasi yang dapat membentuk opini publik dan memengaruhi persepsi masyarakat tentang Pilkada. Karenanya, kolaborasi pihaknya dengan lembaga penyiaran juga mencakup pengawasan konten publikasi di kanal publikasi Pemprov serta pengawasan konten media digital yang bekerja sama dengan media di Jabar. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.