Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi Publik (KIP) bersepakat meminta semua lembaga penyiaran dan peserta pemilu untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan iklan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye pemilu melalui iklan media elektronik sebagaimana diatur dalam pasal 83 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 dan Peraturan KPI tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, yakni terhitung dari tanggal 16 Maret 2014 hingga 5 April 2014. Hal tersebut tertuang dalam butir pertama kesepakatan bersama antara keempat lembaga negara tersebut tentang ketaatan ketentuan pelaksanaan kampanye dalam media penyiaran yang ditandatangani sore ini di kantor Bawaslu (28/2).

Dalam kesepahaman tersebut diingatkan juga beberapa ketentuan dalam peraturan KPU tentang penyiaran iklan kampanye, masa tenang, penyiaran jejak pendapat dan penyiaran pengumuman prakiraan hasil hitung cepat pemilu. Kesepakatan bersama ini ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad, dan Ketua KIP Abdul Hamid Dipopramono.

Judhariksawan dalam sambutan usai penandatanganan menyampaikan, kesepahaman ini adalah upaya KPI dan keempat lembaga negara yang diamanatkan undang-undang, untuk melindungi publik dalam mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang. “KPI mendapatkan keluhan dari masyarakat karena frekuensi yang merupakan ranah publik ini digunakan sekelompok orang yang menguasainya untuk kepentingannya sendiri”, ujarnya.
Ketidakseimbangan informasi, dalam konteks politik dan pemilu ini yang menimbulkan keresahan. Apalagi, tambah Judha, masyarakat memahami bahwasanya masa kampanye di lembaga penyiaran belumlah dimulai. Demi menjaga informasi yang berimbang, akurat dan adil, serta penyampaian pendidikan politik yang baik bagi masyarakat maka iklan-iklan politik dan iklan kampanye harus dihentikan.

Judha mengingatkan bahwa lembaga penyiaran punya tanggung jawab sosial mengelola informasi untuk kepentingan publik,  yang menjadi alasan kenapa pengelolaan frekuensi diberikan padanya para proses awal perizinan. Atas dasar filosofis, etika dan ideologis itulah penghentian iklan-iklan politik dan iklan kampanye ini dilakukan. Salah satunya demi teredukasinya masyarakat dengan baik.

Di lain pihak, KPI mengharapkan partisipasi lembaga penyiaran dalam menyiarkan kegiatan kepemiluan yang akurat dan berimbang. Sehingga lembaga penyiaran jug berkontribusi menekan angka golongan putih serta meningkatkan partisipasi pemilih.

Sementara menurut Husni Kamil Manik, kesepakatan ini diambil untuk menyikapi fenomena yang ada di layar televisi. Lembaga penyiaran menyiarkan iklan yang arahnya kampanye, ujar Husni. “Undang-undang pemilu memang mensyaratkan adanya akumulasi untuk menetapkan definisi kampanye”, tuturnya. Namun demikian jika itu yang dijadikan sandaran untuk menilai iklan-iklan yang ada di televisi, tentunya tidak akan ketemu, kampanye di luar jadwal itu. Karenanya, kami meminta partai politik menghentikan kegiatan penyiaran yang mengarah kepada kampanye di lembaga penyiaran.  Husni menegaskan, aturan yang ada telah membatasi bahwa iklan kampanye di media massa hanya diperbolehkan pada masa 21 hari sebelum hari tenang.

Adapun Ketua Bawaslu, Muhammad, menekankan bahwa pihaknya akan memonitor sejauh mana kepatuhan partai politik terhadap aturan ini. Pemilihan Umum bukanlah hajatan empat lembaga ini, ujar Muhammad. Melainkan hajatan masyarakat dalam memilih kembali wakil-wakilnya serta pemimpin bangsa. “Kesepakatan ini adalah hasil ijtihad dan istikharah 4 lembaga negara yang kemudian dikunci oleh Komisi I DPR”, ujarnya. Lebih dari itu, di atas segalanya, Muhammad mengajak lembaga penyiaran dan partai politik memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat Indonesia. 

Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP), menandatangani kesepakatan bersama tentang Kepatuhan Pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilu melalui media penyiaran. Kesepakatan itu ditanda tangani langsung oleh keempat pimpinan lembaga negara, yakni Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad, Ketua KPI Judhariksawan, dan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono.

Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan, kesepakatan ini adalah bentuk ijtihad empat lembaga negara dalam menjaga kepentingan publik dalam keberimbangan informasi. Dia meminta kepada media penyiaran berlaku adil dalam pemberitaannya kepada semua peserta pemilu tanpa pandang bulu. “Di atas segalanya, mari kita bersama-sama berikan pendidikan politik yang baik pada masyarakat,” kata Muhammad di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada, Jumat 28 Februari 2014.

Sementara itu Ketua KPU Husni Kamil Manik menegaskan, kesepakatan itu juga meminta kepada lembaga penyiaran dan partai politik untuk mengikuti aturan kampanye yang hanya diberikan jatah waktu selama 21 hari sejak 16 Maret sampai 5 April 2014. Husni juga menjelaskan, dengan aturan itu bisa menjerat lembaga penyiaran yang menayangkan siaran kampanye pemilu sebelum waktunya meski belum memenuhi unsur kumulatif akan definisi kampanye dalam UU Nomor 8 Tahun 2012.

“Makanya kesepakatan bersama ini, bisa menghentikan siaran-siaran yang mengarah pada kampanye meski belum memenuhi unsur kumulatif. Tentu teguran dan sanksi akan dikembalikan pada kewenangan pada masing-masing lembaga,” ujar Husni dalam konfrensi pers yang sama.

Dengan terbentuknya kesepakatan bersama itu, Ketua KPI Jhudariksawan mengucapkan terima kasih kepada tiga lembaga negara lainnya dalam mendukung adanya aturan tegas pelaksanaan kampanye pemilu di media penyiaran. Menurut Judha, selama ini KPI banyak menerima masukan dan saran kepada KPI akan penggunaan frekuensi publik oleh kepentingan kelompok tertentu.

Menurut Judha, pemanfaatan frekuensi publik oleh kepentingan pribadi pemilik media dan kelompoknya saat ini sudah meresahkan publik. “Ini berakibat pada ketidakseimbangan informasi pada peserta pemilu. Maka demi menjaga informasi yang akurat, adil dan berimbang, kami minta kepada lembaga penyiaran untuk berhenti menyiarkan kampanye politik sebelum waktunya,” terang Judharikswan.

Dari segi keterbukaan informasi publik, Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono mengatakan, semua hal yang terkait dengan pemilu publik berhak untuk mengetahuinya. Bahkan Abdulhamid dan lembaganya siap mendengar keluhan dan publik jika ada informasi publik terkait pemilu yang tidak disampaikan dengan terbuka.

“Kesepakatan bersama ini, bukan hanya pada pengawasan kampanye sebelum pemilu saja, juga hal lain yang terkait informasi publik lainnya. Kita akan awasi dari sebelum pelaksanaan pemilu hingga usai pemilu akan tetap terus berlaku.

Isi Lengkap Kesepakatan Empat Lembaga Negara

Dalam kesepakatan bersama itu ada sembilan point yang disepakati terkait pelaksanaan kampanye pemilu 2014. Dalam surat kesepakatan itu disebutkan Pihak Pertama (Ketua Bawaslu), Pihak Kedua  (Ketua KPU), Pihak Ketiga (Ketua KPI), Pihak, dan Pihak Keempat  (Ketua KIP), yang selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK sepakat untuk menyusun Kesepakatan Bersama berkenaan dengan pelaksanaan Kampanye Pemilu melalui media penyiaran, sebagai berikut:

1. Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, bahwa pelaksanaan Kampanye Pemilu melalui media penyiaran adalah 21 (dua puluh satu) hari sebelum masa tenang terhitung dari tanggal 16 Maret 2014 hingga 5 April 2014, maka PARA PIHAK meminta kepada semua Lembaga Penyiaran dan Peserta Pemilu untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan iklan Kampanye Pemilu sebelum jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu Iklan media elektronik.      

2. Bahwa dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk Iklan Kampanye Pemilu melalui lembaga penyiaran, maka Lembaga Penyiaran dan Peserta Pemilu wajib menaati ketentuan batas maksimum pemasangan iklan Kampanye Pemilu untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif dengan ketentuan: a) Sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa Kampanye Pemilu; dan/atau; b) Sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa Kampanye Pemilu.

3. Bahwa dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk Iklan Kampanye Pemilu di Lembaga Penyiaran diatur sebagai berikut: a) Lembaga Penyiaran dan Peserta Pemilu dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu Peserta Pemilu kepada Peserta Pemilu yang lain; b) Lembaga Penyiaran wajib menentukan standar tarif dan potongan harga iklan Kampanye Pemilu komersial yang berlaku sama untuk setiap Peserta Pemilu. 

4. Bahwa dalam pemberitaan Kampanye Pemilu, Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup, adil, berimbang, proporsional, dan netral serta tidak mengutamakan kepentingan kelompok dan golongan tertentu sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Bahwa pada masa tenang, Lembaga Penyiaran dilarang: a) Menyiarkan pemberitaan, rekam jejak, dan/atau program-program informasi yang mengandung unsur Kampanye Pemilu Peserta Pemilu; b) Menyiarkan iklan kampanye Pemilu; c) Menyiarkan hasil survei atau jajak pendapat tentang elektabilitas Peserta Pemilu.

6. Bahwa dalam menyiarkan pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu, Lembaga Penyiaran hanya boleh menyiarkan prakiraan hasil penghitungan cepat dari lembaga yang telah memperoleh izin dari Komisi Pemilihan Umum dan disiarkan paling cepat 2 (dua) jam setelah pemungutan suara selesai di wilayah Indonesia bagian barat.

7. Bahwa pada masa pemungutan suara, Lembaga Penyiaran yang akan menyiarkan perhitungan cepat hasil pemungutan suara, wajib menyampaikan informasi kepada khalayak tentang sumber dana, metodologi, dan menyatakan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu.

8. Bahwa dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu dan pendidikan politik tentang Pemilu kepada masyarakat, Lembaga Penyiaran wajib membuat dan menyiarkan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

9. Bahwa dalam rangka mewujudkan transparansi pelaksanaan Kampanye Pemilu melalui media penyiaran, maka Lembaga Penyiaran dan Peserta Pemilu wajib menaati ketentuan dan prinsip-prinsip keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto mendukung keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam pengawasan program acara lembaga penyiaran yang menayangkan iklan kampanye belum pada waktunya. Dukungan itu disampaikan di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat saat menerima kunjungan KPI pada Rabu, 26 Februari 2014.

Menurut Djoko, frekuensi yang digunakan oleh lembaga penyiaran adalah milik publik dan semestinya digunakan untuk kepentingan publik.  “Saya mendukung langkah dan keputusan KPI dalam membela kepentingan publik. Jangan surut, karena apapun yang menyangkut tentang publik akan mendapat dukungan balik dari publik itu sendiri,” kata Djoko Suyanto.

Lebih lanjut Djoko mengatakan, dari beberapa program acara yang sempat dilihat, tidak mungkin pemilik media tidak menggunakan medianya untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, sudah dipastikan jika pemilik media yang berafiliasi dengan salah satu partai politik akan memanfaatkan medianya untuk kepentingan politik kelompoknya terlebih menjelang Pemilu 2014.

Bagi Djoko, frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik, maka sudah semestinya lembaga penyiaran mengedepankan keberimbangan dalam berita dan program acara lainnya. Oleh karena itu, Djoko mendukung langkah KPI dalam memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran dalam kaitan penggunaan media untuk kepentingan pribadi, golongan, dan kelompoknya.

“KPI harus melakukan pengawasan dan pengukuran fungsi keberimbangan, keadilan, dan kebermanfaatan media penyiaran. Jika ditemukan pelanggaran, tindakan harus dilakukan KPI. Kerjakan yang memang harus dikerjakan. Saya mendukung setiap langkah KPI,” tegas Djoko Suyanto penuh harapan.

Dalam menyampaikan sambutan dan menanggapi dukungan itu Ketua KPI Judhariksawan menyatakan terima kasih atas dukungan terhadap KPI. Menurut Judha, KPI akan melakukan fungsi pengawasan sesuai aturan dan tetap mengedepankan kepentingan publik. “Kami akan terus menjalankan apa yang diamanatkan UU Penyiaran,” ujar Judha. Adapun komisioner KPI yang hadir dalam pertemuan itu, Agatha Lily, Amirudin, dan Fajar Arifianto Isnugroho.

Dalam membela kepentingan publik yang terkait dengan kampanye politik belum pada waktunya, Judha menerangkan, sejak Desember tahun lalu sudah memanggil enam lembaga penyiaran yang dianggap melakukan menayangkan iklan kampanye politik. Tak hanya sebatas itu, fungsi pengawasan itu juga bentuk komitmen KPI dalam menguatkan fungsi dan peran pengawasan yang tergabung dalam satuan gugus tugas bersama KPU dan Bawaslu.

Kemudian pada Jumat, 21 Februari 2013, KPI Pusat menjatuhkan sanksi administrasi penghentian sementara untuk program siaran “Indonesia Cerdas” di Global TV dan “Kuis Kebangsaan” di RCTI. Penghentian itu berlaku sejak 21 Februari 2013 hingga dilakukannya perubahan atas materi dua program siaran tersebut.

Terakhir, dalam rangka penguatan gugus tugas itu, KPI bersama KPU dan Bawaslu menyepakati moratorium untuk penghentian kampanye politik di media penyiaran sebelum waktunya. Hal itu berlangsung di Gedung DPRRI dalam acara dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI pada Rabu, 25 Februari 2014.

Semua yang dilakukan dan keputusan dan teguran KPI kepada lembaga penyiaran, bukan semata pada menekankan pada program acara yang menampilkan kampanye politik. Tapi KPI juga melihat adanya  indikasi pemilik lembaga penyiaran menggunakan medianya untuk kepentingan pribadi dan golongannya. “Dan hal itu liner dengan peraturan tentang kampanye,” terang Judha. (RG)

 

Jakarta - Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) Rosarita Niken Widiastuti menyatakan lembaganya siap menyukseskan pelaksanaan pemilu 2014. Sebagai bentuk dukungan, RRI menyiapkan fasilitas siaran kampanye gratis untuk seluruh partai pemilu pada masa pelaksanaan kampanye 16 Maret sampai 5 April 2014.

Menurut Niken, RRI sebagai lembaga penyiaran publik harus tetap independen dalam pemberitaan. Demikian juga dalam memberikan slot iklan kepada peserta pemilu untuk kampanye gratis dengan adil. “Dalam masa kampanye nanti, kami sudah menyiapkan lima slot khusus dalam sehari untuk kampanye gratis bagi semua partai peserta pemilu 2014,” kata Niken dalam seminar “Dialog Nasional Pemilu 2014: Mewujudkan Pemilu Berkualitas” di Auditorium Jusuf Ronodipuro, RRI, Jalan Medan Merdeka Barat, pada Kamis, 26 Februari 2014.

Acara seminar yang langsung disiarkan RRI juga menghadirkan pembicara Muhammad, Ketua Bawaslu dan Judhariksawan, Ketua KPI Pusat, dan perwakilan dari KPU. Tak lupa dalam acara itu menghadirkan para tokoh atau pimpinan partai politik peserta pemilu 2014. Adapun tokoh partai yang hadir adalah, Nurul Arifin dari Partai Golkar, Mahfudz Siddiq dari PKS, dan tokoh-tokoh partai lainnya.

Dalam seminar itu, Ketua KPI Judhariksawan menjelaskan, beberapa keputusan KPI Pusat terhadap lembaga penyiaran yang menayangkan iklan kampanye politik sebelum waktunya. Selain itu, Judha menerangkan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR bersama KPU dan Bawaslu, pada Rabu, 25 Februari 2014, telah disepakati  moratorium iklan politik dan iklan kampanye sebagai pegangan baru dalam menertibkan siaran kampanye yang tayang atau mengudara sebelum masa kampanye.

Selain itu, Judha mengapresiasi RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang akan memberikan waktu khusus untuk kampanye gratis kepada semua partai peserta pemilu pada masa kampanye nanti. “Dalam hal ini saya mengapresiasi RRI sebagai lembaga penyiaran dan bisa dijadikan contoh kepada media penyiaran yang lain yang memberikan dan memfasilitasi kampanye gratis kepada seluruh partai pada masa kampanye nanti,” ujar Judha.

Sedangkan Ketua Bawaslu Muhammad menjelaskan tentang banyaknya celah dalam peraturan kampanye dan definisi disebut kampanye yang harus kumulatif yang semuanya mencantumkan visi misi, ajakan, dan nomor urut. Menurutnya, definisi membuat lembaganya kesulitan dalam menentukan pelanggaran yang dilakukan partai tertentu yang melakukan kampanye sebelum pada waktunya. Muhammad berharap, kelak peraturan itu harus bisa diperbaiki, karena menurutnya aturan tentang definisi kampanye itu banyak diakali oleh peserta pemilu.

Acara seminar diakhiri dengan penandatangan poster oleh semua perwakilan partai dan lembaga negara yang hadir. Penandatangan poster dilambangkan sebagai bentuk kesepakatan pemilu damai dari pelaksana dan peserta pemilu 2014.

Jakarta - Penayangan iklan politik di televisi harus segera dihentikan sampai masa kampanye terbuka pada 15 Maret 2014 mendatang. Untuk itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus segera menyepakati penghentian itu, sekarang juga.

Hal tersebut disampaikan Chandra Tirta Wijaya, anggota Komisi I DPR RI dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara komisi I DPR RI dengan KPI, KPU, KIP dan Bawaslu (25/2).

Penghentian itu setidaknya akan mengobati “luka” dari masyarakat akibat tayangan politik peserta pemilu baik dalam bentuk iklan atau program siaran lain yang selama ini tayang  di televisi.  Menurut Chandra, sangat tidak adil bagi calon anggota legislative (caleg) di daerah yang kesulitan menyosialisasikan dirinya di ruang-ruang terbuka. “Pasang banner kecil, langsung diturunkan!”, ujar Chandra. Sementara para politisi yang memiliki keterkaitan dengan lembaga penyiaran dapat dengan mudah muncul di ruang-ruang privat melalui televisi.

Chandra menilai sudah saatnya para regulator terkait penyiaran pemilu sekarang, KPU-KPI-Bawaslu,  bersatu melawan pemilik modal. “Bagaimanapun juga republik ini dibangun bukan dengan kekuatan modal”, tegas Chandra.

Sementara itu menurut anggota komisi I lainnya, Mardani Ali Sera, seharusnya dalam gugus tugas pengawasan penyiaran pemilu, dewan pers ada di dalamnya. Mardani melihat masalah netralitas di media cetak dan online saat ini bukan sekedar dalam iklan. “Strategi pemberitaan yang ada di kedua media tersebut seharusnya mendapatkan pengawasan yang ketat dari dewan pers”, ujar Mardani.

Sedangkan terkait masalah penyiaran pemilu, Mardani menanyakan sejauh mana investigasi KPI atas kuis kebangsaan dan kuis lainnya.“Apakah kuis-kuis tersebut mendapatkan izin dari Kementerian Sosial?”, tanya Mardani.

Selain itu KPI juga diminta mengedepankan azas equalitas terhadap seluruh iklan-iklan politik yang muncul di televisi. “Kalau sekarang KPI memberi sanksi atas iklan-iklan Hanura, maka iklan-iklan partai politik lain yang melanggar juga harus dijatuhkan sanksi. Bahkan kalaupun iklan PKS melanggar, sanksi harus dijatuhkan sesuai proporsinya”, pungkas Mardani.

 

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.