Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai tayangan program Ramadhan di televisi sudah berjalan dengan baik. Namun demikian, KPI melihat masih ada acara variety show dan komedi di bulan Ramadhan yang didominasi oleh candaan dan lawakan yang tidak bermutu. “Tayangan-tayangan seperti itu tidak pantas tersaji di bulan suci ini,” ujar Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad di kantor KPI, Senin, 13 Juli 2015. Untuk itu KPI meminta Lembaga Penyiaran menghilangkan acara komedi saat Ramadhan berlangsung.

Hal itu berdasarkan hasil pemantauan KPI selama sepuluh hari kedua Ramadhan, masih ditemukan pelanggaran yang dilakukan Lembaga Penyiaran yang meliputi pelanggaran terhadap penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, pelanggaran terhadap perlindungan anak dan remaja, pelanggaran terhadap perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu, serta pelanggaran klasifikasi program Remaja (R). Adapun program acara yang berpotensi melanggar Pedoman Perilaku  Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) adalah,  Pesbukers (ANTV), Alhamdulillah Kita Sahur (Trans 7), Sahur Itu Indah (Trans TV), dan Ngabuburit (Trans TV).

Idy mengingatkan, saat ini masyarakat sudah cukup selektif dalam menonton tayangan televisi. Ini terbukti dari hasil rating untuk program komedi yang mengalami penurunan. Menurut Idy, sudah selayaknya televisi mencari ide kreatif yang lebih bernas ketimbang menyajikan lawakan dan komedi yang justru menodai kesucian bulan Ramadhan.

Selain melakukan pemantauan terhadap tayangan Ramadhan, KPI menyiapkan penghargaan pada program-program televisi yang menyajikan tayangan penuh inspirasi. TIdak hanya itu, KPI juga akan mengumumkan program Ramadhan televisi yang buruk dan tidak layak ditonton masyarakat. Idy percaya, langkah KPI ini akan mendapatkan dukungan, sehingga masyarakat juga akan dengan sendirinya berhenti menonton tayangan-tayangan yang buruk.


Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi upaya lembaga penyiaran memperbaiki kualitas program tayangan Ramadhan tahun ini. Menurut penilaian KPI dan MUI, tayangan Ramadhan tahun ini lebih baik ketimbang tayangan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Namun KPI dan MUI memberikan beberapa catatan yang perlu diperhatikan lembaga penyiaran.

Pendapat tersebut disampaikan KPI dan MUI dalam acara diskusi mengenai gambaran umum tayangan Ramadhan 10 hari pertama (18-27 Juni 2015) yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Rabu, 1 Juli 2015. Pemantauan dan penilaian terhadap tayangan Ramadhan merupakan agenda rutin kerjasama antara KPI dan MUI setiap tahun. Di akhir Ramadhan, KPI dan MUI akan memberikan penghargaan terhadap program acara Ramadhan terbaik.

Di awal pertemuan, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad memaparkan laporan pemantauan KPI Pusat terhadap tayangan bertemakan Ramadhan. Menurutnya, sebagian besar program Ramadhan yang ada di 15 stasiun televisi yang dipantau KPI Pusat dinilai membaik meskipun masih ada beberapa pelanggaran terhadap P3SPS KPI pada beberapa program variety show. Bentuk pelanggarannya terkait dengan norma kesopanan, penghinaan, dan kesusilaan.

Idy berharap lembaga penyiaran lebih kreatif lagi agar semangat Ramadhan dapat terjaga. “Kami beharap ke depan bentuk pelanggaran seperti ini sudah tidak terjadi lagi. Mari kita membangun consensus bersama untuk memperbaiki tayangan televisi. Sepanjang komitmen itu ada, saya kira tidak berat dan saya optimis Ramadhan ke depan bisa lebih baik,” kata Idy kepada perwakilan stasiun televisi yang hadir dalam diskusi tersebut.

MUI melalui S. Sinansari ecip mengatakan, pihaknya lebih fokus melakukan pemantauan terhadap program-program khusus agama dan HVSB. HVSB singkatan dari horror, violence, sex dan banyolan. Menurut MUI, membaiknya tayangan Ramadhan pada periode 10 hari pertema tidak lepas dari kontrol cermat dari lembaga dan masyarakat selain juga kesediaan lembaga penyiaran untuk bersama-sama memperbaiki diri.

Namun, ecip mengkritik stasiun televisi yang kurang menampilkan program Ramadhan pada waktu utama atau prime time.  Selain itu, jumlah acara-acara Islami untuk anak-anak dan remaja belum banyak. Dia berharap acara-acara Ramadhan pada pekan berikutnya bisa lebih baik lagi dan tidak membosankan.

Di sela-sela diskusi, baik KPI maupun MUI berharap ke depannya stasiun televisi dapat memilih tayangan yang baik, menghibur dan berkualitas sekaligus inspiratif bagi masyarakat. “Tayangan inspiratif harus jadi pilihan ketimbang acara-acara banyolan yang tidak bermakna,” tambah Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily kepada kpi.go.id usai acara.

Dalam kesempatan itu, Lily meminta lembaga penyiaran untuk menjaga kualitas Ramadhan dengan tidak menayangkan hal-hal yang berisi kekerasaan, makian, saling mencela, melanggar norma kesopanan dan kesusilaan, serta merendahkan derajat sesama manusia. Sepantasnya tayangan yang tampil adalah tayangan yang edukatif untuk menambah kualitas pengetahuan tentang nilai-nilai keagamanan kepada masyarakat. Harapannya kualitas yang baik ini bukan hanya di bulan Ramadhan saja, tetapi dilanjutkan terus agar kualitas siaran televisi semakin baik.

Rencananya, KPI dan MUI kembali akan mengumumkan hasil pantauan tayangan Ramadhan televisi periode 10 hari kedua di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. ***

Jakarta - Memasuki pertengahan bulan Ramadhan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) masih mendapati adanya tayangan program Ramadhan di televisi yang bermuatan kekerasan secara verbal, pelecehan, pelanggaran atas perlindungan anak dan remaja, serta pelanggaran atas norma kesopanan. Hal itu dapat dilihat dari teguran yang dikeluarkan oleh KPI Pusat kepada Sahur Itu Indah (Trans TV), Alhamdulillah Kita Sahur (Trans 7), dan Ngabuburit (Trans TV), pada 30 Juni 2015 lalu. Sedangkan surat peringatan juga dilayangkan KPI pada program Assalamualaikum D’ Terong (Indosiar) dan Pesbukers (ANTV) karena adanya kekerasan verbal.

Agatha Lily melihat, ke-lima program yang ditegur KPI tersebut didominasi dengan candaan yang bersifat menghina dan mencela orang lain. Komisioner KPI Pusat yang juga Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran ini menyayangkan muatan-muatan seperti ini masih saja tampil di bulan Ramadhan. “Kami khawatir, muatan yang penuh dengan kekerasan verbal ini dapat mengurangi kekhusyukan bulan Ramadhan,” ujar Lily. 

Terkait perlindungan anak dan remaja, pelanggaran tersebut berupa adegan menyiram kepala dengan air, memasukkan tisu ke mulut orang yang sedang bicara, serta menjepit mulut dan telinga dengan penjepit jemuran. Adegan-adegan seperti ini, ungkap Lily, berpotensi untuk ditiru oleh anak-anak dan remaja. Padahal, hal tersebut menunjukkan minimnya sikap hormat terhadap orang lain, tambahnya.

Lebih jauh, Lily mengingatkan pada lembaga penyiaran untuk lebih ketat lagi menjaga kualitas siarannya dalam bulan Ramadhan ini. Pada bulan Ramadhan ini KPI telah melakukan pemantauan secara khusus, bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)untuk menilai sejauh mana kepatuhan lembaga penyiaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standa Program Siaran (P3 & SPS).

KPI berharap, penghormatan lembaga penyiaran pada kesucian bulan Ramadhan ini dapat ditunjukkan dengan meminimalkan program-program siaran yang berpotensi menodai kekhusyuan masyarakat menjalankan ibadah Ramadhan. 

Program Ramadhan tahun ini secara keseluruhan jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. KPI mengapresiasi televisi yang telah berupaya keras untuk menyuguhkan program Ramadhan yang inspiratif, menghibur dan sesuai dengan nafas Ramadhan.

Jakarta - Pemerintah mengusulkan pengaturan mengenai sanksi administratif dan sanksi pidana pada rancangan undang-undang penyiaran yang tengah dibahas antara DPR dan pemerintah saat ini. “Tidak ada gunanya Undang-Undang jika tanpa sanksi,” ujar Kalamullah Ramli, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam acara Focuss Group Discussion di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tentang Revisi Undang-Undang Penyiaran. (30/6).

Selain memberikan usulan tentang sanksi tersebut, pemerintah juga secara konsisten menyampaikan usulan tentang pelaksanaan digitalisasi serta rencana alternatif tentang penyelenggara multipleksing. “Ada usulan penyelenggara mux adalah BUMN non penyiaran, ada juga yang mengusulkan diselenggarakan oleh LPP TVRI,” tambah pria yang disapa Muli ini. Namun demikian, semua usulan tersebut masih akan dikoordinasikan lagi dengan Komisi I DPR RI yang mengawasi masalah penyiaran ini.

Dalam FGD tersebut, perwakilan dari KPI-KPI Daerah juga memberikan masukan kepada Kemenkominfo. Secara tegas, KPI sepakat mengenai penguatan kelembagaan KPI dalam Undang-Undang merupakan keharusan. “Niat baik untuk penguatan kelembagaan itu seharusnya dapat tercermin dalam rumusan mengapa KPI ini harus ada,” ujar Fajar Arifianto, komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan.

Karenanya banyak kritisi dan masukan dari KPID, agar lembaga ini tidak sekedar melakukan pengawasan di isi siaran, namun juga ikut terlibat dalam penyusunan sistem penyiaran di Indonesia. Lebih dari itu, Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat Bekti Nugroho juga mengingatkan, pada dasarnya keberadaan KPI harus menjadi bagian dari strategi kebudayaan di Indonesia. “Lembaga penyiaran harus terus menerus diingatkan tentang kontribusi mereka terhadap pembangunan peradaban masyarakat kita,” ujar Bekti. Dirinya melihat, jalan untuk mewujudkan itu adalah menjadikan KPI sebagai lembaga yang punya kekuatan penuh, agar lembaga penyiaran baik televisi ataupun radio sejalan dengan tujuan berdirinya negeri ini.

Hal lain yang mengemuka adalah soal tata hubungan KPI Pusat dan KPI Daerah, kewenangan pemberian izin penyelenggaraan penyiaran, serta kewajiban memberikan penyadaran akan dampak media yang belum muncul dalam rancangan undang-undang ini.

Jakarta - Jelang pelaksanaan Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan berlangsung 9 Desember 2015, KPI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Pengaturan dan Pengawasan Penyiaran Pilkada Serentak”. Diskusi fokus terarah itu membahas seputar aturan pengawasan kampanye yang ditayangkan atau disiarkan oleh Lembaga Penyiaran sesuai dengan Undang-undang Penyiaran, bahasan peraturan siaran kampanye yang termuat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Dan/Atau Walikota dan Wakil Walikota, dan pencarian formula pengawasan dengan lembaga terkait.

Peserta diskusi dihadiri oleh tiga komisioner KPI Pusat Bidang Isi Siaran, yakni Idy Muzayyad, Agatha Lily, dan Sujarwanto Rahmat Arifin. Hadir juga dalam pertemuan itu Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daniel Zuchron, dan perwakilan dari berbagai lembaga terkait seperti Perludem, Lembaga Penyiaran, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI). Diskusi berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Senin 30 Juni 2015. 

Komisioner Isi Siaran KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan pengawasan siaran dalam Pilkada serentak nanti harus benar-benar menjadi perhatian bersama. Menurutnya, dari pengalaman Pemilu 2014 kondisi masyarakat atas dampak siaran politik dan kampanye mengalami dinamika yang luar biasa. Dari segi regulasi pembiayaan iklan, Peraturan KPU (PKPU) Tahun 2015 menanggung pembiayaan iklan bakal calon di Lembaga Penyiaran melalui KPU Provinsi masing-masing. 

"Dalam Pilkada tahun ini dari sisi iklan kampanye misalnya merupakan hal yang baru yakni jika sebelumnya iklan ditanggung parpol kini iklan kampanye ditanggung provinsi KPU. Siapa media yang akan ditunjuk KPU untuk melakukan itu? Di luar jatah KPU, masih boleh tidak kontestan memasang di media lain? Terus apakah di luar masa kampanye layak tidak dipersoalkan?" kata Rahmat.

Hal senada juga dikemukakan Agatha Lily, sepanjang pelaksanaan Pemilu 2014 KPI memiliki catatan dan pertanyaan tentang iklan di luar masa kampanye. "Waktu Pileg dan Pilpres 2014 cukup merepotkan, KPI menemukan sejumlah fenomena bahwa frekuensi yang tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan publik. Padahal frekuensi digunakan untuk kepentingan publik, misalnya dalam Pasal 11 SPS KPI. Semoga pertemuan ini akan memperjelas berbagai persoalan tersebut," ujar Lily.

Sedangkan Idy menilai pertemuan itu sebagai acara lanjutan pihak-pihak terkait penyiaran dan pelaksana pemilu dalam mencari rumusan formula untuk dilanjutkan menjadi kesepakatan bersama. Menurutnya, lembaga atau perwakilan yang datang dalam FGD pasti memiliki pandangan yang berbeda akan Pilkada serentak. 

"Usai pertemuan ini pasti akan ada pertemuan lain untuk mengayakan pandangan. Pilkada serentak akan dilaksanakan di 269 kabupaten kota, bagaimana pengaturannya? KPI menyoroti aspek penyiarannya, pengawasan pelaksanaan pilkada oleh Bawaslu, dan regulasi Pilkada dalam PKPU 2015," kata Idy.

Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menjelaskan Pilkada serentak 2015 adalah sejarah dan pertama kali dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Menurut Ferry terkait penyiaran, pemberitaan, dan iklan Pilkada 2015 dijadwalkan sejak 27 Agustus 2015 sampai 5 Desember 2015. Dengan rentang waktu yang panjang itu, diharapkan bisa memberikan pendidikan politik pada masyarakat.

Menurut Ferry hal yang perlu dibahami oleh peserta Pilkada dan masyarakat, bahwa siaran iklan kampanye semua pasangan calon dilakukan oleh KPU melalui KPU Provinsi dan dilaksanakan pasangan calon. Ada sejumlah mekanisme iklan kampanye yang akan berlaku dalam Pilkada serempak. 

Untuk mekanisme iklan memiliki beberapa ketentuan yang diatur dalam PKPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Dan/Atau Walikota dan Wakil Walikota., menurut Ferry, di antaranya: Materi iklan dibuat dan dibiayai sendiri oleh pasangan calon; Penayangan iklan difasilitasi oleh KPU selama 14 hari sebelum masa tenang; Setiap pasangan calon mendapat jatah penayangan iklan kampanye paling banyak kumulatif 10 spot, berdurasi paling lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari; Setiap pasangan calon mendapat jatah penayangan iklan kampanye di radio untuk paling banyak 10 spot, berdurasi paling lama 60 detik, untuk setiap stasiun radio setiap hari; KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan media massa cetak dan elektronik dan/atau lembaga penyiaran untuk menetapkan jadwal tayang iklan kampanye setiap paslon; KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menetapkan jumlah penayangan dan ukuran atau durasi iklan kampanye setiap pasangan calon. 

Sedangkan unsur pemberitaan dan penyiaran kampanye, menurut Ferry, setidaknya memiliki empat unsur: Aktivitasnya adalah penyampaian berita atau informasi; Salurannya adalah media massa cetak, elektronik dan lembaga penyiaran; Informasinya berbentuk tulisan, gambar, video dan bentuk lain; Informasinya berisi pasangan calon dan/atau kegiatan kampanye. 

Menurut Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron, pelaksanaan pengawasan Pilkada serentak itu memiliki perbedaan dengan pengawasan Pemilu 2014 lalu. Menurutnya karena pelaksanaannya di daerah. "Kita harus ketemu lagi untuk membicarakan hal ini karena konteksnya lokal dan otoritasnya di daerah, kewenangan pejabat lokal, dan hal-hal lain," ujar Daniel.

Usai pemaparan pandangan semua pihak, Idy berharap setelah pertemuan FGD itu akan ada tindak lanjut pertemuan pihak-pihak terkait untuk pembahasan lebih lanjut. "Semoga setelah pertemuan ini akan ada pertemuan Gugus Tugas Pengawasan Pemilu lalu bisa dilanjutkan," kata Idy yang diiyakan sejumlah pihak dalam pertemuan itu.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.