- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 7871
Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menanyakan perbedaan antara berita hoax dan yang bukan di lembaga penyiaran. Pertanyaan itu disampaikan pada saat kunjungan kerja ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jumat (10/5/2019). Dalam kesempatan itu, DPR Aceh menanyakan penyebab KPI tidak mengawasi media sosial.
Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menjelaskan, berita hoax di lembaga penyiaran masih jauh lebih sedikit dibanding media sosial dan media online. Hanya beberapa kali KPI menemukan adanya informasi diduga hoax di lembaga penyiaran. Menurutnya, informasi hoax di media penyiaran lebih mudah dikenali dan ada aturan yang mengatur soal itu.
Saat ini, lanjut Ubaid, yang penting dilakukan adalah bagaimana meliterasi masyarakat agar tak mudah termakan informasi palsu atau bohong. “Berita hoax itu jadi masalah kita semua. Pemerintah sangat concern dalam mengatasi masalah ini karena dampaknya yang luar biasa,” katanya.
Faktor literasi yang minim jadi sorotan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, karena secara tak langsung ikut memicu penyebaran informasi hoax. Masyarakat harus paham dan tahu bagaimana menyikapi sebuah berita atau informasi yang kebenarannya tak dapat dipertanggungjawabkan.
KPI tidak dapat melakukan interfensi terhadap media sosial dan media online karena memang kewenangannya tak mencakup sampai ke situ. “Undang-undang Penyiaran hanya memberi kewenangan mengawasi televisi dan radio, sedangkan Undang-undang Penyiaran baru belum juga jadi,” katanya menambahkan.
Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, menjawab pertanyaan soal pendirian lembaga penyiaran televisi dan penguatan siaran di Aceh dengan mengusulkan pembuatan lembaga penyiaran berlangganan (LPB). Menurutnya, usul memperbanyak LPB karena kanal untuk televisi analog sudah tidak di buka. “Pemerintah sudah memoratorium kanal analog sebagai persiapan siaran digital,” katanya.
Hal lain yang dapat dilakukan yakni dengan meningkatkan siaran lokal seperti memperbesar power siaran dan daya jangkau agar wilayah siaran jadi lebih luas. Televisi lokal di Aceh dapat mengadakan kerjasama dengan televisi nasional dengan memperhatikan masalah pembiayaannya seperti apa.
Rahmat mengusulkan DPR Aceh untuk mengajak bicara KPID membicarakan masalah tersebut. Pasalnya, KPID dapat memberi dorongan terkait pembentukan LPB di Aceh supaya masyarakat luas dapat mengakses siaran televisi. ***