Jakarta – Tim Seleksi (Timsel) Calon Anggota KPID Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menyambangi kantor KPI Pusat, Kamis, 11 Juni 2015. Kunjungan ini untuk memantapkan proses seleksi pemilihan Calon Anggota KPID Sulbar yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat diterima langsung Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin.

Berikut dokumentasi pertemuan antara KPI Pusat dan Timsel Calon Anggota KPID Sulbar di kantor KPI Pusat:

Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI ) Pusat, Judhariksawan, menyatakan bahwa kualitas program acara televisi masih di bawah standar berkualitas. Hal tersebut merupakan kesimpulan dari Survei Indeks Kualitas Program Televisi yang digelar KPI dengan 9 (sembilan) perguruan tinggi di 9 (sembilan) kota serta bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). 

Pada survei yang digelar periode Maret-April 2015 ini, memperlihatkan nilai indeks kualitas program acara secara keseluruhan adalah 3,25. Sedangkan, indeks standar minimal KPI untuk program berkualitas pada survei ini adalah 4,0. Standar dari KPI ini didasarkan pada kesesuaian program siaran dengan tujuan, fungsi dan arah penyelenggaraan penyiaran sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Dalam survei ini terdapat 9 (sembilan) jenis program acara yang dinilai oleh para responden yang merupakan panel ahli di masing-masing kota.  

KPI menyoroti 3 (tiga) program siaran yang mendapatkan nilai indeks jauh di bawah standar KPI, yakni: program infotainment, sinetron dan variety show. Sedangkan untuk program religi dan  wisata/budaya, indeks kualitas yang didapat di atas 4, dan menunjukkan program ini berkualitas.  

Melihat hasil keseluruhan dari survei ini, KPI meminta lembaga penyiaran memperbaiki kualitas program siarannya. “Infotainment, sinetron, dan variety show yang mendapat indeks kualitas rendah, justru berada di waktu-waktu utama (prime time) siaran televisi,” ujar Judha. Sedangkan sebaliknya, untuk siaran budaya dan religi yang berkualitas, justru kuantitasnya tidak sebanyak tiga program tadi.  

Menyikapi hasil survei ini, KPI akan segera memanggil seluruh lembaga penyiaran untuk meminta peningkatan kualitas pada tiga program siaran yang berkualitas rendah. Selain itu, KPI juga meminta asosiasi-asosiasi periklanan untuk ikut mempertimbangkan hasil survei ini dalam menempatkan iklan-iklannya. Sehingga program-program yang berkualitas baik, dapat terjamin keberlangsungannya di layar kaca, karena mendapat dukungan dari pengiklan.  

KPI mengapresiasi penilaian masyarakat yang tercermin dalam survei indeks kualitas program siaran televisi ini. Hal ini sejalan dengan data penjatuhan sanksi yang dikeluarkan oleh KPI pada tahun 2014. Sepanjang 2014 lalu, sanksi yang dikeluarkan KPI didominasi oleh program sinetron dan variety show. Sedangkan aduan dari masyarakat yang masuk ke KPI pada 2014 juga didominasi oleh program sinetron dan variety show. 

Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi akan kembali digelar KPI setiap dua bulan sepanjang tahun 2015. Hasil keseluruhan dari survei ini akan menjadi pertimbangan KPI dalam proses evaluasi perpanjangan izin bagi lembaga-lembaga penyiaran yang akan habis pada 2016 mendatang.

Batam – Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) bertekad menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah perbatasan melalui kekuatan penyiaran. Dan, penguatan ini harus dimulai dengan menanamkan wawasan kebangsaan pada warga negara Indonesia yang tinggal di wilayah tersebut. Pandangan itu disampaikan perwakilan Kemenko Polhukam, Asep Chaerudin di depan peserta Workshop Penyiaran Perbatasan yang diadakan di kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kamis, 4 Juni 2015.

Upaya Kemenko Polhukan, kata Asep, segera mengambil langkah-langkah nyata untuk mewujudkan hal itu dan berharap persoalan perbatasan tidak dibiarkan berlarut-larut. “Untuk melakukan ini, kami butuh partisipasi semua pihak,” tambah perwira tinggi dari TNI AU ini.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Danang Sangga Buana mendorong tindakan cepat guna menyelesaikan persoalan penyiaran di wilayah perbatasan. Solusi yang dinilainya cepat mengatasi permasalah itu antara lain dengan memberikan kemudahan proses perizinan penyelenggaran penyiaran di kawasan perbatasan sesuai dengan kondisi riil masing-masing wilayah.

Langkah lain yang dapat dilakukan lanjut Danang dengan meningkatkan pemanfaatan program tanggungjawab sosial perusahaan untuk membantu penguatan penyelenggaraan penyiaran di perbatasan. “Perlu adanya pemantauan luberan siaran asing di kawasan perbatasan antar negara seperti yang telah dilakukan KPI di Singkawang dan Sambas pada pertengahan Mei tahun ini,” katanya.

Kebijakan lainnya yang dianggap solutif menurut Danang adalah dengan mengembangkan program gerakan cinta program siaran Indonesia dalam upaya meningkatkan nasionalisme warga di perbatasan.

Kata Danang, perlu juga kebijakan khusus seperti pengurangan biaya IPP, ISR, dan BHP frekuensi, perluasan wilayah layanan dan peningkatan kelas pemancar lembaga penyiaran komunitas, serta kemudahan prosedur pendirian bagi lembaga penyiaran komunitas tambah Komisioner bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat dalam presentasinya.

Terkait persoalan konten di perbatasan, Komisioner bidang Isi Siaran S. Rahmat Arifin menilai perlunya format siaran yang edukatif, bermutu dan berkualitas. Format tersebut diperkuat dengan basis seperti penggunaan bahasa pengatar Indonesia yang baik dan benar, eksplorasi budaya lokal, tayangan informasi nasional dan lokal yang sehat dan diperlukan. “Format konten bagi lembaga penyiaran publik yang bermuatan kebangsaan dapat dimuat dalam program dialog interaktif, talkshow, feature program dan berita”.

Selain itu, lanjut Rahmat, materi-materi siaran harus juga menyertakan nilai-nilai budaya Indonesia. “Materi-materi yang memperkuat identitas ke Indonesiaan dan nasionalime akan mampu membentuk kepribadian warga yang sesuai dengan apa yang kita harapkan,” paparnya. ***

Jakarta - Anggota Komisi I DPR Meutya Hafid menilai penyiaran di Indonesia bisa dikatakan relatif baru. Belum seperti di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan yang lainnya. Menurutnya saat ini penyiaran Indonesia harus terus berproses untuk terus menjadi lebih baik.

Hal itu dikemukakan Meutya dalam paparan materi pengantar pelaksanaan Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) Angkatan II yang berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 9 Juni 2015. Menurut Meutya , dengan perkembangan teknologi saat ini memungkinkan keragaman acara dalam penyiaran dan hal itu perlu diatur batasan-batasannya. 

Meutya mendukung pelaksanaan Sekolah P3SPS yang digagas KPI untuk pelaku penyiaran. Menurutnya, dengan aturan-aturan penyiaran bukan sebagai pengekang kebebasan berekspresi, namun sebagai pengingat ada yang harus dilindungi akan dampak dari siaran itu sendiri. "Teman-teman harusnya bersyukur dengan adanya pedoman ini. Saat saya menjadi jurnalis dulu, jika kami salah tayang dalam liputan Tsunami Aceh, markas kami langsung digedor masyarakat kalau menayangkan hal-hal yang dianggap tidak berkenan, sekarang KPI cukup mengelurkan peringatan hingga teguran," kata Meutya mengenang masa liputannya di Aceh pada 2004 diikuti tawa peserta.

Saat menjadi wartawan televisi, Meutya menjelaskan dirinya juga belajar dari banyak kesalahan tayang gambar yang boleh dan ucapan serta tindakan. Menurutnya, salah satu dampak siaran dari Lembaga Penyiaran adalah langsung ditonton dan didengar oleh seluruh lapisan masyarakat di berbagai tempat. "Salah ucap saat siaran itu bisa fatal, meski nanti ada ralat sekalipun," ujar Meutya.

Dengan adanya P3SPS KPI, menurut Meutya, pekerja penyiaran bisa menjadikannya sebagai panduan teknis. Meutya menambahkan, inilah pentingnya pemahaman P3SPS bagi pekerja bidang penyiaran. Meski demikian, Meutya mendukung penyempurnaan P3SPS sesuai kebutuhan.

Untuk memancing antusias peserta, Meutya memberikan trik untuk untuk memahami P3SPS. "Saat ini seluruh orang terdekat kita pasti menonton televisi. Mari kita pikirkan apakah yang kita buat untuk program siaran di Lembaga Penyiaran masing-masing layak untuk orang-orang yang kita cintai? Demikian juga dengan penonton yang lainnya," kata Meutya. 

Sekolah P3SPS Angkatan II diikuti 30 peserta dari berbagai Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum. Acara berlangsung selama tiga hari ke depan dengan materi mencakup seluruh elemen dalam P3SPS dan peraturan penyiaran yang diisi oleh Komisioner KPI Pusat.

Batam – Jangan beranggapan persoalan luberan siaran asing di wilayah perbatasan sebagai suatu hal biasa saja alias sepele. Lamban tapi pasti, dikemudian hari dampaknya akan menjadi serius. Peringatan tersebut dipaparkan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam Workshop Penyiaran Perbatasan Sesi I yang di gelar di ruang serba guna Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dis Pora) kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kamis, 4 Juni 2015.


Untuk mencegah terjadinya ancaman laten tersebut, kata Judha, penanganan cepat sekaligus serius harus segera dilakukan semua pihak yang terkait dengan cara strategi terobosan. Ada beberapa strategi yang disampaikan antara lain mengkaji ulang kebijakan open sky yang awalnya dinilai cukup efektif menyelesaikan persoalan di daerah blankspot. “Isu kaji ulang ini sudah disering dibicarakan di DPR. Ini juga harus dibarengi dengan penataan penggunaan antena parabola bagi penduduk,” tambahnya.

Selain itu, mendorong berdirinya lembaga penyiaran komunitas atau LPK dan juga lembaga penyiaran lokal atau LPP di daerah perbatasan dengan kemudahan fasilitasi pengurusan dan prosedur lainnya. “Perlu perkuat literasi media yang bertema kebangsaan dan tidak salahnya juga melakukan diplomasi penyiaran perbatasan dengan negara tetangga,” kata Judha yang menganggap perlu menghidupkan kembali kerjasama program siaran antar negara seperti yang pernah dilakukan TVRI dan RTM melalui program Titian Muhibah.

Pandangan serupa juga disampaikan Azimah Subagijo, Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat. Menurutnya, perlu dibangun pagar-pagar maya untuk membendung masukannya aliran siaran negara lain ke wilayah Indonesia. Upaya ini juga untuk mencegah invasi geopolitik melalui media yang biasa berselimut program-program fiksi dan juga program lainnya.

Memang upaya itu cukup berat selain ditambah tidak adanya informasi dari siaran nasional hal ini makin diperparah dengan rendahnya tingkat kesejahteraan dan keamanan. “Kawasan perbatasan juga rawan sengketa wilayah karena aktivitas invasi geopolitik,” jelas Azimah dalam presentasinya yang berjudul “Indentifikasi Isu Strategis dan Rencana Aksi Penyiaran Perbatasan”.

Azimah memandang selain strategi yang dikatakan Ketua KPI Pusat perlu juga penanganan urusan konten dengan membentuk pemantauan isi siaran dan luberan siaran asing melalui kelompok-kelompok pemantau.

Hal lain yang tak kalah pentingnya yakni dengan membuat Bimtek SDM Penyiaran Perbatasan, koordinasi penyusunan dan penerapan regulasi soal perbatasan yang berujung pada terselenggaranya Rakor Penyiaran Perbatasan.

Di tempat yang sama, Pengamat Intelijen Wawan Purwanto, salah satu narasumber workshop sesi pertama mengatakan jika pengelolaan soal perbatasan harus didukung semua pihak terkait. Menurutnya , ini bentuk koordinasi dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan sekaligus bentuk kewaspadaan dan juga pencegahan terhadap luberan siaran asing.

Dari sisi teknis, Wakil Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo Gusti A. Laksamana menjabarkan kondisi transmisi negara tetangga yang berdaya besar sehingga mampu menerobos wilayah Indonesia bahkan melebihi perkiraan. “Seperti yang ada di Sebatik. Transmisi mereka punya daya kuat,” katanya.

Satu hal yang juga disayangkan Gusti adalah Indonesia selalu kalah cepat untuk menduduki yang ada di perbatasan. “Praktis hanya satu atau paling banyak tiga kanal saja yang bisa kita duduki di daerah perbatasan.” ***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.