Mataram –  Sekitar tujuh Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pada 2015. Ketua KPID NTB Sukri Aruman mengatakan peran serta Lembaga Penyiaran lokal masih minim dalam penayangan atau siaran yang bermuatan pendidikan politik bagi masyarakat.

Hal itu dikemukakan dalam dialog publik dengan tema, "Media dan Demokrasi" yang diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Anshor Kota Mataram, NTB, pada Sabtu, 7 Maret 2015. Dalam dialog itu juga menghadirkan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah NTB Suhardi Soud, Sekretaris PWI NTB Nasrudin Zein, dan Ketua  Pengurus NU Kota Mataram Fairuz Abu Macel. 

“Lembaga penyiaran lokal masih sebatas menjadi ajang kampanye dan masih sedikit perhatian pada siaran yang bermuatan pendidikan politik. Padahal itu kita harapkan mampu mengubah persepsi masyarakat dari pemilih irasional menjadi rasional. Itulah tugas penting Lembaga Penyiaran untuk mewujudkan siaran sehat, pemilih cerdas dan pemimpin berkualitas,” kata Sukri. Dalam dialog itu Sukri berharap KPU Daerah NTB bisa kembali berkoordinasi dengan KPI Daerah NTB dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait aturan teknis penyiaran Pilkada yang mengalami perubahan signifikan usai disahkannya Perppu Pilkada menjadi Undang-Undang Pilkada Langsung.

Sukri mengatakan, KPI Daerah NTB menyambut baik aturan baru terkait penyiaran Pilkada dan akan memberikan rekomendasi Lembaga Penyiaran mana saja yang boleh digunakan untuk kepentingan kampanye. “Khusus untuk keperluan kampanye di Lembaga Penyiaran, tentu kami tidak merekomendasikan penggunaan Lembaga Penyiaran Komunitas termasuk operator lokal TV kabel," ujarnya.

Dalam sistem demokrasi modern media massa sering disebut sebagai pilar ke empat demokrasi. Keberadaaan media diharapkan menjadi penyeimbang dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan posisi itu, menurut Sukri, Lembaga Penyiaran diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi profesionalisme, netralitas dan independensi.

Lebih lanjut Sukri menjelaskan, tantangan terbesar demokratisasi penyiaran di Indonesia saat ini adalah konglomerasi media. Menurutnya, pengalaman Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 adalah contoh buruk bagaimana publik terpolarisasi oleh kekuatan media siaran yang berafiliasi dengan kekuatan partai politik dan kandidat tertentu. " Ini sebuah ironi politik media dan tentunya harus dijadikan pengalaman berharga untuk menata kembali penyiaran menjadi lebih baik untuk kepentingan publik," ujar Sukri. 

Sementara itu Anggota KPU Daerah NTB Suhardi Soud mengatakan, lembaganya berkomitmen untuk melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan Bawaslu NTB dan KPI Daerah NTB untuk membahas lebih lanjut mekanisme pengawasan dan pemantauan sosialisasi maupun kampanye melalui media massa dan Lembaga Penyiaran lokal. “Tidak ada celah bagi KPU untuk bermain-main karena semuanya transparan dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Suhardi. (KPID NTB)

 

Ambon - Revisi undang-undang penyiaran harus memberikan penguatan kewenangan yang substantif kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengatur segala hal tentang penyiaran. Salah satunya dengan menjadikan undang-undang penyiaran sebagai undang-undang yang Lex Specialis, sehingga penyelesaian segala masalah yang muncul dalam dunia penyiaran selalu merujuk pada undang-undang tersebut.  Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Maluku, Edwin A Huwae, dalam  dialog khusus “Revisi Undang-Undang Penyiaran: Undang-Undang Penyiaran Sebagai Aturan yang Lex Specialis”, di TVRI Ambon (5/3). Dalam dialog tersebut hadir pula Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Akademisi IAIN Ambon Abu Bakar Kabakoran, dan Ketua KPID Maluku Aziz Tunny.

Menurut Edwin, dengan memberikan kewenangan yang substantif kepada KPI, akan menguatkan lembaga ini dalam menjaga muatan siaran televisi dan radio di tengah masyarakat. “Selama ini kita melihatnya tugas itu belum maksimal berjalan, padahal kepentingan kita di penyiaran sangat besar. Karena kalau muatan siaran baik, maka masyarakat juga baik,” ujarnya.

Dalam pandangannya, selama ini muatan di televisi hanya sekedar lolos gunting sensor pornografi di LSF. Namun mengenai hitungan edukasi dalam program-program televisi, tidak ada sensornya sama sekali. Untuk itu dirinya berharap KPI dan KPID Maluku juga tegas menindaklanjuti tayangan-tayangan yang tidak mendidik di penyiaran. “Edukasi penting dilakukan, selain kepada masyarakat yang mengonsumsi tayangan, juga kepada lembaga penyiaran agar hanya siarkan program berkualitas,” tegasnya.

“Saya berharap masyarkat  aman dari polusi penyiaran”, tambah anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini. Bagaimanapun juga masyarakat punya hak mendapatkan informasi yang berkualitas dan sesuai kebutuhannya. Selain itu, jam-jam- utama (prime time) sudah seharusnya hanya diisi dengan muatan yang mendidik, pungkas Edwin.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memberikan sanksi teguran pada Global TV gara-gara menayangkan adegan yang tidak pantas, menghina dan merendahkan martabat manusia dalam program siaran “Ada Ada Saja” pada 23 Februari 2015. Adegan tersebut melanggar ketentuan dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat sanksi teguran kepada Dirut Global TV, David Fernando Audy, Rabu, 4 Maret 2015.

Dalam surat dijelaskan, program tersebut menayangkan adegan menantang peserta dengan imbalan uang sebesar Rp 500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah), untuk melakukan tantangan mencukur alis hingga habis.

Menurut surat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, adegan tersebut sangat tidak pantas untuk ditayangkan dan menghina atau merendahkan martabat manusia. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap norma kesopanan, perlindungan anak-anak dan remaja dan penggolongan program siaran.

Menurut Judha, program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 dan Pasal 21 Ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. Berdasarkan hal tersebut, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis.

KPI Pusat meminta Global TV segera melakukan evaluasi internal serta tidak mengulangi kesalahan yang sama, baik pada program sejenis maupun program lainnya. Global TV juga diwajibkan menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Forum Masyarakat Peduli Penyiaran, Ambon (6/3)

Ambon – Munculnya penyiaran yang tidak sehat di tengah masyarakat diyakini merupakan implikasi dari seluruh masyarakat penyiaran. Padahal dalam undang-undang penyiaran, KPI mendapatkan kewenangan atributif, atau diberikan langsung oleh pemubuat undang-undang dalam mengatur penyiaran, termasuk proses perizinan. Hal tersebut disampaiakn Prof dr Salmon Nirahua, SH., M. Hum., guru besar ilmu hukum tata Negara Universitas Pattimura, dalam acara Forum masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) di Ambon, (6/3).


Selain itu, pria yang kerap dipanggil Pak Mon ini mengapresiasi kegiatan FMPP di Ambon sebagai bagian usaha KPI menjaga kedaulatan penyiaran. “Bagaimanapun, jika bicara kedaulatan rakyat di penyiaran, KPI lah yang memegang mandatnya”, ujarnya. Hal ini senada dengan yang disampaikan Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan. KPI berperan mengedukasi masyarakat agar selektif dan hati-hati dalam mengkonsumsi tayangan televisi. Apalagi, tambah Fajar, frekwensi yang melintas di Maluku juga harus memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Maluku, salah satunya melestarikan kekayaan khazanah budaya Maluku.


Di awal pelaksanaan FMPP ini dihadiri oleh Rektor Institut Agama Islam Negeri Ambon (IAIN) Dr Hasbullah Toisutta yang menyaksikan penandatanganan Perjanjian Kerja sama Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi antara KPI dan IAIN Ambon. Hasbullah mengaku tersanjung dengan pilihan KPI Pusat kepada lembaga pendidikan yang dipimpinnya ini. Dia berharap, keikutsertaan IAIN dalam pelaksanaan survey ikut memberikan kontribusi dalam perbaikan kualitas siaran televisi secara nasional.


Sementara itu dalam sambutan FMPP, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan alasan dilaksanakannya Survey Indeks Kualitas Program Televisi tahun 2015, serta dipilihnya Ambon sebagai lokasi pembentukan FMPP. “KPI berharap keterlibatan aktif masyarakat di Ambon dalam mengawasi muatan televisi dan radio,” ujar Judha. Tidak hanya aktif mengawasi bahkan, Judha berharap masyarakat Ambon juga cerdas dalam menyikapi muatan isi siaran.


Kualitas penyiaran saat ini juga dikritisi secara khusus oleh Abidin Wakano, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku. Dalam pandangan Abidin, seharusnya penyiaran menjadi provokator damai di tengah masyarakat. Apalagi di ambon sendiri, ujar Abidin, punya secara kelam tentang perselisihan antar kelompok masyarakat.


Dalam FMPP ini pula, Bekti Nugroho Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, melihat pentingnya “wisdom” yang dimiliki para produser dan sutradara tayangan di televisi. “Berita adalah idealitas, bukan realitas!” ujar Bekti. Karena harus tampil ideal, maka disanalah fungsi kebijaksanaan dari produser atau sutradara tampil. Agar isi berita yang muncul memang sesuia dengan hak asasi dan kebutuhan masyarakat. Bekti meyakini, kalau kebijaksaan atau wisdom ini dimiliki para pengelola tayangan televisi, harusnya tidak akan muncul muatan siaran yang tidak penting bahkan cenderung sampah, di tengah penyiaran kita.

Dompu - Bupati Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) Bambang H Yasin, Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo, dan Komisioner KPID NTB menghadiri penandatanganan Memorandum Of Understanding (MoU) kerjasama literasi media dan  gerakan  keluarga sadar media antara KPI Daerah NTB dengan TP PKK Dompu dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Dompu. Acara berlangsung pada Selasa, 3 Maret 2014 di Aula PKK Dompu dengan tema "Mewujudkan Masyarakat Dompu yang Cerdas dan Sadar Media".

Dalam sambuatannya Bambang H. Yasin menilai literasi media adalah kegiatan yang positif dan perlu terus dikembangkan. Menurutnya literasi media mampu menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap media itu sendiri. Bambang berharap kegiatan itu mampu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang media, mengkritisi, memilih dan memilah informasi di dalamnya.

Ketua KPI Daerah NTB Sukri Aruman dalam sambutannya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Pemerintah Kabupaten Dompu atas dukungan dan perhatiannya. “KPI Daerah NTB sudah berjalan enam tahun dan banyak hal yang sudah kami lakukan dalam menata penyiaran di Nusa Tenggara Barat,” katanya.

Sukri mengungkapkan, KPI Daerah NTB terus menggandeng berbagai pihak dan pemangku kepentingan di NTB untuk bersama-sama mengawal penyiaran NTB yang sehat dan bermartabat. Menurut Sukri mengawasi dan memantau siaran radio dan TV bukanlah tanggung jawab KPID  semata, juga dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat selaku pemilik frekuensi yang merupakan ranah publik.

Peserta literasi media dihadiri dari berbagai unsur masyarakat Dompu, yakni pelajar, mahasiswa, tokoh masyarakat, dan perwakilan berbagai organisasi. Kegiatan itu menghadirkan empat narasumber yakni Azimah Subagijo, Koordinator Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat dengan presentasi seputar "KPI dan Masa Depan Penyiaran Indonesia", anggota KPI Daerah NTB  Lalu Sukron Prayogi dengan materi berjudul "Menjadi Masyarakat Partisipatif dan Sadar Media", Direktur Utama Bima TV Khairudin M Ali membahas tentang "Peran TV lokal dalam Pembangunan Daerah", dan Budayawan Dompu Nurdin Umar dalam paparan mengkritisi peran media lokal dalam melestarikan budaya, bahasa dan kearifan lokal di Dompu. (KPID NTB)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.