Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran mengevaluasi secara menyeluruh program tayangan variety show dan sinetron yang disiarkan selama ini. Hal itu sebagai tindak lanjut dari hasil Survey Indeks Kualitas Program Televisi yang dilakukan KPI bersama dengan 9 (sembilan) perguruan tinggi negeri di 9 (sembilan) kota besar di Indonesia.

Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan, dalam survey ini KPI menetapkan indikator-indikator yang merujuk pada tujuan diselenggarakannya penyiaran seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Di antaranya adalah membentukk watak, idetitas dan jatidiri bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman, menghormati keberagaman, menghormati orang dan kelompok tertentu. Selain itu, masih merujuk pada undang-undang yang sama, indikator yang ditetapkan oleh KPI adalah program tayangan tidak memuat kekerasan, tidak bermuatan seksual dan tidak bermuatan mistik, horor dan supranatural.

“Dari indikator-indikator ini, hasil survei KPI menunjukkan program variety show dan sinetronmemiliki kualitas yang rendah!” ujar Judha. Terutama untuk indikator membentuk watak, identitas, dan jatidiri bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman. Tentu saja hal ini patut dicermati lebih jauh. Apalagi program variety show di televisi memiliki kuantitas yang banyak, tambah Judha.

Dalam Survei Indeks Kualitas Program Televisi tentang program khusus ini menguji kualitas tiga program, yaitu berita, variety show, dan sinetron. Hasil yang sama juga didapati pada program sinetron. Nilai indeks yang rendah didapati pada indikator membentuk watak identitas dan jati diri bangsa Indonesia yang bertakwa dan beriman, tidak bermuatan kekerasan, dan tidak bermuatan mistik, horor dan supranatural. Namun demikian, nilai indeks yang sangat rendah itu hanya terpusat pada satu program sinetron yang diuji. Sedangkan untuk program berita, memiliki indeks yang lebih tinggi dari variety show dan sinetron, namun masih di bawah standar kualitas yang ditetapkan oleh KPI. 

Terkait rendahnya kualitas sinetron dengan genre mistik ini, Judha meminta lembaga penyiaran melakukan pembenahan atas model sinetron seperti ini. Meskipun ada data yang mengatakan bahwa sinetron-sinetron ini mendapat banyak penonton, tapi jika kualitas tayangan justru bertentangan dengan tujuan, arah dan fungsi penyiaran di tengah masyarakat, KPI menilai sudah saatnya ada perombakan total terhadap sinetron dengan genre mistis. “KPI tidak akan membiarkan masyarakat dicekoki dengan tayangan-tayangan yang justru tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas kepribadian bangsa,” tegas Judha. 

Pada survey ini, responden juga diminta untuk menilai program acara yang berkualitas dari program yang pernah ditonton dalam sebulan terakhir. Hasilnya adalah, Kick Andy, Mata Najwa, Indonesia Lawyers Club, My Trip My Adventure, On the Spot, Hitam Putih, Laptop si Unyil, Mario Teguh, Liputan 6 dan Ini Talkshow.

Hasil survei indeks kualitas program siaran televisi dapat di unduh dalam tautan ini dan ini.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran tertulis kedua untuk Trans TV terkait pelanggaran terhadap P3SPS KPI dalam program siaran “Janji Suci Selamatan Tujuh Bulanan” yang disiarkan Trans TV pada 14 Juni 2015 mulai pukul 13.54 hingga pukul 21.34 WIB.

Program tersebut menayangkan acara selamatan tujuh bulanan Nagita Slavina yang diadakan di kediaman Raffi dan Gigi di Tebet dilanjutkan dengan segmen “Janji Suci Raffi & Gigi Road To Baby Shower” dan “Janji Suci Baby Shower” sehingga menghabiskan durasi kurang lebih 7 jam 41 menit. Durasi siar yang cukup panjang ini dinilai tidak wajar oleh KPI Pusat. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran keduanya untuk Trans TV yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Jumat, 19 Juni 2015.

Program yang dimaksud banyak pula memuat hal-hal yang tidak signifikan untuk diketahui publik, seperti kendala-kendala yang dialami Raffi sehingga terlambat datang karena macet total, rantai ojek putus, berganti ojek, dan ojek ditabrak motor, ataupun flashback momen Nagita dan Raffi, yang menghabiskan menghabiskan durasi cukup panjang.

Dalam surat teguran tersebut, KPI Pusat memandang bahwa nilai-nilai positif yang ingin disampaikan, seperti budaya/adat mitoni, pengajian, ataupun wawancara narasumber, pada dasarnya dapat ditayangkan dalam durasi yang wajar jika dikemas dengan baik. Menurut KPI Pusat siaran tersebut telah dimanfaatkan bukan untuk kepentingan publik. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik.
 
Koordinator bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat Agatha Lily mengatakan pihaknya memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1).
 
Selain itu, berdasarkan catatan KPI Pusat, Trans TV pada tanggal 17 Oktober 2014 telah mendapatkan sanksi administratif teguran tertulis Nomor 2415/K/KPI/10/14 terkait penayangan seluruh prosesi pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina selama 2 (dua) hari berturut-turut pada program siaran “Janji Suci Raffi dan Nagita” yang ditayangkan pada tanggal 16 dan 17 Oktober 2014 dan dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik. Pada teguran tersebut, KPI Pusat juga telah mengingatkan Trans TV untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama pada program sejenis lainnya di kemudian hari, namun Trans TV tidak mengindahkan teguran KPI Pusat tersebut.
 
Atas dasar pengabaian teguran sebelumnya, menurut Lily, KPI Pusat akan mengakumulasi pelanggaran-pelanggaran ini sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat sesuai dengan Pasal 75 ayat (2) SPS, diantaranya memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meninjau ulang Izin Penyelenggaraan Penyiaran PT. Televisi Transformasi Indonesia.

Dalam surat teguran kedua itu juga ditegaskan jika Trans TV harus menyadari bahwa frekuensi yang dipinjamkan kepada pihak bersangkutan merupakan ranah publik yang tidak dapat dipergunakan semena-mena. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan untuk menghentikan Saluran TV5 Monde ASIE. Hal itu diputuskan dalam Rapat Pleno KPI Pusat, setelah melakukan kajian dan pemantauan terhadap muatan televisi yang disalurkan lewat lembaga penyiaran berlangganan (LPB).

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Agatha Lily mengatakan, sebelumnya KPI sudah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh LPB agar berhati-hati dalam menyiarkan konten TV5 Monde ASIE yang ditemukan banyak memuat tampilan tidak layak. Namun ternyata setelah surat edaran tersebut disampaikan, KPI kembali menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) dalam saluran televisi yang berasal dari Perancis tersebut.

“Diantaranya adegan persenggamaan dan adegan wanita telanjang yang menampakkan payudara,” ujar Lily. Adegan yang muncul pada film “Hotel de la Plage” yang tayang 7 Juni 2015 pukul 17.00 WIB ini, melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 16 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), Pasal 18 huruf (a), (b), dan (h), Pasal 56, dan Pasal 57.

Diingatkan pula oleh Lily, selain wajib mematuhi P3&SPS, isi siaran juga wajib tunduk pada ketentuan perundang-undangan lain. Lily melihat, adegan dalam film tersebut berpotensi melanggar undang-undang penyiaran dan undang-undang pornografi. Pasal 36 ayat (5) huruf b Undang-Undang Penyiaran menyebutkan larangan bagi isi siaran untuk menonjolkan unsur cabul, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Di samping itu, tambah Lily, penayangan adegan persenggamaan dan ketelanjangan dapat diancam penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

KPI berharap Lembaga Penyiaran Berlangganan dapat lebih selektif dalam menyiarkan setiap saluran mengingat lembaga penyiaran bertanggung jawab atas semua konten yang disiarkan sebagaimana diatur pada UU Penyiaran. “Perlu diingat penyiaran sebagai penyalur informasi memiliki peran yang strategis dan memiliki dampak yang luas terhadap sikap, pola pikir dan perilaku masyarakat,” ujar Lily. Karenanya penyelenggara penyiaran harus mengarahkan penyiara pada terciptanya siaran yang berkualitas, bermartabat dan meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk budaya asing.

 

Jakarta – KPI Pusat kembali menyelenggarakan kegiatan Fokus Grup Diskusi (FGD) membahas soal infotainment, Kamis, 18 Juni 2015. Meskipun secara umum tayangan infotainment sudah mengalami perbaikan, FGD yang mengundang kalangan industri televisi, rumah-rumah produksi dan stakeholder tetap membahas hal-hal yang tidak boleh disiarkan dalam tayangan tersebut sesuai aturan P3SPS KPI.

Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily menilai tayangan infotainment sudah makin baik dan mengikuti P3SPS KPI. Salah satu yang tercatat oleh KPI Pusat yakni berkurangnya penggunaan kata-kata kasar. Ini sejalan dengan makin berkurangnya angka pengaduan masyarakat mengenai tayangan infotainment.

Menurut Lily, biasa beliau disapa, dari Januari hingga Mei 2015 jumlah pengaduan yang masuk ke bagian pengaduan KPI Pusat hanya 52 aduan mengenai infotainment dari 33 tayangan infotainment yang ada di 11 stasiun televisi jaringan yang secara konsisten menayangan infotainmen. Angka tersebut lebih rendah ketimbang periode Januari hingga Mei tahun lalu yang mencapai 208 aduan.

Mekipun begitu, kata Lily, jumlah pemberian sanksi untuk program infotainment masih terbilang tinggi. Ada 25 sanksi yang dilayangkan KPI ke stasiun televisi selama Januari hingga Juni 2015. “Semoga dalam puasa ini program infotainment bisa lebih baik lagi. Saya harap aturan jangan hanya dipatuhi di bulan ini saja, tapi juga diluar bulan puasa,” pintanya di depan peserta yang sebagian besar dari perwakilan program infotaimen stasiun televisi serta rumah produksi.

Apa-apa saja materi yang masih dikasih sanksi KPI antara lain berita soal perceraian artis. Menurut lily, boleh saja berita mengenai ini ditayangkan tapi tidak boleh dikupas secara dalam. Kemudian berita soal perselingkuhan yang isinya begitu detail. Lalu, berita soal pamer harta atau hedonis kalangan artis. “Rasanya kalau ditayangkan secara detail dalam keadaan masyarakat kita yang sulit yang ditakutkan dapat menimbulkan kecemburan sosial,” jelas Lily.

Kemudian info soal konflik pribadi atau keluarga yang akan menimbulkan kata-kata atau hujatan yang kasar atau tidak pantas. Selain itu, pelibatan anak-anak dalam permasalahan rumah tangga. Memaksa mengambil gambar yang tidak diinginkan narasumber. “Hal-hal itu yang kami beri sanksi. Mudah-mudahan ke depannya sudah tidak ada,” ujar Lily penuh harap.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menilai perbaikan konten infotainment merupakan sebuah kabar gembira meskipun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan pihak pembuat program ini. Menurut Idy yang juga Komisioner bidang Isi Siaran, perbaikan yang sudah ada alangkah eloknya lebih ditingkatkan lagi.

“Kuncinya semua ini ada pada komitmen dan kesadaran dari stasiun TV, produser dari rumah produksi dalam memproduksi tayangan infotainment. Kami percaya itu ada, Insya Allah hasilnya akan menjadi lebih baik,” papar Idy.

Sementara itu, Achmad Dhani, narasumber acara yang juga artis sekaligus musisi terkenal mengatakan apa yang sudah dilakukan KPI sekarang sangat diluar dugaanya terutama dalam membentuk karakter bangsa. Pencapaian itu dilihatnya dengan makin berubah tayangan infotainment ke arah yang lebih baik.”KPI sekarang sudah bisa menggaet infotainment sehingga menjadi program yang sesuai dengan budaya Indonesia,” kata Dhani.

Menurut Dhani, pembentukan karakter bangsa Indonesia tidak perlu mencontoh kebijakan yang dilakukan negara luar seperti Amerika Serikat. “Ini Indonesia. Dan, upaya pembentukan itu sudah dilakukan KPI. Jadi, garis-garis yang dibuat KPI memang perlu tentang bagaimana harusnya sebuah program infotainment itu,” jelas Dhani yang juga didampingi Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin dan Fajar Arifianto Isnugroho. ***

Jakarta - Pengawasan penyiaran yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus mendapatkan dukungan publik dan pemegang kebijakan lainnya. Ini mengingat bentuk hubungan KPI Pusat dan KPI Daerah secara kelembagaan yang ada di seluruh Indonesia bersifat koordinatif.

Hal itu dikemukakan Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin dalam menerima kunjungan Komisi I DPRD Sumatera Selatan di Kantor KPI Pusat, Kamis, 19 Juni 2015. "Untuk kemajuan dan pengawasan penyiaran di daerah, teman-teman KPID membutuhkan dukungan dari DPRD dan Pemerintah Daerah itu sendiri," kata Rahmat.

Menurut Rahmat dengan aturan itu, anggaran dan pelaksanaan program kerja masing-masing KPID tergantung atas dukungan DPRD dan Pemerintah Daerah. Namun, Rahmat menjelaskan lebih lanjut, KPI yang ada di daerah juga bentuk repsentasi publik yang merupakan satu kesatuan dengan KPI Pusat dalam menjalankan tugasnya sebagai salah satu regulator penyiaran. 

Ketua Komisi I DPRD Sumatera Selatan Kartika Sandra Desi mengatakan kunjungan ke KPI Pusat dilakukan untuk mengetahui bentuk hubungan antarlembaga dan sistem koordinasi program kerja dan pengangganggran, khususnya dengan KPI Daerah Sumatera Selatan. Menurut Kartika, dengan kejelasan itu pihaknya bisa mengupayakan dukungan maksimal kepada KPID Sumatera Selatan dalam menjalankan program-programnya terkait pengawasan, perizinan, kampanye melek media, dan kegiatan yang lainnya.

Walaupun hubungan kelembagaan KPI Pusat dan KPI Daerah bersifat koordinatif, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan dalam peraturan terkait kelembagaan KPI menyebutkan ada 17 program bersifat tetap yang harus dilaksanakan KPI Daerah. "Pertemuan pembahasan pelaksanaan program kerja baku itu dibicarakan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional dan Rapat Pimpinan Nasional KPI se-Indonesia," ujar Fajar.

Menurut Fajar, dua kegiatan puncak KPI itu membahas laporan masing-masing KPID, pembahasan kondisi penyiaran, menentukan arah kebijakan penyiaran, dan kesepakatan sejumlah peraturan lainnya.

Usai dialog, Anggota Komisi I DPRD Sumatera Selatan meninjau sistem pemantauan dan monitoring siaran Lembaga Penyiaran yang dilakukan KPI Pusat.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.