Padang – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Pers (DP), menandatangani kesepakatan bersama tentang Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tahun 2018 melalui Lembaga Penyiaran, Perusahaan Pers, Pers Nasional dan Pers Asing, di Padang, hari ini, Kamis (8/2/2018).
Kesepakatan bersama antar empat lembaga ini menandai dibentuknya gugus tugas di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Gugus tugas akan melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap semua aktifitas kegiatan Pemilukada di media, baik siaran pemberitaan maupun iklan.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Yuliandre Darwis mengatakan, sinergi empat lembaga ini untuk menguatkan pengawasan pada pemberitaan dan iklan kampanye di media, baik eletronik maupun cetak. “Kita ingin media bisa digunakan secara berimbang disaat agenda kegiatan politik seperti Pemilukada yang akan berlangsung pertengahan tahun ini,” katanya usai penandatanganan kesepakatan bersama tersebut.
Menurut KPI, selain keberimbangan informasi, pengawasan siaran pemberitaan dan iklan politik di media diharapkan meminimalisir pemanfaatan media oleh segelitir orang untuk kepentingan politiknya. “Pengawasan tidak cukup hanya dilakukan kami, partisipasi publik juga diperlukan untuk mengawal khususnya pada media-media yang dinilai tidak berimbang dalam pemberitaan politik,” jelas Andre, panggilan akrabnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat berharap tahun politik 2018 dan 2019 dapat berjalan aman tanpa kegaduhan yang ditumbulkan oleh pemberitaan media. “Seyogyanya media harus menjadi penyeimbang informasi, kita harus kawal semua informasi dan kampanye politik yang disebarkan kepada publik” ujar Yuliandre.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menambahkan, dalam konteks pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pada Pilkada serentak 2018 Gugus tugas ini menjelaskan, KPI harus melakukan apa. Begitu pula dengan Dewan Pers, KPU dan Bawaslu. "Semua tugas masing-masing lembaga sudah diatur dalam gugus tugas yang akan mulai aktif dalam waktu dekat," katanya di tempat yang sama.
Pada saat penandatanganan kesepakatan bersama, hadir Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Ketua Bawaslu RI Abhan, Ketua KPU RI Arif Budiman dan Ketua Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo. Kesepakatan ini ditandatangani di sela-sela agenda Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Sumatera Barat. ***
Jakarta – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) memastikan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak akan sendirian mengambil tindakan terhadap pelanggar aturan siaran oleh lembaga penyiaran dalam Pemilukada 2018 mendatang. Jaminan tersebut disampaikan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, pada Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, di acara FGD (focus grup discussion) tentang Pemilukada 2018 yang berlangsung di Hotel Royal Kuningan, Rabu (7/2/2018).
“Kita ada gugus tugas yang terdiri dari KPU, Bawaslu, KPI dan Dewan Pers. Gugus tugas ini akan bekerja bersama melakukan pemantauan, pengawasan dan juga menindak. Jadi saya sampaikan ini ke mbak Nuning, KPI tidak sendiri dan KPU tidak akan biarkan hal itu,” kata Wahyu .
Menurut Wahyu, KPI melakukan pengawasan terhadap isi siaran media penyiaran yang merupakan ranahnya. Setiap temuan siaran pemberitaan dan iklan kampanye yang diindikasi KPI melanggar akan dikoordinasikan ke gugus tugas. Kalau keputusannya harus diberi sanksi, KPI akan melayangkan sanksi ke lembaga penyiarannya sesuai prosedur dan KPU akan mengambil tindakan serupa kepada pesertanya.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah menegaskan akan menegur lembaga penyiaran yang menayangkan iklan kampanye di luar ketentuan pilkada, dan tidak berimbang dalam memperlakukan pasangan calon peserta Pilkada 2018 dalam program siaran maupun pemberitaan.
“Misalnya ada salah satu stasiun TV pada programnya mengundang hanya salah satu paslon, namun tidak mengundang paslon yang lain. KPI juga akan mengidentifikasi blocking time, apakah ada rubrik dadakan yang bukan program siaran rutin, ini bisa saja menjadi modus. Jika tidak berimbang, KPI akan menegur TV tersebut,” tegas Nuning.
KPI juga akan memantau pada hari H saat pemungutan suara Pilkada 2018 dan pengumuman quick count dan siaran kampanye yang bisa jadi diputar ulang pada masa tenang dan hari H. Menurut Nuning, siaran kampanye yang diputar ulang pada masa tenang dan hari H tidak diperbolehkan, karena dapat mempengaruhi preferensi pemilih.
“KPI akan bersinergi dengan KPU dan Bawaslu. Kami berharap KPU di daerah juga bisa berkomunikasi dan koordinasi dengan KPID,” ujar Nuning. ***
Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis didampingi Komisioner Bidang Kelembagaan Ubaidillah dalam Rapat Koordinasi tentang Kelembagaan KPI Daerah Bersama Kementerian dan Lembaga Terkait, (7/2).
Jakarta - Penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah pasca terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, terus dilakukan KPI Pusat dengan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Dalam rapat koordinasi antara KPI Pusat, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), di kantor KPI (7/2), dibahas tentang posisi KPI Daerah dalam struktur pemerintahan daerah termasuk pembebanan anggarannya.
Merujuk pada Pasal 9 Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dinyatakan bahwa pendanaan KPI Pusat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun sejak diberlakukan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, anggaran KPI Daerah tidak lagi dibebankan pada APBD. Tafsiran inilah yang mengakibatkan pelemahan pada kelembagaan KPI Daerah. “Fungsi pelayanan publik berupa pelayanan perizinan dan pengawasan isi siaran oleh KPI Daerah, menjadi berhenti”, ujar Yuliandre Darwis Ketua KPI Pusat.
Padahal, Yuliandre mengatakan, dalam waktu dekat bangsa Indonesia menghadapi agenda politik nasional yang membutuhkan kontribusi KPI Daerah dalam melakukan pengawasan konten-konten siaran dari radio dan televisi lokal di seluruh daerah. Momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), misalnya, tambah Yuliandre. Dengan ketiadaan anggaran, tentulah menyulitkan KPI Daerah melakukan pengawasan atas netralitas, independensi dan keberimbangan lembaga penyiaran pada momen politik ini. Selain itu ada pula ancaman terhadap integrasi nasional dan radikalisme yang muncul lewat ruang-ruang udara, jika tidak dilakukan pengawasan dan pembinaan oleh KPI Daerah. “KPI Pusat memang melakukan pemantauan pada televisi dan radio yang berjaringan nasional,” ujar Yuliandre. Namun masih ada ribuan radio dan televisi lokal yang tidak dijangkau KPI Pusat untuk pengawasannya. Tak heran pula, pada wilayah-wilayah di perbatasan yang dilaporkan, terdapat radio dengan siaran yang dianggap mengancam keutuhan integrasi nasional.
Dalam kesempatan tersebut, Komisioner KPI Daerah Jawa Tengah Rofiuddin menyampaikan kondisi terakhir yang dihadapi lembaganya saat ini. “Jawa Tengah memiliki lebih dari 300 lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, yang harus diawasi muatannya oleh KPID,” ujar Rofiuddin. Selain itu, dalam proses pemberian izin penyelenggaraan penyiaran, KPID menjadi lembaga yang pertama kali ditemui oleh pemohon. “KPID juga harus melakukan verifikasi faktual ke setiap lokasi yang mengajukan IPP, serta meminta masukan masyarakat atas rencana kehadiran lembaga penyiaran tersebut,” tambahnya. Rofiuddin memahami adanya tuntutan proses perizinan yang lebih cepat demi memperbaiki iklim usaha. Namun dengan terbatasnya frekuensi yang tersedia, menjadi kewajiban KPI Daerah untuk memastikan pengelolaannya diberikan pada pihak yang kompeten. “Tentunya hal seperti ini membutuhkan ketelitian dan kecermatan penilaian,”tegasnya.
Kemendagri yang diwakili Direktorat Bina Keuangan Daerah, Ihsan Dirgahayu memahami adanya perbedaan tafsiran atas regulasi terbaru tentang perangkat daerah. Namun demikian, Ihsan menilai penganggaran untuk KPI Daerah masih memungkinkan lewat hibah. “Apalagi Undang-Undang Penyiaran secara tegas menyebutkan bahwa pendanaan KPI Daerah dibebankan pada APBD!” ujar Ihsan. Karenanya dapat disimpulkan bahwa penganggaran KPID tetap melalui APBD lewat mekanisme hibah, yang dapt diulang setiap tahun.
Sementara itu Kepala Biro Perencanaan Kemenkominfo, Arifin Lubis menyampaikan pendapatnya tentang tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang beririsan antara KPI dan Kemenkominfo. Arifin mengatakan harus ada sinkronisasi pada anggaran dan program antara KPI Daerah dan Dinas Kominfo di daerah, sehingga tidak ada tumpang tindih. “Termasuk juga tupoksi literasi media yang harusnya dapat dipecah antara Kominfo dan KPI,”ujarnya. Selain itu Arifin juga menyampaikan target yang dibebankan Menteri Kominfo terkait pelayanan perizinan untuk penyiaran yang harus dapat diselenggarakan dengan waktu yang lebih cepat lewat e-licensing.
Dalam pertemuan tersebut Paskalis Baylon dari jajaran Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, ikut menyampaikan pendapat. Paskalis setuju bahwa pada prinsipnya pelayanan terhadap masyarakat harus tetap berjalan, dan pengawasan isi siaran juga harus tetap dilakukan KPI Daerah. Dirinya berpesan agar KPI Daerah menjaga hubungan baik dengan pada kepala daerah, sehingga mereka paham urgensi tupoksi KPI di daerah, dan dapat memberikan dukungan anggaran yang baik.
Hadir dalam rapat koordinasi yang merupakan amanat dari Rapat Dengar Pendapat antara Komisi I DPR dan KPI Pusat, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Ubaidillah. Dirinya menyampaikan kondisi terakhir beberapa KPI Daerah yang tidak lagi memiliki anggaran seperti Sumatera Barat dan Jambi. “Ketiadaan anggaran tentunya mengganggu pelayanan perizinan yang merupakan amanat Undang-Undang,” ujar Ubaidillah. Selain itu, terdapat beberapa daerah yang melakukan penundaan terhadap proses seleksi KPID ataupun pelantikan anggota yang sudah terpilih lantaran tidak adanya kejelasan anggaran. Karenanya KPI sangat berharap segera didapat kepastian tentang bolehnya anggaran dalam bentuk hibah dari APBD yang bergulir setiap tahun. “Jika sudah ada kepastian, dengan sendirinya KPI Daerah di berbagai provinsi dapat menjalankan peran-peran strategisnya yang dipercayakan regulasi!” pungkasnya.
Sementara perwakilan dari BAPPENAS, Wariki Sutikno menegaskan, bahwa sudah menjadi tugas semua untuk mengawal substansi penyiaran di tanah air. Melihat peliknya persoalan yang dihadapi secara kelembagaan, Wariki berharap dengan adanya kepastian soal hibah di APBD, KPI Daerah melakukan pengawalan pada APBD Perubahan 2018. Dengan demikian pada tahun ini program-program KPI Daerah dapat segera dianggarkan melalui mekanisme hibah di APBD. Pertemuan yang dimoderatori oleh Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang ini, ditutup dengan merumuskan beberapa kesimpulan yang akan ditindaklanjuti oleh KPI Pusat kepada instansi terkait.
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, didampingi Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, menyampaikan keterangan pada peserta FGD KPU tentang Pemilukada di Hotel Royal Kuningan, Rabu (7/2/2018).
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) mengusulkan pelaksanaan siaran debat publik lokal pasangan calon kepala daerah dilakukan oleh lembaga penyiaran lokal (lembaga penyiaran swasta lokal maupun publik lokal). Hal ini menyangkut pemberdayaan media lokal serta cakupan kepemirsaannya yang tepat sasaran sesuai dengan daerah yang sedang menyelenggarakan pemilihan. Usulan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, disela-sela acara fokus grup diskusi (FGD) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah 2018 di Hotel Royal Kuningan, Rabu (7/2/2018).
“Pelaksanaan debat publik sudah di atur dalam peraturan KPU. Pandangan kami jika debat paslon ini dilakukan oleh media penyiaran lokal akan lebih fokus target audience yang menjadi sasaran debat, karena terlokalisir di daerah yang sedang menyelenggarakan pemilihan. Ini strategis dan efektif,” kata Nuning di depan peserta FGD yang diantaranya para Komisioner KPU Provinsi.
Menurut Nuning, meskipun pelaksanaan debat oleh lembaga penyiaran lokal bukan suatu kewajiban dan bisa juga disiarkan televisi induk jaringan, minimal KPU memberi satu kali kesempatan untuk lembaga penyiaran lokal untuk menyiarkannya. “Kecuali kalau memang tidak ada lembaga penyiaran lokal atau memang fasilitas dan alat yang dimiliki media penyiaran lokal tidak memadai untuk siaran langsung, atau dapat juga dilakukan oleh Televisi induk jaringan yang juga dapat di relay oleh lembaga penyiaran yang lain dengan syarat harus clean feed dan disepakati antara KPUD dan Lembaga penyiaran yang ditunjuk sebagai host,” katanya.
Persoalan pilihan lembaga penyiaran lokal maupun nasional yang akan menyiarkan debat publik, yang penting harus mengikuti prosedur yang berlaku. Nuning menegaskankan, legalitas ijin lembaga penyiaran harus jelas yakni memiliki izin penyelenggaraan penyiaran atau IPP tetap. Hal ini harus menjadi perhatian KPU yang akan menentukan lembaga penyiaran penyelenggara debat dan yang akan menayangkan iklan kampanye," jelas Nuning.
Dalam kaitan penyelenggaraan debat publik, selain menetapkan Lembaga penyiaran yang akan menyiarkan debat, KPU juga menentukan mekanisme pelaksanaan debat seperti siapa moderator, panelis dan pertanyaan-pertanyaan yang akan disampaikan ke paslon," papar Nuning.
Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan pelaksanaan debat publik dilakukan oleh media penyiaran manapun. “Yang paling penting harus melihat aspek-aspek yang berkaitan seperti keamanan dan yang lainnya. Tapi, memang lebih baik dilakukan di daerah,” katanya.
Wahyu mengungkapkan, proses debat publik ditekankan pada penyampaian visi, misi dan program peserta. KPU juga menyampaikan mekanisme debat apabila pada pemilihan kepala daerah hanya terdapat 1 pasangan calon peserta pilkada, maka format debat akan berbeda dengan mekanisme debat yang pesertanya lebih dari satu pasangan calon. ***
Jakarta -- Lembaga penyiaran harus mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan golongan ataupun pribadi. Hal itu erat kaitannya dengan tujuan diselenggarakannya penyiaran yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Evita Nursanty, di depan peserta Sekolah P3 dan SPS KPI Angkatan XXVI di Kantor KPI Pusat, di bilangan Jalan Djuanda, Selasa (6/2/2018).
Menurut Evita, media penyiaran memiliki tanggungjawab besar untuk menyampaikan informasi yang benar bagi masyarakat. Informasi yang disampaikan tidak hanya benar, tapi memiliki manfaat dan berpihak terhadap kepentingan mereka.
“Kita semua memiliki tanggungjawab yang sama yakni menjaga kedaulatan negara ini. Jadi selayaknya informasi yang disampaikan lembaga penyiaran sejalan dengan tujuan penyiaran yakni bermanfaat dan mencerdaskan serta menjunjung nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila,” kata Evita.
Evita pun mengungkapkan permasalahan penyiaran di tanah air mencakup kosentrasi kepemilikan media yang sekaligus berpolitik praktis. Selain itu, isi siaran pun terkesan hanya mengejar keuntungan semata. Belum lagi persoalan kreativitas sumber daya manusia yang perlu ditingkat. Upaya itu sangat berkaitan dengan mutu dan kualitas konten siaran.
Hal lain yang perlu dipacu yakni pertumbuhan penyiaran di daerah atau lokal. Menurut penilaian Evita, siaran media lokal belum dapat menyamai saudara tuanya yang ada di Jakarta. “Belum lagi persoalan lembaga penyiaran publik yang belum optimal,” kata Politisi dari Partai PDI Perjuangan ini.
Dalam kesempatan itu, Evita mendorong Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) menjadi negarawan. Menurutnya, Komisioner KPI Pusat harus memiliki konektivitas dengan ideologi negara dan rasa cinta pada tanah air. “Jika tidak, KPI bisa terombang-ambing, bias dan tidak imparsial seperti logo KPI yang ada Pancasila,” paparnya. ***
Tayangan ini menampilkan pernikahan anak usia dini secara paksa. Hal ini melanggar UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan: bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila wanita sudah mencapai 19 Tahun. Selain itu, dramatisasi poligami tokoh pria (39 Tahun) dengan tokoh anak perempuan jelas melanggar UU Perlindungan Anak yakni terkait Pedofilia diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002. Oleh karena itu, program/tontonan ini TIDAK LAYAK DITAYANGKAN DI SALAH SATU SALURAN TV NASIONAL. Acara ini memiliki dampak buruk terhadap remaja dan anak-anak. Selain itu, saya mau seluruh series suara hati istri diberhentikan karena banyak adegan yang sangat SEKSIS dan MISOGINIS!