Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk serius melibatkan KPI dalam proses digitalisasi penyiaran. Mengingat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran mengamanatkan KPI sebagai wakil publik yang mengatur urusan penyiaran. Hal tersebut disampaikan Azimah Subagijo, Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat dalam acara Forum Dialog Penyelenggaraan Penyiaran Digital yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo (24/3).

Menurut Azimah,  dalam undang-undang tersebut menyebutkan tugas KPI dalam proses perizinan adalah sejak pengajuan permohonan izin penyiaran, termasuk soal frekwensi.  Dalam pasal 33 (4) d menyebutkan bahwa Izian dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh izin alokasi dan penggunaan spectrum frekuensi radio oleh pemerintah atas usul KPI, terang Azimah.

“Sehingga, tidak benar jika pada proses perizinan penyairan digital ini, KPI hanya mengurus perizinan untuk Lembaga Penyiaran Swasa (LPS) konten saja,” ujarnya. Harusnya yang terkait multipleksing, karena ini menyangkut frekuensi radio, KPI juga dilibatkan.

Lebih jauh Azimah juga mempertanyakan pembatasan terkait diversity of ownership antara LPS digital penyedia multipleksing dengan LPS digital penyedia konten siaran. Menurutnya, pada ketentuan dalam Peraturan Menteri (Permen) 28 tahun 2013 dan Permen 32 tahun 2013 keterkaitan antara keduanya itu dibatasi maksimal hanya tiga. Sehingga, diharapkan dalam slot untuk LPS digital penyedia konten siaran yang tersisa dapat dialokasikan pada pemilik yang berbeda. “Bagaimana Kemenkominfo menjamin sisa slot yang ada tidak diberikan pada LPS yang memiliki afiliasi?” tanya Azimah.  Menurutnya, afiliasi itu di atas kertas bisa saja tidak tercermin, tapi masyarakat sangat mafhum bahwa pemiliknya adalah orang yang sama.

Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, Kalamullah Ramli, turut hadir memberikan sambutan pada forum tersebut. Kalamullah menyampaikan bahwa Kemenkominfo dan KPI telah sepakat untuk mengadakan MoU terkait penyiaran digital ini. “Mudah-mudahan MoU ini dapat dijadikan payung bagi dua regulator untuk mengawal secara bersama-sama proses penyiaran digital”, ujarnya.

Sedangkan atas pertanyaan dari KPI tentang afiliasi atau keterkaitan antara LPS Multipleksing dan LPS penyedia konten, menurut Kemenkominfo, jajarannya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Koordinasi itu dilakukan untuk menetapkan indikasi tentang afilitas kepemilikan antar lembaga penyiaran.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat edaran untuk seluruh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) mengenai permintaan kepada seluruh televisi agar tidak menayangkan kembali tayangan pengobatan alternatif yang tidak memiliki izin dari lembaga berwenang cq Kementerian Kesehatan, Jumat, 21 Maret 2014.

Dalam surat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dijelaskan soal banyaknya aduan dari masyarakat, pemantauan dan hasil analisis KPI Pusat yang menemukan program siaran dan iklan tayangan praktek pengobatan alternatif di berbagai stasiun televisi tidak memperhatikan ketentuan tentang materi perlindungan kepentingan publik yang diatur dalam Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012.

KPI Pusat menilai tindakan penayangan yang tidak mendapatkan izin dari lembaga berwenang dikategorikan sebagai pemberi informasi yang dapat menyesatkan atau membahayakan kesehatan masyarakat. Dalam aturan KPI, hal itu diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (3) SPS KPI.

Anggota KPI Pusat, Agatha Lily mengatakan, surat edaran dimaksudkan agar KPID mengingatkan dan mengawasi terkait maraknya tayangan pengobatan alternatif yang tidak memiliki izin dari pihak berwenang. Dikhawatirkan masyarakat akan mudah percaya padahal belum tentu terbukti dan dipertanggungjawabkan.

“Banyak aduan dari masyarakat soal maraknya tayangan seperti itu. Belum lagi aduan masyarakat yang merasa tertipu dengan pengobatan alternatif terutama yang berkedok agama,” kata Lily disela-sela acara Rakornis KPI 2014 di Hotel Merlin Park. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta partai politik memilih program siaran yang tepat untuk ditempatkan iklan kampanye. Partai politik dapat menggunakan daftar sanksi dari KPI sebagai parameter untuk mengukur baik dan buruknya sebuah program siaran. Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner KPI Pusat, Fajar A Isnugroho, di sela-sela forum Rapat Koordinasi Teknis (RAKORNIS) KPI se-Indonesia (20/3).

Dari pemantauan yang dilakukan KPI, ada beberapa iklan-iklan partai politik yang ditempatkan pada program siaran yang berkali-kali mendapatkan sanksi dari KPI. Fajar mengharap, partai politik jeli menempatkan iklan-iklan kampanyenya sehingga tidak menjadi pengiklan pada program acara yang buruk. “Baik buruknya program siaran tentunya berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran,” ujar Fajar.

Dirinya menyadari betul, dasar pengiklan memasarkan produk-produk tentulah pada program siaran yang memiliki penonton yang banyak. Sehingga diharapkan, iklan-iklan yang tayang tersebut dapat menyapa sebanyak mungkin masyarakat. Namun demikian, Fajar meminta partai politik melihat lebih jernih dalam penempatan iklan politik ini. “Tentunya partai-partai tidak ingin iklan-iklan mereka memberi support pada program siaran yang memiliki dampak buruk pada masyarakat,” tegasnya. Sedangkan partai politik sendiri meyakini kehadiran mereka di tengah masyarakat bertujuan memberikan perbaikan bagi kualitas bangsa.

Hasil pemantauan KPI atas penyiaran pemilu pada 17-19 Maret 2014 menunjukkan masih ada partai politik yang beriklan melebihi ketentuan. Sebagai contoh, pada 18 Maret 2014, Partai Hanura memasang iklan melebihi ketentuan 10 spot per hari. Iklan Partai Hanura – Wiranto & Hari Tanoesudibjo itu muncul di RCTI, MNC TV, dan Global TV. Partai lain yang juga melakukan pelanggaran adalah Partai Demokrat yang iklannya muncul melebihi ketentuan di RCTI.

Temuan lain yang didapat KPI atas tayangan iklan ini adalah hadirnya iklan kampanye partai politik di televisi yang melebihi durasi yang  ditentukan, yakni tiga puluh detik. Iklan kampanye Partai Hanura versi lagu Indonesia Jaya yang berdurasi enam puluh detik dan Iklan Aburizal Bakrie versi Pesan Aburizal Bakrie untuk siswa Indonesia dengan durasi enam puluh detik. KPI mengingatkan, iklan-iklan kampanye ini melanggar ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 1 dan 15 tahun 2013 dimana ketentuan maksimal penampilan iklan partai dalam 1 hari di televisi maksimal 10 spot berdurasi maksimal 30 detik per spot.

 


Jakarta - Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyepakati adanya penataan hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah, guna mengoptimalkan fungsi pengawasan isi siaran dan pelayanan publik terkait penyiaran. Selain itu, dengan perubahan ini diharapkan pembagian kewenangan antara KPI Daerah dan KPI Pusat menjadi lebih jelas, sehingga fungsi kelembagaan KPI juga semakin kuat. Hal itu disampaikan oleh Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, usai pelaksanaan Rakornis KPI yang diikuti oleh Komisioner KPI Pusat dan perwakilan KPID se-Indonesia (21/3).

Penataan hubungan tersebut merupakan salah satu rekomendasi yang disepakati  dari bidang kelembagaan KPI, selain  disetujuinya pembuatan tata tertib KPI untuk menjaga integritas dan kehormatan KPI secara kelembagaan dalam fungsinya sebagai regulator penyiaran.

Sementara itu, menurut Fajar, Rakornis ini juga menyepakati  beberapa isu strategis di bidang pengawasan isi siaran dan bidang pengolaan struktur dan system penyiaran. Pada bidang pengawasan isi siaran, rekomendasi yang dikeluarkan adalah pembuatan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) khusus lembaga penyiaran berbayar, penyempurnaan P3 & SPS dengan materi diantaranya pelibatan profesi dalam program dan iklan, pelarangan testimoni dalam program siaran dan iklan yang berisi kesehatan masyarakat, perincian adegan seksual dan kekerasan, pengaturan dan penafsiran Iklan rokok, penjabaran peraturan siaran pemilu dan pengaturan blocking time dan blocking segmen.

Adapun rekomendasi dari bidang pengolaan struktur dan sistem penyiaran terkait implementasi sistem siaran berjaringan (SSJ), penyiaran perbatasan, penguatan koordinasi proses perizinan, penyusunan draft peraturan KPI tentang LPB, serta penyiaran digital.

Khusus mengenai penyiaran di daerah perbatasan ini, beberapa KPID juga mengutarakan pendapat tentang perlunya terobosan kebijakan agar kehadiran lembaga penyiaran di daerah perbatasan dapat diutamakan. Menurut Hos Ari Ramadhan, komisioner KPID Kepulauan Riau, di kabupaten Anambas sangat dibutuhkan hadirnya lembaga-lembaga penyiaran. Padahal, kabupaten ini memiliki kemampuan sumber daya untuk dapat memberikan pelayanan informasi pada masyarakat lewat penyiaran. Arie menyayangkan, ketika jembatan-jembatan fisik di kabupaten terluar Kepulauan Riau ini belum terbangun, jembatan maya yang dapat menghubungkan masyarakat daerah ini dengan wilayah lain juga belum ada.

Hal serupa juga disampaikan oleh Monica Wutun dari KPID Nusa Tenggara Timur.  Dari laporan yang dimiliki oleh KPID, ternyata banyak lembaga penyiaran publik lokal yang saat ini sudah tidak lagi bersiaran di kabupaten-kabupaten yang berbatasan dengan Timor Timur. Ironisnya, tambah Monica, masyarakat di perbatasan akhirnya lebih menikmati siaran yang dipancarkan oleh televisi negara tetangga. Hal ini dikarenakan muatan siaran yang hadir dari televisi dalam negeri dianggap tidak banyak memberikan manfaat jika dibanding siaran televisi dari Timor Timur.

Hasil rekomendasi dari Rakornis ini nantinya akan dijadikan bahan pembahasan dalam Rapat Koordinasi Nasional 2014 di Jambi, dengan mengikutkan seluruh komisioner KPI Pusat dan KPID se-Indonesia. Fajar berharap, beragam kebijakan yang akan ditetapkan dalam Rakornas nanti akan memudahkan penataan dunia penyiaran menjadi lebih baik. 

Jakarta - Sejumlah pejabat Pemprov Bali, DPRD Bali, dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali mengunjungi Kantor KPI Pusat Jakarta dalam rangka sosialisasi nota kesepahaman tiga lembaga terkait himbauan penghentian siaran televisi dan radio selama Nyepi Tahun Saka 1936. Dalam himbauan itu, siaran televisi dan radio selama pelaksanaan Nyepi dihentikan sejak Senin, 31 Maret 2014, pukul 06.00 WITA sampai Selasa, 1 April 2014 pukul 06.00 WITA. 

 

Adapun komisioner KPI Pusat yang menerima rombongan kunjungan, Komisioner Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner Bidang Isi Siaran Sujarwanto Rahmat Muhammad Arifin, dan Komisioner Bidang Perizinan Azimah Subagijo. 

 

Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali Ida Bagus Putu Sukarta mengatakan himbauan penghentian siaran untuk lembaga penyiaran bersiaran di Bali sudah berlangsung selama tiga tahun. “Tahun ini memasuki tahun keempat. Ini bentuk konsistensi kami, juga minta kepada teman-teman di lembaga penyiaran untuk menghormati dan bisa menciptakan suasana khusuk pelaksanaan Nyepi di Bali,” kata Sukarta di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu, 19 Maret 2014.

 

Selain itu, Sunarta juga meminta KPI Pusat untuk mendukung himbauan itu kepada lembaga siaran berjaringan nasional yang kantor pusat di Jakarta bisa menjalankan dan menghormati himbauan itu. Menurut Sunarta, dari evaluasi pelaksanaan Nyepi masih ditemukan ada lembaga penyiaran yang melakukan siaran tayangan di daerah Bali.

 

“Yang di Bali kan hanya siaran jaringannya, sedangkan Jakarta kantor pusatnya. Semoga KPI Pusat bisa mendukung himbauan ini dan meneruskan ke lembaga penyiaran di Jakarta,” ujar Sunarta.

 

Ketua KPID Bali Agung Gede Rai Sahadewa menerangkan, adanya himbauan itu karena saat hari raya Nyepi umat Hindu melaksanakan Catur Brata, yang tidak melakukan aktivitas seperti biasa selama 24 jam, yakni Amati Geni (tidak menghidupkan atau menggunakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian,), dan Amati Lelangun (tidak mendengar atau menonton hiburan).

 

Rahmat mengakui mendukung surat himbauan itu dari tiga lembaga di Bali terkait penghentian siaran lembaga siaran di Bali saat pelaksanaan Nyepi. Menurut Rahmat, himbauan itu tidak melanggar perundangan yang berlaku dan masih masuk dalam aturan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).

 

“Kami akan dukung, karena dalam P3 dan SPS menyebutkan agar lembaga penyiaran menghormati nilai-nilai agama. Apalagi ini sudah berjalan empat tahun, semoga televisi berlangganan juga bisa melakukan itu. Ini untuk menjaga kekhusyukan ibadah umat Hindu di Bali. Berhenti bersiaran sehari di Bali, saya kira tidak memiliki efek untuk teman-teman lembaga penyiaran,” terang Rahmat.

 

Hal senada juga dikemukakan Azimah, menurutnya Nyepi juga bagian dari kearifan lokal yang dimiliki Bali. “Selain dari segi keagamaan, ini juga bagaimana menjaga kearifan lokal. Program ini harus kita dukung setiap tahun. Dengan kata lain lembaga penyiaran bisa menjaga kearifan lokal,” papar Azimah.

 

Sedangkan menurut Fajar, KPI Pusat akan membuat surat edaran kepada lembaga penyiaran yang berpusat di Jakarta untuk menghimbau menghentikan siaran jaringannya saat pelaksanaan Nyepi di Bali. Menurut Fajar, KPI Pusat akan meminta lembaga penyiaran untuk mematuhi himbauan itu. “Prinsipnya kami hanya mengingatkan akan perayaan Hari Raya Nyepi itu kepada teman-teman di lembaga penyiaran,” kata Fajar.

 

Azimah juga meminta kepada DPRD Bali untuk membuat himbauan yang ditujukan kepada lembaga penyiaran di Jakarta. Menurutnya itu sebagai bentuk lampiran KPI Pusat akan himbauan itu adalah permintaan masyarakat Bali.


Sementara itu Pejabat dari Dinas Perhubungan Provinsi Bali menjelaskan, selain penyiaran, yang terkait dengan transportasi juga dihentikan sementara selama pelaksanaan Nyepi nanti. Pelaksanaan penutupan Bandara Internasional Ngurah Rai serta semua pelabuhan dan terminal di Bali ditutup sementara selama 24 jam saat pelaksanaan Nyepi.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.