Peserta Bimtek Sekolah P3 dan SPS KPI berfoto bersama narasumber Andy F. Noya, beberapa waktu lalu.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berencana menyelenggarakan bimbingan teknis kepenyiaran atau yang dikenal sebagai Sekolah P3SPS di Universitas Tadulako di Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada 28-29 Maret 2018. Sekolah P3SPS di luar Kota Jakarta ini merupakan yang ketiga kalinya dilaksanakan setelah sebelumnya dilaksanakan di Kota Mataram (Tahun 2016) dan Bengkulu (tahun 2017). Pelaksanaan kegiatan di Kota Palu juga dalam rangka menyemarakkan Peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-85 dan Kegiatan Rapat Koordinasi Nasional KPI Pusat dan KPI Daerah se-Indonesia.

Penanggung Jawab Kegiatan Sekolah P3SPS yang juga Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Mayong Suryo Laksono mengungkapkan, sejujurnya banyak SDM Penyiaran di daerah jutsru yang lebih membutuhkan pelatihan ini. "Di Bidang Jurnalistik, berita-berita banyak berasal dari kontributor di daerah. Namun sayangnya mereka belum mengetahui ada regulasi penyiaran selain Kode Etik Jurnalistik. Dari sisi Produksi Program Siaran, banyak tenaga profesional di daerah perlu mengetahui P3SPS sebagai landasan mereka melahirkan program-program berkualitas," ungkapnya.

Sekolah P3SPS, lanjut Mayong, tidak ada yang berubah dari segi kurikulum dan metode pengajaran. "Sekolah ini hanya pindah tempat. Biar gak bosan," cetusnya.

Pelaksanaan Sekolah P3SPS di Palu akan dirangkaikan dengan pelaksanaan Harsiarnas dan Rakornas KPI yang berlangsung pada 1-3 April 2018. Kegiatan ini akan diikuti oleh 40 orang praktisi penyiaran (radio & televisi lokal dan berjaringan) yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, juga kalangan kampus, pemantau pada KPID Sulawesi Tengah, dll.

Selama dua hari, para peserta akan mendapatkan materi pembelajaran tentang pasal-pasal yang ada di dalam P3SPS dan studi kasus tayangan televisi dan radio. Materi-materi tersebut akan disampaikan oleh komisioner Bidang Isi Siaran KPI Pusat. Akan hadir juga dalam Sekolah tersebut naraumber tamu yang akan menyampaikan kuliah umum yakni Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas.

Mahasiswa Universitas Surakarta saat audiensi dengan KPI Pusat di Kantor KPI Pusat, kemarin.

 

Jakarta – Mahasiswa Fakulitas Ilmu Komunikasi (Fikom) Univerisitas Surakarta (Unsa) menyambangi Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Selasa (6/3/2018) di Kantor KPI Pusat, di bilangan Jalan Djuanda. Kunjungan ini dalam rangka mempelajari tugas dan fungsi KPI sebagai lembaga negara independen yang mengurusi penyiaran di tanah air.

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, yang menerima kunjungan tersebut menjelaskan mengenai tugas dan fungsi KPI dalam bidang Penyiaran sesuai dengan amanah UU Penyiaran No.32 tahun 2002.

Mayong juga menjelaskan bagaimana mekanisme pemberian sanksi terhadap lembaga penyiaran yang kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012.

Satu hal yang mendasar yang disampaikan Mayong kepada puluhan mahasiswa Unsa adalah KPI tidak memiliki kebijakan untuk sensor atau pengebluran terhadap tayangan di televisi. Pasalnya, masih banyak orang mengira jika kebijakan pengebluran dan penyesoran bagian dari pekerjaan KPI.

Usai diskusi, para mahasiswa melakukan kunjungan ke bagian pemantauan langsung dan ruang media center KPI Pusat. ***

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, memberi penjelasan di Seminar Nasional IJTI, Jumat (3/2/2018).

 

Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan, memberi apresiasi terhadap media yang mengikuti aturan untuk tidak memberitakan atau menayangkan iklan kampanye partai politik sebelum jadwal yang ditentukan. Hal itu disampaikan disela-sela Seminar Nasional bertajuk “Jurnalis Televisi, Pilkada Damai, Tanpa Sara” yang diselenggarakan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), di Hall Dewan Pers, Jumat (2/3/2018).

Menurut Wahyu, upaya yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan pendekatan persuasif ke lembaga penyiaran dinilai efektif meskipun ada beberapa yang belum patuh. “Bagi media yang belum ikut aturan, kita akan melakukan upaya-upaya penanganan, mulai dari peringatan sampai pada tindakan,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Wahyu menjelaskan, aturan yang dibuat bukan untuk membatasi lembaga penyiaran. Aturan tersebut dibuat justru untuk menegakan asas keadilan dan keberimbangan akses ke media.

“Kami sangat memahami kegelisahan media terkait larangan iklan kampanye tersebut tetapi pembatasan iklan kampanye di media massa ini justru demi memenuhi rasa keadilan bagi semua peserta Pemilu. Banyak peserta pemilu yang tidak cukup punya uang dan akses ke media, atau juga tidak punya media sendiri” pungkas Wahyu.

Pendapat yang sama juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono. Menurutnya, aturan yang dibuat bukan untuk melarang atau membatasi lembaga penyiaran. Dia berharap lembaga penyiaran memahami hal itu. “Bahwa ada ketidakjelasan atau dispute mari kita bicara lagi. Kami membuka diri dalam setiap kesempatan untuk membuka dialog. Kalo ada ketidakjelasan silahkan bertanya. Bahwa hal ini bukan pada satu titik berhenti. Marilah kita ikuti dengan aneka dinamika,” katanya. ***
   

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis dan Kapolri Tito Karnavian usai penandatanganan MoU di Mercure Ancol, Selasa (6/2/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menandatangani nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding) tentang Penyelenggaraan Penegakan Hukum, Bantuan Teknis, dan Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia di Bidang Penyiaran. Penandatanganan dilakukan langsung Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis dan Kapolri Muhammad Tito Karnavian di Mercure Ancol, Selasa (6/3/2018). 

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam sambutannya usai penandatanganan MoU mengatakan, kerjasama ini dapat memberi harapan terhadap pengembangan penyiaran dan membuat informasi lebih baik sekaligus menyejukan. “Kami berterimakasih kepada Polri yang sudah mensinergikan kekuatan stakeholder untuk membangun negeri ini agar lebih baik lagi,” katanya di depan Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK serta ratusan peserta Rakernis Bareskrim, Divisi Humas dan Divisi TIK Polri.

Andre mengatakan ada sekitar 940 lembaga penyiaran televisi yang terdiri atas 300 televisi berlangganan, 16 televisi jaringan nasional dan ratusan televisi lokal yang sudah berizin. Selain itu, terdapat 2612 lembaga penyiaran radio yang masuk dalam pengawasan KPI. “Kondisi ini membuat KPI perlu energi maksimal untuk mengawasi konten yang ada di Indonesia,” tambahnya.

Saat ini televisi mainstream dinilai sudah tertata dengan baik, yang jadi masalah sekarang adalah media sosial yang bergerak bebas tanpa pengawasan regulator. Menurut Yuliandre, hal ini menimbulkan lempar tanggungjawab soal siapa yang berwenangan melakukan pengawasan. “Mudah-mudahan perbaikan Undang-undang penyiaran dapat menyelesaikan hal ini,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat meminta dukungan Polri  jika ada konten-konten yang tidak baik untuk disampaikan ke KPI agar dapat direspon cepat dan maksimal.

Sementara itu, Kapolri Tito Karnavian mengatakan soal pentingnya media menyampaikan pesan-pesan yang positif, manfaat dan baik bagi publik. “Pemberitaan yang menenangkan dan memberi kedamaian bagi masyarakat terutama pada masa pilkada sekarang,” katanya.

Tito juga menyoroti persoalan pemberitaan hoax di media sosial yang membahayakan kehidupan bangsa. Menurutnya, informasi hoax harus dicegah agar dampak negatif dari informasi tersebut harus tidak menyebar. ***

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menyampaikan pandangannya di Seminar Nasional Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Hall Dewan Pers, Jumat (2/3/2018).

 

Jakarta – Media arus utama seperti televisi diharapkan menjadi media penyejuk ketika berita yang mengandung pesan-pesan provokatif atau bahkan hoaks begitu mudah dibuat dan didistribusi oleh siapapun melalui media sosial. Pengaruh besar televisi dengan jangkauan yang luas dinilai efektif menciptakan ketenangan dan memberi informasi yang proporsional sesuai kebutuhan masyarakat, terutama pada saat berlangsungnya gawe politik seperti Pemilukada 2018.


Harapan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, ketika menjadi narasumber Seminar Nasional Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Ikatan  Jurnali Televisi Indonesia (IJTI) di Hall Dewan Pers, Kebun Sirih, Jakarta, Jumat (2/3/2018).


Menurut Dewi, siaran atau pemberitaan televisi sebaiknya menghidari hal-hal yang dapat menimbulkan konfrontasi. “Informasi yang viral di media sosial yang isinya negatif, tidak benar dan sensitif, jangan mudah masuk di layar kaca. Sebaiknya, siaran televisi harus menjadi counter dari hal-hal negatif dengan mendinginkan suasana dengan distribusi informasi yang sejuk ke publik,” katanya di depan Anggota IJTI yang hadir.


Dewi juga meminta televisi untuk tidak menyampaikan informasi atau berita yang menyinggung isu SARA dalam Pilkada 2018 karena sangat sensitif dan mudah memunculkan gesekan hingga konflik. “Kami memberi catatan tebal soal SARA. Aturan P3 dan SPS mengatakan bahwa program siaran dilarang merendahkan orang karena perbedaan SARA, atau mempertentangkannya. Sebaiknya, media lebih cermat dan berhati-hati terkait isu ini,” tegasnya.


Harapan serupa juga disampaikan Karo Penmas Divisi Mabes Kepolisanan Republik Indonesia (Polri), M Iqbal. Di tengah pertarungan politik dengan berita-berita yang panas, media sebaiknya memposisikan sebagai pendingin suasana. “Media bersama-sama dengan Kepolisian harus menjaga stabilitas keamanan. Kita harap media televisi Indonesia bersatu tanpa konflik,” katanya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.