Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis mengajak kalangan mahasiswa memiliki pandangan sama terhadap cita-cita bangsa yakni maju dan sejahtera. Pandangan selaras tersebut dapat diwujudkan melalui tanggungjawab mereka mengembangkan penyelenggaraan penyiaran Indonesia lebih baik, berkualitas dan edukatif.

“Publik dalam hal mahasiswa memiliki peran terhadap pengembangan bangsa karena di dalam UU Penyiaran dituliskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional,” kata Yuliandre Darwis saat memberi kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kampus Universita Muhammadiyah Jakarta (UMJ), dengan tema Peran KPI dalam Peningkatan Kualitas Isi Siaran di Indonesia, Jumat, 9 September 2016.

Menurut Yuliandre membahas masalah bangsa tidak bisa dipikirkan sendiri tapi harus sama-sama karena arahnya tidak boleh berbeda frekuensi. Kesamaan pandangan terhadap kemajuan bangsa sangat penting untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa ini. “Background kita berbeda beda, edukasi dan budaya juga berbeda, tapi menyangkut isu ini harus kita pikirkan bersama,” katanya bersemangat di depan ratusan mahsiswa UMJ yang hadir memenuhi ruang aula FISIP UMJ.

Kalangan akademis, lanjut Andre, panggilan akrab Yuliandre, harus memiliki pemahaman studi akademis yang kuat karena melalui gerakan akademis dengan terminologi UU akan menjadi bahan catatan yang baik untuk tatakelola penyiaran Indonesia lebih baik.   

Dia juga menjelaskan tujuan penyiaran yang dirangkum dalam UU Penyiaran yakni memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran

Dalam kaitan memajukan bangsa ini tidak akan lepas dari penanaman rasa nasionalisme. America Serikat, kata Andre, bisa menjadi contoh bagaimana penerapan simbol-simbol nasionalisme mereka masuk kes semua ruang termasuk siaran dan film. “Lihat saja film-film mereka, pasti ada simbol-simbol negaranya,” katanya.

Nasionalisme itu harus dijaga kata Ketua KPI Pusat. “Ini PR besar untuk mengembangkan karakter bangsa. Ini juga harus melibatkan semua stakeholder penyiaran untuk berpikir bersama bagaimana menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalisme tersebut. Ayo kita niatkan yang baik untuk hal ini. Hidup ini hanya satu kali jadi buatkan segalanya berarti. Pelan-pelan dalam melakukan perubahan lebih baik ketimbang tidak sama sekali. Karena proses perubahan itu berjalan,” paparnya yang disambut tepuk tangan mahasiswa.  ***

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis meminta mahasiswa terlibat dalam meningkatkan kualitas serta pengawasan isi siaran. Permintaan ini dinilainya sejalan dengan tanggungjawab mahasiswa sebagai generasi penerus yang akan mengisi dinamika bangsa ini di waktu mendatang. Hal itu disampaikannya saat menerima kunjungan Mahasiswa Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) di kantor KPI Pusat, pekan lalu.

Menurut Yuliandre, keterlibatan tersebut bisa melalui ide-ide kreatif, sikap mengkritisi untuk perbaikan, pemikiran membangun lain serta hal-hal positif lainnya. Terciptanya siaran yang berkualitas dan mendidik akan memberi dampak positif bagi masyarakat. Dampak yang baik itu akan berpengaruh terhadap prilaku dan kebiasaan sehari-hari.

“Kalian harus belajar giat dan terus melakukan inovasi-inovasi yang berguna bagi masyarakat. Hidup ini hanya satu kali, jadi manfaatkan hidup itu untuk hal-hal yang berguna dan bermafaat bagi orang lain,” pesannya.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Anggota KPI Pusat, Nuning Rodiyah, Mayong Suryo Laksono dan Ubaidillah serta Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang. ***

Jakarta - Salah satu tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. Berkaitan dengan hal itu KPI membuka "Sekolah P3SPS Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)" yang diperuntukkan bagi praktisi penyiaran, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Sekolah P3SPS Angkatan XIII akan dilaksanakan pada 20 – 22 September 2016, bertempat di Kantor KPI Pusat. Pendaftaran peserta diterima paling lambat tanggal 7 September 2016, Pukul 00.00 WIB. Formulir pendaftaran dapat diunduh dalam tautan ini. Formulir yang sudah diisi dikirimkan ke: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. atau Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya..

Selama kegiatan berlangsung KPI Pusat menyediakan, seminar kit, konsumsi, dan sertifikat. Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Ketentuan lain:
  1. Pendaftar yang diterima untuk mengikuti Sekolah P3SPS secara mutlak ditentukan KPI Pusat. Calon peserta yang diterima, langsung dihubungi panitia.
  2. Sekolah P3SPS digelar setiap bulan sekali dengan jumlah peserta maksimal 30 orang. KPI Pusat akan mengumumkan jadwal pendaftaran untuk mengikuti Sekolah P3SPS setiap bulannya.
 
Informasi lebih lanjut hubungi Yusuf – 0812-1083-2907

Jakarta – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik di Pusat maupun Daerah harus memiliki pemikiran dan visi yang kuat dalam membangun karakter bangsa. Visi dan pemikiran itu dinilai akan mendorong perbaikan sekaligus peningkatan kualitas penyiaran di tanah air. Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis ketika menerima kunjungan Anggota Komisi A DPRD Provinsi Bali di kantor KPI Pusat dengan agenda mendapatkan masukan terkait rekrutmen Anggota KPID Bali periode 2016-2019, Jumat, 2 September 2016.

Menurut Andre, membangun karakter bangsa melalui penyiaran sangat efektif dan itu bisa didorong oleh KPI melalui pendekatan yang berkesinambungan dengan lembaga penyiaran. Pendekatan yang dilakukan KPI tak hanya di kalangan redaksi dan produksi tetap juga pimpinan serta pemiliknya. Hal ini akan berkaitan dengan keselarasan cara pandang mereka terhadap pembangunan karakter bangsa melalui isi siarannya.

Andre, panggilan akrab Ketua KPI Pusat, sangat yakin para pemilik media televisi merupakan orang-orang negarawan yang memiliki pemikiran besar terhadap pembangunan karakter bangsa ini. “Kita akan melakukannya pelan-pelan dan tidak itu saja karena ada banyak opsi lain seperti sosialisasi langsung kepada orang-orang yang terlibat secara langsung produksi konten di stasiun TV,” katanya yang diamini Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran Dewi Setyarini yang turut mendampingi menerima kunjungan Anggota DPRD Bali.

Terkait yang disampaikannya, Andre berharap Komisi A DPRD Provinsi Bali dapat memilih komisioner-komisioner KPID yang berkualitas dan memiliki pandangan sama terkait pembangunan karakter bangsa.

Pandangan serupa juga disampaikan Komisioner KPI Pusat Dewi Setyarini. Menurut Dewi, Komisioner KPID yang dipilih DPRD merupakan orang-orang yang memiliki perhatian besar terhadap pengembangan penyiaran lokal. Ini akan berkaitan dengan tujuan yang terdapat dalam UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yakni mewujudkan keragaman kepemilikan atau diversty of ownership dan juga keragaman isi siaran atau diversty of conten di daerahnya.

“Harapannya dengan terwujudnya keragaman kepemilikan dan konten, sumber-sumber daya yang ada di daerah tersebut akan terberdayakan. Mulai dari pengelolaan, penggunaan sumber daya manusianya, produksi hingga tayangnya, semuanya dilakukan di daerah. Pemberdayaan ini akan memajukan daerah tersebut. Dan, visi serta pemikiran tersebut harus dimiliki oleh Anggota KPID,” jelas Dewi.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Bali Made Arjaya mendukung upaya KPI Pusat membangun karakter bangsa dan pengembangan penyiaran di daerah melalui keragaman konten dan kepemilikan. Menurutnya, pihaknya akan berusaha memilih orang-orang yang tepat, berkualitas dan sesuai dengan harapan yang disampaikan KPI Pusat. ***

Jakarta - Penerapan digitalisasi penyiaran di Indonesia tidak boleh ditunda. Selain menjadi fenomena global, alih teknologi analog ke digital dinilai mampu menekan biaya operasional penyiaran analog yang tinggi. Digitalisasi juga efisien dari sudut penggunaan frekuensi yang saat ini ketersediaannya sudah sangat terbatas.  

“Indonesia harus siap menerapkan digitalisasi penyiaran. Hampir lebih dari 85% wilayah dunia sudah mulai mengimplementasikan TV digital. Bahkan, negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Phillipina sudah menerapkan analog switch off pada akhir tahun lalu,” kata Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, di depan peserta Digital Broadcasting Conference, Indonesia, ICT Summit, di Jakarta Internasional Expo Kemayoran, Rabu, 31 Agustus 2016.

Namun, penerapan teknologi harus diikuti dengan kesiapan segala aspek khususnya regulasi atau kebijakan. Menurut Yuliandre, perlu dibuat kebijakan khusus menyikapi alih teknologi yang aturan di dalamnya kuat dan tegas. Regulasi digitalisasi saat ini belum diatur setingkat Undang-undang yang ada hanya Peraturan Menteri (Permen).

Kemudian kesiapan infrastrukturnya seperti soal siapa yang akan menyediakan set top box bagi masyarakat. “Jangan sampai masyarakat dibebankan untuk menyediakan alat tersebut,” usul Yuliandre.

Beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan yakni mengenai peluang bisnis, investasi, penyelenggara program, penyedia konten serta dampak konten yang kemungkinan makin marak terhadap publik. “Namun, semua itu harus diselaraskan melalui kesamaan pandangan terhadap digitalisasi meliputi stakeholder terkait mulai dari regulator, lembaga penyiaran, publik, dan pemerintah,” tandas Yuliandre.

Hal senada juga disampaikan perwakilan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Neil Tobing. Menurutnya, industri sudah sejak awal mendukung penerapan digitalisasi dengan membentuk KTDI (Konsorsium Televisi Digital Indonesia). Mereka pun secara teratur mengikuti proses yang ditetapkan pemerintah baik itu ikut dalam seleksi izin multiflexing di 11 Provinsi yang disertai gelontoran biaya besar untuk investasi infrastruktur.

Sayangnya, lanjut Neil, pengorbanan besar mereka tidak diimbangi dengan perencanaan migrasi yang baik malah menimbulkan ketidakpastian di kalangan industri. Ini dibuktikan dengan dibatalkannya Permen 22/2011 oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan MA No.38P/Hum/2012 dan dibatalkannya Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika mengenai penetapan izin penyelenggaraan multifleksing melalui PTUN Jakarta No.140/2015/PT.TUN Jakarta tertanggal 7 juli 2015 yang dikuatkan dengan putusan PTUN Jakarta No.119/6/2014/PTUN.JKT tertanggal 5 Maret 2015 dan Putusan MA No.140/13/2015/PT.TUN Jakarta tertanggal 7 Juli 2015.

Menurut Neil, pelaksanaan digitalisasi seharusnya diatur dalam sebuah payung hukum yang kuat yaitu UU. Hal ini sesuai dengan amar putusan MA No.38P/Hum/2012 bahwa migrasi digital harus dilaksanakan dalam payung UU bukan PP atau Permen.

Sementara itu, Pemerintah yang diwakili Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Geryantika Kurnia, mengatakan pihaknya sedang membahas sejumlah hal teknis terkait pelaksanaan digitalisasi mulai dari kapan waktu yang tepat melakukan ASO hingga penyediaan set of box untuk masyarakat. “Kita perlu berbicara dengan stakeholder mengenai set of box ini,” kata Gery.

Gery juga menekankan bahwa penerapan digital adalah sesuatu yang baik terutama dalam hal efisiensi kanal serta kualitas kontennya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.