Jakarta - Demi melengkapi pemantauan yang selama ini dilakukan oleh KPI Pusat berkenaan kewajiban maksimal waktu siaran iklan niaga untuk LPS sebagaimana ketentuan Pasal 46 ayat (8) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (selanjutnya disingkat UU Penyiaran); dan Pasal 21 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (selanjutnya disingkat PP LPS), maka KPI Pusat meminta 10 (sepuluh) Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) televisi Induk Sistem Stasiun Jaringan (SSJ), yang tengah memproses perpanjangan IPP, untuk melaporkan durasi serta prosentase Siaran Iklan Niaga per 10 (sepuluh) tahun terakhir,  dengan disertai dokumen-dokumen pendukung yang relevan. Sepuluh LPS TV Induk SSJ dimaksud adalah: RCTI, MNCTV, GLOBALTV, SCTV, INDOSIAR, TRANSTV, TRANS7, TVONE, ANTV, dan METROTV.

Berdasarkan Pasal 46 ayat (8) UU Penyiaran dan Pasal 21 ayat (5) PP LPS, waktu siaran iklan niaga yang boleh disiarkan LPS adalah paling banyak 20% (dua puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran LPS yang bersangkutan. Pelanggaran terhadap ketentuan maksimum durasi siaran iklan niaga, sebagaimana ditetapkan Pasal 55 ayat (1) UU Penyiaran, dikenai sanksi administratif. Pasal 59 ayat (1) jo. Pasal 62 ayat (2) PP LPS menegaskan bentuk sanksi administratifnya berupa teguran tertulis yang dilakukan oleh KPI. Dan apabila pelanggaran masih terjadi setelah mendapat teguran tertulis 2 (dua) kali, maka LPS TV dikenai sanksi administrasi berupa denda administratif paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Sepuluh LPS TV Induk SSJ sebagaimana disebutkan di atas, telah menyampaikan laporan siaran iklan niaga selama 10 (sepuluh) tahun terakhir (2006 - 2015), dengan rekapitulasi per bulan dan tahun. Kesimpulan sementara KPI Pusat, dengan patokan sebagaimana ditetapkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka peringkat rata-rata prosentase Siaran Iklan Niaga 10 LPS TV Induk SSJ per sepuluh tahun terakhir adalah:

1. SCTV : 18,28%
2. TVONE : 17,86%
3. ANTV : 17,58%
4. RCTI : 17,46%
5. TRANS7: 17,35%
6. TRANSTV: 17,21%
7. INDOSIAR: 16,34%
8. MNCTV: 13,52%
9. GLOBALTV: 13,28%
10. METROTV: 12,30%

Dilihat secara rata-rata per tahun masing-masing LPS TV Induk SSJ tersebut, tidak ada yang melampaui maksimal durasi siaran iklan niaga 20% (dua puluh per seratus). Prosentase tertinggi mendekati 20% adalah 19,9% (SCTV: 2011, 2012; dan INDOSIAR: 2012, 2013). Demikian pula dilihat secara rata-rata per bulan masing-masing LPS dimaksud, tidak ada yang melampaui maksimal durasi iklan niaga 20% (dua puluh per seratus). Namun, kecuali METROTV, semua LPS lainnya di beberapa bulan dalam beberapa tahun ada yang sampai di angka 20% (termasuk dengan yang pembulatan ke atas). Maka, dengan gambaran persentase durasi siaran iklan niaga sesuai laporan 10 (sepuluh) LPS TV Induk SSJ sebagaimana dijelaskan di atas, belum tampak adanya pelanggaran oleh LPS-LPS dimaksud atas ketentuan maksimal durasi siaran iklan niaga.

Jakarta – Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menutup secara resmi kegiatan Sekolah P3 dan SPS Angkatan XIII, Kamis, 22 September 2016 di kantor KPI Pusat. Saat menyampaikan kata penutup, Ketua KPI Pusat berharap para peserta Sekolah P3 dan SPS KPI dapat memberi kontribusi positif bagi masyarakat khususnya lembaga penyiaran tempatnya bekerja.

“Semoga muncul semangat baru untuk memberikan hasil yang terbaik untuk perkembangan dunia penyiaran kita. Jadi, saya minta tolong setelah dari sekolah ini anda-anda semua menjadi inspirasi positif bagi Indonesia,” katanya kepada peserta yang sebagian besar berasal dari lembaga penyiaran televisi.

Menurut Yuliandre, dunia penyiaran Indonesia butuh orang-orang terbaik dan berkualitas untuk meningkatkan kualitas siaran. Selain itu, yang paling penting, adanya niat baik untuk berbuat baik adalah jauh lebih utama. “Hidup paling nikmat adalah kita yang bisa bermanfaat untuk lain dan berbagi apa yang kita punya pada hari ini,” kata Ketua yang diamini Komisioner sekaligus Kepala Sekolah P3 dan SPS KPI, Mayong Suryo Laksono.

Usai menutup kegiatan Sekolah P3 dan SPS KPI Angkatan XIII, Yuliandre Darwis yang didampingi Mayong memberikan piagam bagi peserta yang lulus pelatihan dan berlangsung selama tiga hari berturut-turut (20-22 September 2016).

Para peserta mendapatkan materi pelatihan dari berbagai sumber berpengalaman seperti Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya serta Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano, Nuning Rodiyah, Sujarwanto Rahmat Arifin, dan Dewi Setyarini. ***

Sehubungan dengan beredarnya ragam komentar mengenai pengaburan gambar (pengebluran) pada tayangan di televisi, Komisi Penyiaran Indonesia perlu memberi penjelasan untuk diketahui masyarakat:

1.    Pengaburan gambar (pengebluran) dalam sebuah tayangan tidak dilakukan oleh maupun atas permintaan Komisi Penyiaran Indonesia.
2.    Proses penyensoran, apakah berupa pengaburan gambar (pengebluran), penyamaran wajah, pengubahan suara, dan sebagainya, bukanlah Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan wilayah pekerjaan Komisi Penyiaran Indonesia.
3.    Bahwa lembaga penyiaran, dalam hal ini televisi, melakukan penyensoran sendiri (swasensor), itu karena pertimbangan lembaga penyiaran tersebut.

Demikian siaran pers ini kami terbitkan agar menjadikan pemahaman bagi masyarakat tentang fungsi dan tugas Komisi Penyiaran Indonesia seperti diamanatkan oleh Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran.

 

Jakarta, 19 September 2016

 

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia,

Yuliandre Darwis, Ph.D

Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), mendukung penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat lewat pembangunan dan pengembangan infrastuktur yang menunjang tugas dan kewenangan KPI. Pengembangan infrastruktur tersebut diantaranya adalah dengan melakukan pembaruan terhadap peralatan pemantauan isi siaran yang ada di KPI Pusat, agar sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini. Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI Dengan KPI Pusat di ruang rapat Komisi I DPR RI, (20/9).

Dalam RDP yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, KPI menyampaikan rencana program kerja selama tiga tahun ke depan, 2017-2019. Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis memaparkan bahwa pengembangan infrastruktur di KPI Pusat menjadi agenda prioritas, untuk menunjang kerja KPI dalam menata dunia penyiaran.  Lewat pembangunan infrastruktur tersebut, selain dapat mengoptimalkan pengawasan isi siaran, juga dapat memberikan pelayanan perizinan penyiaran yang lebih transparan dan akuntabel.

Kehadiran Ketua KPI Pusat dalam RDP tersebut didampingi Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan Prof H Obsatar Sinaga, Koordinator bidang pengawasan isi siaran Hardly Stefano Pariela, Koordinator bidang pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Agung Suprio, anggota bidang kelembagaan Ubaidillah, serta anggota bidang pengawasan isi siaran Nuning Rodiyah dan Dewi Sulistyarini.

Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanti menyampaikan masukan kepada KPI tentang proses perizinan untuk lembaga penyiaran komunitas yang memakan waktu lama. Evita mengatakan bahwa hasil kunjungan kerjanya ke daerah mendapatkan keluhan bahwa, pengelola radio komunitas kesulitan mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Selain itu, Evita mengingatkan pentingnya KPI menjaga keseimbangan pemberitaan di televisi, terkait dengan agenda politik ke depan seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Umum (Pemilu). Hal lain yang disoroti Evita tentang siaran persidangan Jessica di televisi swasta saat ini. Evita menilai sudah ada kecenderungan trial by press lewat siaran persidangan tersebut dengan durasi yang panjang. Untuk itu, Evita meminta langkah konkrit KPI mengatur dan bersikap tegas atas siaran seperti ini.

Terkait dengan usulan program penguatan kelembagaan lewat pembangunan infrastruktur di KPI Pusat, anggota Komisi I Supiadin Aries Saputra menyatakan sangat mendukung penuh. “Termasuk dengan mendukung KPI mendapatkan gedung baru yang layak untuk operasional kerjanya”, ujar Supiadin. Hal ini, menurut Supiadin bagian dari penguatan KPI secara lembaga. “Bagaimanapun juga, KPI bertanggung jawab terhadap masa depan moral generasi”, ujarnya.

Dukungan untuk penguatan kelembagaan KPI ini juga disampaikan Wakil Ketua Komisi I Asril Tanjung. Selain itu dirinya meminta KPI memberikan masukan kepada Komisi I untuk Revisi Undang-Undang Penyiaran. Asril menilai, selama ini sanksi yang dijatuhkan KPI kepada lembaga penyiaran tidak memiliki efek jera, sehingga terjadi pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang berulang.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kedatangan mahasiswa FISIP jurusan Broadcasting Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (UKSW), Senin, 19 September 2016. Para mahasiswa yang sebagian besar mahasiswa tingkat dua itu ingin mengetahui lebih banyak tugas dan fungsi KPI khususnya dalam pengawasan isi siaran.

Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Dewi Setyarini, yang menerima langsung kedatangan mahasiwa menyampaikan bahwa tugas dan fungsi KPI selaras dengan yang digariskan dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Hadirnya KPI sebagai lembaga negara independen untuk mewujudkan sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Dewi pun menjelaskan KPI Pusat melakukan pengawasan isi siaran televisi khususnya yang berjaringan nasional selama 24 jam tanpa henti. Selain itu, KPI Pusat juga melakukan pemantauan terhadap sejumlah radio dan lembaga penyiaran. “Kami memiliki tenaga pemantauan yang dibagi beberapa shift dan juga bagian perekaman. Para pemantau bertugas mencatat setiap tayangan yang diduga melakukan pelanggaran terhadap aturan KPI yakni P3 dan SPS,” jelasnya.

Saat sesi tanyajawab, mahasiswa mempertanyakan siapa yang berwenang melakukan sensor terhadap tayangan, bagaimana penerapan sanksi denda dan maraknya tayangan sinetron yang tak mendidik masih saja tayang di televisi. “Kenapa sinetron-sinteron yang tidak mendidik masih saja tayang di televisi. Apa tidak bisa dihentikan KPI,” tanya salah satu mahasiswa.

Pertanyaan-pertanyaan kritis mahasiswa tersebut dijawab Dewi dimulai dari soal tugas dan kewenangan melakukan sensor itu berada di tangan lembaga sensor film atau LSF. KPI tidak memiliki kewenangan atas penyensoran. Selain itu, stasiun televisi memiliki andil melakukan kontrol terhadap programnya sebelum tayang karena mereka punya QC (quality control) dan self sensorship.

Menjawab soal sinteron, menurut Dewi, KPI bekerja berdasarkan aturan yang ada di dalam P3 dan SPS. Di dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012 dijelaskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh di dalam tayangan. "Jadi, selama tayangan sinetron tersebut tidak melanggar aturan P3 dan SPS. KPI tidak bisa memberi sanksi untuk tayangan tersebut atau menghentikannya," kata Dewi yang juga diiyakan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah.

Usai menerima penjelasan dari Komisioner KPI Pusat, rombongan mahasiswa yang berjumlah hampir seratusan dipersilahkan melihat-lihat langsung sistem kerja bagian pemantauan 24 jam dan perekaman KPI Pusat. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.