Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat peringatan untuk program jurnalistik “Indonesia Lawyrs Club” TV One, Jumat, 14 Oktober 2016. Peringatan ini diberikan KPI Pusat lantaran tayangan ILC pada 11 Oktober 2016 yang berjudul “Setelah Ahok Minta Maaf” dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, agama, ras dan antargolongan serta prinsip-prinsip jurnalistik yang mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan seperti yang termaktub dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012.

Dalam surat yang ditujukan KPI Pusat langsung ke Direktur Utama TV One, disebutkan program ILC berjudul “Setelah Ahok Minta Maaf” bermuatan perbedaan pendapat dalam masalah berlatar belakang Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA) yang dikhawatirkan berpotensi menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

Di surat itu, KPI Pusat meminta TV One untuk tidak menayangkan kembali (re-run) program tersebut dan/atau program siaran lain dengan muatan serupa.

Menurut KPI Pusat, peringatan ke TV One bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran).

Di akhir surat peringatan, KPI Pusat meminta TV One untuk lebih berhati-hati dalam menyajikan program siaran dan senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran. ***

 

Izin penyelenggaraan penyiaran 10 stasiun televisi swasta berjaringan habis tahun ini (RCTI, SCTV, MNC TV, Indosiar, ANTV, Trans TV, Trans 7, TV One, Global TV dan Metro TV).

KPI memberikan rekomendasi kelayakan perpanjangan izin dengan komitmen khusus dari masing-masing stasiun televisi. Izin penyiaran dikeluarkan dan ditandatangani oleh Menkominfo.

KPI meminta komitmen dari 10 televisi untuk meningkatkan kualitas tayangannya.

Makassar – Fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini seperti gaya hidup konsumerisme dan hedonisme, dikhawatirkan menjadi kebiasaan hingga mengubah karakter bangsa Indonesia yang ketimuran. Hal ini ikut diperkeruh dengan maraknya tayangan yang tidak memberi pesan mendidik dan mencerdaskan.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, fenomena ini harus dicegah agar tidak semakin parah. Salah satu upayanya melalui perbaikan konten tayangan televisi agar mencerdaskan. Menurut Andre, panggilan akrab Ketua KPI Pusat, semua pihak harus terlibat menciptakan upaya perbaikan tersebut. Kalangan industri, akademisi, dan regulator bahu membahu melakukan perbaikan sesuai dengan kapasitas dan fungsinya. Selain itu, masyarakat harus di literasi agar dapat memilih mana tontonan yang baik dan aman bagi mereka.

“Harus ada draft bersama untuk mendukung terciptanya penyiaran yang cerdas dan ini melibatkan semua elemen masyarakat yang ada. Semua media perlu memberikan konten yang baik dan masyarakat perlu cerdas dan regulator juga bisa menjaga tatanan regulasi yang baik untuk membungkus semuanya agar tercipta media penyiaran yang mencerdaskan,” papar Yuliandre di sela-sela Media Forum yang diselenggarakan IBRAF dan ISKI bertempat di Hotel Arya Duta, Makassar, 11 Oktober 2016.

Hal senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat Dewi Setyarini. Menurutnya, semua stakeholder harus bersatu mewujudkan penyiaran yang mencerdaskan. Stakeholder yang dimaksud Dewi yakni KPI, lembaga penyiaran, akademisi serta masyarakat. “Semua pihak memiliki tanggung jawab guna mewujdkan penyiaran yang mencerdaskan sesuai porsinya masing-masing,” katanya.

Sementara itu, di tempat yang sama, Rektor Universita Andalas (Unand) Sumatera Barat, Prof. Tafdil Husni mengapresiasi survey indeks kualitas siaran televisi yang dilakukan oleh KPI beberapa waktu lalu. Survey tersebut dinilainya tepat karena menggandeng akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk mengetahui tingkat kualitas siaran televisi di Indonesia. “KPI sebagai regulator bersama dengan akademisi memiliki tanggungjawab sama yang sama dalam memberikan edukasi yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan,” imbuhnya.

Komisioner KPI Pusat, Obsatar Sinaga mengatakan, survey yang dilakukan oleh KPI bukan bermaksud untuk menyaingi lembaga rating yang sudah ada. Lembaga survey yang sudah ada memiliki instrumen penelitian sendiri sejak tahun 1976 dan itu berbeda dengan apa yang dilakukan KPI.

Namun harapan dari hasil survey yang dilakukan KPI dapat menjadi cermin semua pihak untuk berkaca tentang kondisi permasalahan penyiaran yang ada saat ini. “Contohnya hasil survey menunjukan infotainmen dan sinetron buruk, apakah kemudian ini akan ditayangkan oleh TV, ini mesti duduk bersama antara dunia penyiaran dengan regulator,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Hardly Stefano, Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat menilai upaya pihaknya dalam memperbaiki kualitas siaran televisi tak hanya mengandalkan surat teguran semata tapi juga pembinaan.

“Teguran tetap berjalan ketika ditemukan sebuah pelanggaran karena itu aturan yang ada, tapi ke depannya teguran tersebut akan diiringi dengan pembinaan kepada pihak terkait supaya hal ini dapat mewujudkan siaran yang lebih mencerdaskan,” paparnya.

Jakarta - Proses perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) 10 (sepuluh) televisi swasta berjaringan secara nasional (RCTI, SCTV, MNC TV, Indosiar, ANTV, Trans TV, Trans 7, Metro TV, TV One dan Global TV) hampir selesai. Dalam proses perpanjangan izin tersebut, KPI meminta komitmen dari 10 televisi untuk meningkatkan kualitas tayangannya. Ketua KPI Yuliandre Darwis mengatakan, ke-sepuluh televisi tersebut bahkan telah menandatangani surat pernyataan komitmen, pada 9 Oktober lalu.. Adapun surat pernyataan komitmen itu adalah:
1.    Sanggup untuk melaksanakan seluruh ketentuan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) dan kebijakan KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
2.    Sanggup untuk menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan serta kontrol dan perekat sosial dalam rangka membangun karakter bangsa,
3.    Sanggup untuk menjaga independensi dan keberimbangan isi siaran program Jurnalistik, tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran,
4.    Sanggup untuk menjaga independensi dan keberimbangan terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum, meliputi:
a.    Pemilihan pimpinan kepala daerah;
b.    Pemilihan anggota legislatif tingkat daerah dan pusat;
c.    Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
d.    Kegiatan peserta Pemilihan Umum (Pemilu) dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program peserta Pemilu; dan
e.    Pemberitaan dan penyiaran yang berbentuk penyampaian pesan-pesan kampanye oleh partai politik kepada masyarakat melalui lembaga penyiaran secara berulang-ulang.
5.    Sanggup melaksanakan penayangan yang menghormati ranah privat dan pro justicia yang mengedepankan asas praduga tak bersalah secara proporsional dan professional
6.    Sanggup untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, antara lain berupa penggunaan bahasa isyarat dalam program siaran berita.
7.    Bersedia untuk dilakukan evaluasi setiap tahun terhadap seluruh pelaksanaan komitmen dan bersedia untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan.

Yuliandre mengingatkan bahwa KPI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menyiapkan perangkat hukum serta mekanisme evaluasi tahunan terhadap penyelenggaraan penyiaran.  Dirinya berharap, pengelola televisi menyadari betul tujuan diselenggarakan penyiaran sebagaimana yang disebutkan oleh Undang-Undang Penyiaran. “Termasuk dengan menempatkan enam fungsi penyiaran secara proporsional, demi menghadirkan muatan siaran yang sehat dan mencerdaskan masyarakat”, pungkasnya. 

Makassar – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengaku kesulitan menindaki siaran televisi maupun radio yang melanggar. Hal itu dikarenakan hingga saat ini revisi undang-undang penyiaran belum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Komisioner KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, selama ini pihaknya hanya berpegang pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dalam mengawasi isi siaran baik Televisi maupun radio. Sementara banyak aturan di P3SPS tidak memiliki payung hukum. Misalnya terkait siaran Pemilu, Pilkada serta owner media yang memiliki Partai Politik.

“Dengan adanya undang-undang baru yang disahkan KPI ke depan bisa lebih tegas untuk menegur Lembaga Penyiaran,” ujar Ubaidillah saat ditemui di sela-sela konferensi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) di Makassar, Kamis (13/10/2016).

Ubaidillah menyebutkan, tayangan yang melanggar antara lain bermuatan politik, infotainment sinetron dan tayangan tidak berimbang. Khusus untuk siaran dengan muatan politik, lanjut Ubadillah, pihaknya menggandeng Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) untuk menjaga independensi Lembaga Penyiaran. Olehnya itu, pihaknya mendesak DPR segera menyelesaikan revisi RUU penyiaran agar dapat mengeluarkan sanksi keras. (Pojoksulsel.com)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.