- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 62
Jakarta -- Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah mengatakan, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan KPI menjadi acuan utama dalam menjaga kualitas dan etika dunia penyiaran di Indonesia.
“Aturan ini dirancang untuk memastikan lembaga penyiaran memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sejalan dengan nilai-nilai budaya, agama, dan hak asasi manusia,” kata Aliyah saat memberikan materi dalam kegiatan Sekolah P3SPS di Garuda TV Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Dalam kesempatan ini, Aliyah memaparkan beberapa poin P3SPS diantaranya tentang nilai-nilai kesukuan, keagamaan, ras, dan antar golongan (SARA). Ia mencontohkan, beberapa waktu yang lalu, Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto, pernah mengingatkan agar bobot siaran pagi atau pada jam anal-anak menonton TV agar lebih informatif, edukatif dan inspitatif.
“Televisi (penyiaran) memiliki peran dan fungsi yang cukup penting dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa dengan apa yang mereka tonton,” kata Aliyah.
Dalam materinya, Aliyah menyampaikan tentang pelanggaran nilai-nilai kesukuan, keagamaan, ras, dan antar golongan (SARA). Terkait hal ini, ia mengingatkan dalam produksi siaran dilarang menimbulkan kontroversi. Penentuan narasumber/bintang tamu yang mengeluarkan pernyataan bernada diskriminatif terhadap kelompok minoritas tertentu.
“Dalam P3SPS menegaskan bahwa siaran harus menghormati keragaman budaya, agama, dan suku bangsa di Indonesia. KPI menekankan pentingnya keberagaman dalam penyiaran sebagai cerminan Indonesia yang multikultural. Penyiaran diharapkan menjadi sarana pemersatu, bukan pemecah belah,” katanya.
Pemateri selanjutnya, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap P3SPS, terutama terkait pelarangan dan pembatasan materi siaran tentang rokok, narkotika, psikotropika, zat adiktif (Napza), serta minuman beralkohol. Menurutnya, aturan ini dirancang untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, dari dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh promosi atau normalisasi produk tersebut dalam siaran.
Selain itu, ia berharap penegakan aturan terkait larangan dan pembatasan materi siaran rokok, napza, dan minuman beralkohol dapat mendorong lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dalam memproduksi program mereka. Selain melindungi masyarakat dari dampak negatif, langkah ini juga menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem penyiaran yang sehat dan bertanggung jawab.
“Dunia penyiaran memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Dengan mematuhi aturan P3SPS, kita bisa bersama-sama menciptakan siaran yang mendidik, informatif, dan aman bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Tulus.
Sesi selanjutnya, Anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi, mengingatkan lembaga penyiaran bahwa setiap program jurnalistik memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang objektif dan tidak memihak. Akurasi dan keberimbangan adalah elemen mendasar dalam menjaga kepercayaan publik.
Menurutnya, dalam P3SPS, KPI mengatur program jurnalistik harus memenuhi prinsip akurasi, netralitas, dan keberimbangan. Program jurnalistik wajib memeperhatikan berita yang tidak terverifikasi atau bersifat hoaks, tidak berpihak pada kelompok tertentu sehingga mengabaikan prinsip netralitas hingga menampilkan visual atau audio yang mengandung kekerasan atau pornografi tanpa konteks yang jelas dan relevan.
Di akhir sesi, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohammad Reza mengatakan, KPI melalui P3SPS ingin memastikan bahwa lembaga penyiaran tidak hanya berorientasi pada keuntungan bisnis, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial. Dengan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam P3SPS, diharapkan dunia penyiaran Indonesia mampu berperan sebagai pilar penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga keharmonisan masyarakat.
“Dengan pedoman ini, KPI berharap seluruh pemangku kepentingan dalam penyiaran dapat bersinergi untuk mewujudkan ekosistem penyiaran yang sehat, beretika, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia,” katanya. Syahrullah