Jakarta - Usai ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama 4 Lembaga dalam gugus tugas, KPU, Bawaslu, KPI, dan KIP tentang Kepatuhan pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilu Media Penyiaran pada 28 Februari 2014 setidaknya masih ditemukan tayangan iklan kampanye dan iklan politik di televisi dari partai.
Adapun iklan kampanye dan iklan politik yang tampil di televisi dalam periode 1 Maret sampai 11 Maret setidaknya ditemukan iklan dari Partai Nasdem, PKB, PKS, PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, Hanura, dan PKPI. Dari iklan kampanye dan iklan politik itu setidaknya ditemukan 487 spot iklan Partai Golkar, 378 spot iklan Partai Nasdem, 305 spot iklan Partai Gerindra, 273 spot iklan PDIP, 90 spot iklan PKB, 80 spot iklan Partai Hanura, 67 spot iklan PAN, 42 spot iklan PKPI, 9 spot iklan PKS, dan 8 spot iklan Partai Demokrat.
Jika dilihat dari media televisi mana yang menayangkan iklan politik dan kampanye tersebut setidaknya tercatat 306 spot iklan di Trans TV, 291 spot iklan di RCTI, 239 spot iklan di TV One, 220 spot iklan di Metro TV, 194 spot iklan di Indosiar, 172 spot iklan di SCTV, 184 spot iklan di ANTV, 139 spot Trans 7, 137 spot iklan di MNC TV, dan 133 spot iklan di Global TV.
Spot iklan kampanye dan kampanye politik dalam pemantauan pengawasannya ditemukan pola yang berbeda di setiap tayangannya. Iklan kampanye dan iklan politik dalam tayangan iklannya menampilkan dan atau menyebutkan nomor urut partai, menampilkan logo partai, menampilkan visi atau misi dan atau slogan, dan menampilkan tokoh partai.
Jakarta – Program Ramadhan haruslah membangun semangat Ramadhan yang mendekatkan ummat dengan agamanya sehingga memberikan kontribusi dalam perbaikan masyarakat. Hal itu disampaikan tokoh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi dalam acara Sarasehan Penyamaan Pandangan “Mewujudkan Siaran Ramadhan yang Bermartabat” yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, (13/3).
Hasyim melihat sekarang rating selalu menjadi tameng lembaga penyiaran atas tayangan yang buruk. “Apakah para pekerja televisi itu rela anak, cucu, keluarga mereka setiap hari terpapar dengan program televisi yang merusak?”, tanyanya. Selain itu, Hasyim juga menyoroti maraknya eksploitasi seks dan berbagai model penyimpangan dengan dalih hak asasi manusia. Untuk itu dirinya meminta KPI agar jangan hanya bertemu dengan pekerja lapangan lembaga penyiaran. “KPI harus berani bertemu dengan para pemilik lembaga penyiaran’”, ujarnya. Menurut Hasyim, kalau KPI mau tegas pada televisi, berjuta masyarakat Indonesia pasti akan ikut mendukung.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dien Syamsuddin yang juga menjadi pembicara menyampaikan, media punya tanggung jawab moral yang besar sebagai agen perubahan untuk kebaikan. Karenanya jangan sampai media berperan memalingkan ummat dari agamanya. Menurut Dien, dirinya mengapresiasi usaha KPI membuat forum yang menyatukan berbagai pemangku kepetingan penyiaran, baik lembaga penyiaran, regulator ataupun masyarakat. MUI berharap, stasiun televisi nasional dapat tampil sebagai agen perubahan yang menampilkan fungsi edukasi media sehingga siaran Ramadhan yang diterima masyarakat memiliki kualitas yang baik. “Jangan seperti siaran ramadhan lalu, banyak siaran yang tidak mencerdaskan bahkan cenderung menggerogoti nilai-nilai Islam,” ujarnya.
Sementara itu dalam acara tersebut Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menyampaikan kerangka dan perspektif KPI seputar program siaran Ramadhan. Idy menyoroti adanya program-program Ramadhan yang diberikan sanksi oleh KPI lantaran memuat banyak pelanggaran pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3 & SPS). “Ironisnya, program-program tersebut justru berlanjut menjadi program regular dan juga kembali menuai sanksi,” tutur Idy.
Idy berharap, masalah-masalah yang muncul dalam program ramadhan tahun lalu tidak terulang lagi pada tahun ini. “Adanya forum ini juga seharusnya jadi pertimbangan bagi lembaga penyiaran dalam membuat konsep program ramadhan yang masih tiga bulan lagi lagi”, ujarnya. Lebih jauh, Idy menilai perlu adanya komitmen bersama stakeholder penyiaran guna mewujudkan suasana Ramadhan yang penuh hikmah dan berkah. Untuk itu, menurut idy, lembaga penyiaran juga harus berkomitmen agar menyajikan program siaran Ramadhan yang sesuai dengan spirit Ramadhan. Sedangkan untuk masyarakat, Idy berharap, khususnya ormas Islam ikut melakukan pemantauan terhadap program siaran Ramadhan dan hanya menjadi pemirsa bagi program siaran yang baik saja.
Berkaca dari tayangan Ramadhan tahun lalu, Idy mengakui bahwa program siaran yang baik juga ada. Seperti misalnya Hafidz Indonesia yang tampil di RCTI dan film Umar bin Khattab di MNC TV. “Kalau mau da nada komitmen, lembaga penyiaran dan rumah produksi pasti bisa membuat program yang bagus,” ujarnya. Kecuali kalau memang ada design upaya pemalingan ummat Islam dari agamanya, seperti yang disampaikan Ketua MUI, tambah idy.
Pendapat Idy ini kemudian diamini oleh praktisi televisi, Agung Izzul Haq. Dari pengalaman TV One menjalankan program Damai Indonesiaku selama enam tahun, program ini mendapatkan share iklan yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa tayangan religi yang dikemas secara serius, ternyata laku dijual ke pengiklan. “Bahkan sekarang pesantren-pesantren di seluruh Indonesia mengantri agar kyai-kyai pimpinan mereka dapat tampil di televisi,” paparnya. Sehingga, tambah Agung, para da’I di televisi tidak perlu menurunkan kehormatan mereka dengan ikut-ikutan melakukan aksi yang tidak patut.
Jakarta - KPI Pusat melayangkan surat teguran kepada sepuluh lembaga penyiaran, yakni RCTI, Global TV, MNC TV, SCTV, ANTV, TV One, Trans TV, Trans 7, Indosiar, dan Metro TV. Surat itu dikeluarkan karena sepuluh lembaga penyiaran itu masih menayangkan iklan kampanye dan iklan politik di luar jadwal. Surat teguran dikeluarkan KPI pada 11 Maret 2014.
Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, dari sebelas lembaga penyiaran berjaringan yang diawasi KPI Pusat, hanya TVRI yang dinilai mematuhi peraturan. “Kita harus berikan apresiasi kepada lembaga penyiaran yang mematuhi peraturan tentang penanyangan iklan kampanye, yakni TVRI dan NET.TV,” kata Judha usai konferensi pers evaluasi dan apresiasi KPI terhadap lembaga penyiaran di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu 11 Maret 2014.
Keluarnya surat teguran itukarena sepuluh lembaga penyiaran telah melakukan pelanggaran Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Surat Edaran KPI No. 101/K/KPI/01/14 tentang ketentuan butir surat kesepakatan bersama tentang Kepatuhan pada Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Pemilu Melalui Media Penyiaran yang ditandatangani oleh Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, KPI, dan Komisi Informasi Pusat yang ditandatangani pada 28 Februari 2014.
Adapun ketentuan butir yang dilanggar pada Butir 1, bahwa seluruh lembaga penyiaran diminta untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye yang sudah ditentukan yakni pada 16 Maret sampai 5 April 2014.
“Atas tindakan masih menayangkan iklan kampanye dan iklan politik di stasiun televisi Saudara, KPI Pusat memutuskan memberikan teguran,” bunyi surat teguran yang ditandatangi Ketua KPI Pusat. Dengan keluarnya surat teguran itu, KPI meminta kepada sepuluh lembaga penyiaran tersebut untuk mematuhi ketentuan tentang iklan kampanye dan iklan politik melalui media elektronik.
Jakarta - KPI Pusat menjatuhkan sanksi administratif pengurangan durasi 1,5 jam untuk program acara “Yuk Keep Smile” di Trans TV selama 3 hari berturut-turut. Pengurangan durasi selama 1 jam 30 menit dari total durasi 4 jam 30 berlaku mulai 14 sampai dengan 16 maret 2014.
Keputusan itu dibacakan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam sidang khusus penjatuhan sanksi yang berlangsung di Ruang KPI Pusat pada Kamis, 13 Maret 2014. Sidang itu juga dihadiri oleh Komisioner KPI yakni Amirudin, Azimah Subagijo, Agatha Lily, dan Sujarwanto Rahmat Arifin. Pembacaan putusan itu juga dihadiri sejumlah pimpinan, produser, dan kru dari Trans TV. Di antaranya Komisaris Trans Corp Ishadi SK, Direktur Utama Trans TV Atiek Nur Wahyuni dan Direktur Program Achmad Ferizqo Irwan.
“KPI Pusat telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012 pada Program Siaran “Yuk Keep Smile” yang ditayangkan Trans TV pada 22 Februari 2014 mulai Pukul 19.12 WIB. Pada program tersebut ditayangkan seorang penonton yang hadir di studio mengucapkan kata-kata yang memiliki makna jorok, yaitu: pengucapan alat kelamin pria. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan perlindungan anak, ungkapan kasar, norma kesopanan, dan penggolongan program siaran,” kata Judha membacakan putusan.
Dalam surat keputusan itu disebutkan, program acara tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal (9), Pasal 15 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), dan 37 ayat (4) huruf a. Dalam kesempatan tersebut, Judha juga menyampaikan keprihatinan terhadap program-program Trans TV yang dinilai banyak mengandung muatan yang melanggar bahkan menjadi stasiun televisi yang paling banyak mendapatkan sanksi dari KPI, sebagaimana telah disampaikan dalam konferensi pers evaluasi dan apresiasi KPI terhadap lembaga penyiaran Rabu 12 Maret 2014 di Kantor KPI Pusat.
Sebelum penjatuhan sanksi administratif, KPI Pusat telah mengeluarkan dua kali teguran tertulis tanggal 3 Januari 2014 dan 5 Februari 2014, serta telah dilakukan klarifikasi kepada pihak Trans TV pada 5 Maret 2014 di Kantor KPI Pusat. Judha pun menegaskan bahwa sanksi ini akan menjadi catatan bagi Kemenkominfo dalam memperpanjang dan pencabutan Izin Penyelenggara Penyiaran.
Senada dengan itu, Rahmat sebagai Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran mengatakan, surat sanksi KPI ini merupakan pembelajaran kepada Trans TV agar tidak mengulang kembali di kemudian hari.
Di akhir sidang penjatuhan sanksi, Agatha Lily, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran kembali mempertanyakan komitmen Trans TV untuk segera memperbaiki beberapa program yang menurut catatan KPI berpotensi melakukan pelanggaran, seperti Show Imah, Indonesia Premiere, Oh Ternyata, Soccer Fever dan Saatnya Kita Joget.
Pihak Trans melalui Ishadi menyampaikan akan memperhatikan catatan KPI ini untuk segera melakukan evaluasi internal dan beberapa Program sudah akan berakhir tayangannya.
Jakarta - Anggota Panitia Khusus I DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan mengunjungi Kantor KPI Pusat. Kunjungan itu juga sekaligus untuk konsultasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk pendirian Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) di Kotabaru.
Kunjungan yang berlangsung pada Rabu, 12 Maret 2014 dihadiri sebelas orang anggota Pansus I DPRD Kotabaru. Rombongan kunjungan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi A DPRD Kotabaru Masdar dan Ketua Pansus I Genta Kusan. Rombongan kunjungan diterima oleh Komisioner Bidang Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran Azimah Subagijo dan Kepala Bagian Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran Bambang Siswanto.
Dalam pertemuan itu Masdar mengatakan, saat ini Kabupaten Kotabaru belum memiliki peraturan daerah untuk pendirian lembaga penyiaran. Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lembaga penyiaran di atur.
Menurut Masdar, tujuannya ke KPI untuk konsultasi terkait pembuatan Raperda dan hal itu inisiatif dari Pemda Kotabaru untuk pendirian lembaga penyiaran lokal. “Maka atas dasar itu, kami minta masukan dengan pihak terkait, termasuk KPI Pusat sebelum kami membuat rancangan peraturan daerahnya,” kata Masdar. Dalam kesempatan itu, anggota DPRD Kota Baru lainnya Mariana dan Sahiduddin menyatakan kekhawatiran dijadikan sebagai alat politik penguasa di daerah.
Mendengar penjelasan itu Azimah memberikan masukan, sebelum pembentukan rancangan peraturan daerah untuk pendirian lembaga penyiaran lokal sebaiknya pihak pemerintah Kotabaru memeriksa ketersediaan kanal frekuensi yang tersedia, karena ketersediaan kanal frekuensi itu penting sebelum dibuatkan peraturan daerah.
“Silahkan ditanyakan dulu untuk ketersediaan frekuensinya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika atau unit pelayanan terpadu terkait,” kata Azimah dalam pertemuan itu. Selain itu, Azimah menjelaskan, pembuatan peraturan daerah yang terkait lembaga penyiaran lokal untuk radio dan televisi harus dibuat terpisah.
Sedangkan tentang kekhawatiran Lembaga Penyiaran Publik dijadikan sebagai alat politik, Azimah menyatakan, DPRD sebagai perwakilan publik justru berperan penting. “Lembaga Penyiaran Publik hadir untuk memberi informasi, edukasi, dan hiburan yang sehat bagi masyarakat. Jika menyimpang jadi alat politik, maka DPRD sebagai wakil rakyat dapat mengoreksinya dan tentunya berkoordinasi dengan KPID Kalimantan Selatan,” pungkas Azimah.
Kepada Yth:
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Ketua Komisioner KPI PUSAT Bpk.Yuliandre Darwis
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA
Nomor 01/P/KPI/03/2012
TENTANG PEDOMAN PRILAKU PENYIARAN
PESBUKERS INI MEMANG RAJANYA PELANGGARAN P3-SPS MOHON HENTIKAN DARI TAHUN 2007-2017 LUAR BIASA KPI PUSAT
TIDAK BERDAYA
Setiap tayang pasti ada pelanggaran dan norma-norma kesopanan terhadap "PESBUKERS"
BAB V
PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAAN
Pasal 8
(1) Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar tidak merugikan dan
menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam
agama, suku, budaya, usia, gender dan/atau latar belakang ekonomi.
(2) Lembaga penyiaran wajib menghormati norma kesopanan dan kesusilaan
yang berlaku dalam masyarakat.
Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012
Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4) huruf a.
Hal lain yang membuat sanksi KPI tidak menimbulkan efek jera bagi industri pertelevisian adalah mekanisme sanksi yang tidak bertingkat.
Draft SPS tahun 2015 hanya mengatur sanksi bertingkat bagi lembaga penyiaran yang tidak menjalankan sanksi yang ia terima.
Lebih dari itu, SPS pasal 79 poin 4 menyatakan bahwa:
“Apabila masih ditemukan pelanggaran pada program yang sama dalam kurun waktu 7 hari kalender dan tidak melaksanakan teguran tertulis kedua
maka lembaga penyiaran dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara.”
Kami menilai pasal ini memberi peluang bagi pada penyelenggara penyiaran untuk melakukan pelanggaran secara berulang dan hanya diganjar dengan teguran.
Pembatasan kurun 7 hari mestinya tidak diperlukan dalam konteks penegakan hukum. Demi mencegah pelanggaran berulang, idealnya,
setiap pelanggaran untuk yang kedua kalinya mestinya diganjar dengan sanksi yang lebih berat,
tidak peduli apakah pelanggaran tersebut dilakukan dalam kurun 7 hari atau lebih.
Selain itu, P3SPS perlu menegaskan persoalan subjek yang dikenai sanksi. Sebab seperti pernah terjadi,
sebuah tayangan yang sama bisa mengubah namanya (pada momen spesial seperti ramadhan, misalnya)
dan dengan demikian terhindar dari sanksi bertingkat karena dinilai sebagai tayangan berbeda.
Pada 19 Febuari 2014 Misalnya, “PESBUKERS” yang tayang di ANTV mendapatkan sanksi teguran tertulis.
Pada tahun yang sama, persisnya pada 22 Juli, “Pesbukers Ramadhan” kembali mendapat sanksi teguran tertulis.
KPI tidak menjatuhkan sanksi bertingkat karena menilai bahwa “Pesbukers” dan “Pesbukers Ramadhan” adalah dua tayangan berbeda.
Padahal keduanya adalah tayangan yang sama dan diproduksi oleh tim yang sama.
Kami menilai definisi demikian tidak lagi ideal bagi perkembang dinamika industri penyiaran yang berkembang cepat.
Perlu regulasi yang adaptif atas hal ini.
program ANTV "PESBUKERS" ternyata sudah 10 tahun lamanya, kenapa program yang sarat akan cacian VERBAL maupun NON VERBAL
ditambah lagi goyangan EROTIS DEWI PERSIK, mesum. makin lengkaplah pelanggaran yang di buat
KENAPA TIDAK DI HENTIKAN "PESBUKERS" 10 tahun waktu yang lama MOHON KPI PUSAT HENTIKANLAH PESBUKERS