Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat peringatan untuk program siaran “Katakan Putus” di Trans TV, Senin (13/11/2017). Program “Katakan Putus” yang ditayangkan Trans TV pada tanggal 6 November 2017 mulai pukul 15.07 WIB dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang penghormatan terhadap hak privasi serta perlindungan anak-anak dan remaja.
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, mengatakan program tersebut menampilkan sepasang suami istri yang bertemu dan bertengkar di hadapan anak perempuan mereka hingga anak tersebut kemudian dibawa pergi oleh ibunya.
Menurut Hardly, berdasarkan penjelasan di surat peringatan, tayangan atau adegan tersebut berpotensi melanggar Pasal 13 Ayat (1) dan Pasal 15 Ayat (1) SPS KPI Tahun 2012 tentang kewajiban program siaran menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran serta perlindungan anak-anak dan remaja. “Berdasarkan hal tersebut KPI Pusat memutuskan untuk memberikan peringatan,” katanya.
Peringatan yang diberikan KPI Pusat, lanjut Hardly, merupakan bagian dari pengawasan pihaknya terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran).
“Trans TV wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam menyiarkan sebuah program siaran,” tandas Hardly. ***
BERITA ACARA RAPAT PIMPINAN NASIONAL KOMISI PENYIARAN INDONESIA TAHUN 2017
Pada hari ini, Rabu, 15 November 2017, bertempat di Hotel Santika, Depok, dilaksanakan Rapat Pimpinan Nasional Komisi Penyiaran Indonesia dengan rekomendasi sebagai berikut:
1. Meminta kepada Kementerian Dalam Negeri untuk segera mengeluarkan aturan sebagai dasar hukum kelembagaan dan penganggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah;
2. Mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan revisi Undang-Undang Penyiaran.
Anggota Komisi I DPR RI Elnino Hussein Mohi berbicara tentang draf RUU Penyiaran dalam RAPIM KPI 2017, (15/11).
Depok - Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dibahas di DPR RI, menyepakati adanya penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai instrumen negara yang bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap kualitas isi siaran. Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI, Elnino Hussein Mohi, dalam Seminar yang dilaksanakan pada kegiatan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017, di Depok (15/11).
Penguatan terhadap KPI ini tercermin pada perubahan kelembagaan KPID yang diusulkan bersifat hirarki dengan KPI Pusat. Hal tersebut tentunya juga berimplikasi pada penganggaran KPID yang tidak lagi didanai oleh Anggaran Perencanaan dan Belanja Daerah (APBD). “Komisi I mengusulkan anggaran KPI didapat dari APBN, hibah dan USO penyiaran”, ujarnya.
USO atau universal services obligation diambil dari 1,5 persen dari keuntungan yang diperoleh seluruh televisi yang bersiaran di Indonesia. “Kami merencanakan, USO ini selain untuk membiayai LPP TVRI dan RRI, juga untuk KPI”, tambah Elnino. Dengan adanya perubahan yang signifikan pada struktur kelembagaan KPI dan KPID, Komisi I mengusulkan, bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya KPI dibantu oleh sekretariat jenderal.
Elnino yang juga anggota Panita Kerja (Panja) RUU Penyiaran memaparkan, bentuk penguatan lain terhadap KPI dalam draf RUU adalah munculnya sanksi denda untuk pelanggaran penyiaran yang ditetapkan melalui peraturan KPI. Selain itu, KPI juga memiliki tugas untuk melakukan audit terhadap pelaksanaan pemeringkatan program televisi, sosialisasi literasi media, mengevaluasi isi siaran secara berkala, serta memberikan evaluasi terhadap hasil uji coba siaran.
Hingga saat ini, posisi draf RUU tinggal menyisakan satu masalah yang belum mencapai kata sepakat dalam proses harmonisasi di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, yakni tentang pengelolaan multiplekser. “Komisi I sejak awal sudah sepakat pada pilihan single mux”, ujarnya. Bahkan, Elnino mengingatkan bahwa rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI tahun 2016 juga menyepakati single mux.
RUU yang diinisiasi DPR sejak Januari 2015, secara prinsip ingin mengembalikan frekuensi kepada negara. Frekuensi sebagai sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, memang sudah selayaknya dikelola sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. “Kita berpendapat bahwa rakyat itu bukan hanya ATVSI, ATVLI, atau ATVNI. Tapi seluruh rakyat Indonesia termasuk pengelola tv lokal, radio lokal, dan rumah-rumah produksi yang ada di seluruh Indonesia”, ujar Elnino.
Dirinya berharap draf Undang-Undang Penyiaran ini dapat segera ditetapkan sebagai RUU oleh DPR untuk kemudian diajukan kepada pemerintah. Sehingga kepastian pelaksanaan digitalisasi penyiaran yang memberikan kualitas teknis penyiaran lebih baik ke masyarakat, dapat segera direalisasikan. “Tentunya juga RUU ini memberikan penguatan kelembagaan KPI, baik dari segi anggaran, kewenangan ataupun masa jabatan, sehingga diharapkan kualitas isi siaran ke depan menjadi jauh lebih baik” pungkas Elnino.
Jakarta - Bimbingan Teknis Sekolah P3SPS yang diselenggarakan KPI Pusat memasuki angkatan terakhir di tahun 2017, angkatan XXIV di bulan November dan angkatan XXV di bulan Desember. Sejak pembukaan pendaftaran angkatan XXIV bulan November 2017, tercatat lebih dari 50 calon peserta yang mendaftarkan diri.
Antusiasme praktisi penyiaran dan masyarakat untuk mengikuti kegiatan ini sangat tinggi sehingga melebihi kuota yang tersedia. Untuk itu, dengan ini panitia mengumumkan peserta Sekolah P3SPS angkatan XXIV yang dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 21 - 23 November 2017. Pendaftar yang belum masuk angkatan XXIV akan diikutkan pada sekolah angkatan XXV, 5 - 7 Desember 2017.
Kepada peserta yang lolos, diharapkan kedatangannya di Ruang Rapat KPI Pusat pada pukul 08.30 dan membawa foto ukuran 3x4, dua lembar (satu lembar ditempel di sertifikat, 1 lembar untuk arsip). Adapun peserta Sekolah P3SPS angkatan XXIV adalah sebagai berikut:
1. Tri Septianingsih (Mahasiswi UKSWS) 2. Agus Efendi (Mahasiswa UIN SMH Banten) 3. Ashlikhatul Fuaddah (Mahasiswi UGM) 4. Yudie Rachman (Metro TV) 5. Cahyono Setiaji (Metro TV) 6. Restu Gayuh Nuswantoro (Wartawan) 7. Doddy Rosadi (Jawa Pos TV) 8. Eriek Yunaiser (MNC TV) 9. Theo Andrew (Trans7) 10. Gogor Pambudi D.P. (Trans7) 11. Nizar Iqnal Zainury (GTV) 12. Asep Sunandar (GTV) 13. Mugi Aditama (Radio TRAX FM) 14. Ayudanti Ineza Wibowo (Radio BRAVA) 15. Angelia Pravita (Radio COSMO) 16. Debur Riak Segara (Radio Hard Rock FM) 17. Tri Wahyudi (I Radio) 18. Azma Puri (Radio PASFM) 19. Siltami Ledi Marina (RCTI) 20. Syawali Ambia (RCTI) 21. Asril Darma (KPID Riau) 22. Fahrial (tvOne) 23. Cakra Kurniawan (tvOne) 24. Merlyn Watulangkow (KPID SULUT) 25. Armin Madika (KPID SULUT) 26. Anggara Irhas (RTV) 27. Wahyu Tirto (Radio ELSHINTA) 28. Gria Octaviano (Trans TV) 29. Albertus Sapto Pamungkas (Trans TV) 30. Dina Karina Septiyani (KOMPAS TV) 31. Tily Rheabela (KOMPAS TV)
Depok – Langkah bijak yang dilakukan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo terhadap KPID Lampung dinilai dapat menjadi tolak ukur Gubernur lain dalam menyikapi persoalan kelembagaan dan anggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Salah satu penyebabnya adalah keinginan untuk melindungi dan memberi kenyamanan masyarakatnya dari informasi yang tidak pantas.
Menurut Ridho, kebijakan penguatan bidang penyiaran di Provinsi Lampung dilakukan dengan menguatkan kelembagaan KPID. Pemerintah Provinsi meningkatkan status KPID Lampung menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) agar anggarannya melalui APBD.
"UPTD ini dipimpin pejabat eselon III. Tapingan lihat eselonnya, tapi anggaran yang dialokasikan. Urusan anggaran itu bukan persoalan struktural, tapi kebijakan," kata Gubernur Ridho, saat menjadi narasumber dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Hotel Santika, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/11/2017).
Ridho menambahkan, pembangunan penyiaran merupakan salah satu kebijakan strategisnya. "Jadi, walaupun UPTD, tapi jika kebutuhannya besar, anggarannya akan juga besar. Kalau memang kebutuhannya Rp20 miliar, ya dianggarkan segitu. Sebaliknya, meski eselon II tapi kalau kebutuhannya Rp3 miliar ya cukup segitu," kata Ridho penuh semangat.
Sementara itu, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, kehadiran Gubernur Lampung pada Rapim KPI diharpakan menjadi inspirasi dan contoh bagi provinsi lain dalam membangun penyiaran.
"Banyak daerah yang setengah hati membantu KPID. Dananya dalam bentuk hibah dan tentu tidak bisa setiap tahun, sehingga banyak KPID mati suri. Kami berharap semangat dan kebijakan Pak Gubernur Ridho dapat menular ke provinsi lain," kata Andre, panggilan akrabnya. ***
Kepada Yth:
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Ketua Komisioner KPI PUSAT Bpk.Yuliandre Darwis
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA
Nomor 01/P/KPI/03/2012
TENTANG PEDOMAN PRILAKU PENYIARAN
PESBUKERS INI MEMANG RAJANYA PELANGGARAN P3-SPS MOHON HENTIKAN DARI TAHUN 2007-2017 LUAR BIASA KPI PUSAT
TIDAK BERDAYA
Setiap tayang pasti ada pelanggaran dan norma-norma kesopanan terhadap "PESBUKERS"
BAB V
PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN DAN KESUSILAAN
Pasal 8
(1) Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar tidak merugikan dan
menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam
agama, suku, budaya, usia, gender dan/atau latar belakang ekonomi.
(2) Lembaga penyiaran wajib menghormati norma kesopanan dan kesusilaan
yang berlaku dalam masyarakat.
Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012
Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4) huruf a.
Hal lain yang membuat sanksi KPI tidak menimbulkan efek jera bagi industri pertelevisian adalah mekanisme sanksi yang tidak bertingkat.
Draft SPS tahun 2015 hanya mengatur sanksi bertingkat bagi lembaga penyiaran yang tidak menjalankan sanksi yang ia terima.
Lebih dari itu, SPS pasal 79 poin 4 menyatakan bahwa:
“Apabila masih ditemukan pelanggaran pada program yang sama dalam kurun waktu 7 hari kalender dan tidak melaksanakan teguran tertulis kedua
maka lembaga penyiaran dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara.”
Kami menilai pasal ini memberi peluang bagi pada penyelenggara penyiaran untuk melakukan pelanggaran secara berulang dan hanya diganjar dengan teguran.
Pembatasan kurun 7 hari mestinya tidak diperlukan dalam konteks penegakan hukum. Demi mencegah pelanggaran berulang, idealnya,
setiap pelanggaran untuk yang kedua kalinya mestinya diganjar dengan sanksi yang lebih berat,
tidak peduli apakah pelanggaran tersebut dilakukan dalam kurun 7 hari atau lebih.
Selain itu, P3SPS perlu menegaskan persoalan subjek yang dikenai sanksi. Sebab seperti pernah terjadi,
sebuah tayangan yang sama bisa mengubah namanya (pada momen spesial seperti ramadhan, misalnya)
dan dengan demikian terhindar dari sanksi bertingkat karena dinilai sebagai tayangan berbeda.
Pada 19 Febuari 2014 Misalnya, “PESBUKERS” yang tayang di ANTV mendapatkan sanksi teguran tertulis.
Pada tahun yang sama, persisnya pada 22 Juli, “Pesbukers Ramadhan” kembali mendapat sanksi teguran tertulis.
KPI tidak menjatuhkan sanksi bertingkat karena menilai bahwa “Pesbukers” dan “Pesbukers Ramadhan” adalah dua tayangan berbeda.
Padahal keduanya adalah tayangan yang sama dan diproduksi oleh tim yang sama.
Kami menilai definisi demikian tidak lagi ideal bagi perkembang dinamika industri penyiaran yang berkembang cepat.
Perlu regulasi yang adaptif atas hal ini.
program ANTV "PESBUKERS" ternyata sudah 10 tahun lamanya, kenapa program yang sarat akan cacian VERBAL maupun NON VERBAL
ditambah lagi goyangan EROTIS DEWI PERSIK, mesum. makin lengkaplah pelanggaran yang di buat
KENAPA TIDAK DI HENTIKAN "PESBUKERS" 10 tahun waktu yang lama MOHON KPI PUSAT HENTIKANLAH PESBUKERS