- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 4796
Jakarta – Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menepis anggapan jika Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) sebagai pengekang kebebasan industri penyiaran untuk berkreasi. Menurutnya, aturan siaran ini justru untuk membimbing agar konten yang diproduksi tidak berbenturan dengan etika, norma dan adat yang berlaku di masyarakat. `
“Saya pikir tidak juga jika pedoman siaran ini sebagai penghambat kebebasan untuk berkreasi. Ini lebih kepada rambu-rambu bagi teman-teman seniman, konten kreator dan juga industri penyiaran,” kata Agung saat mengisi Live Talk Show di Inspira TV dengan tema “Membangun Penyiaran yang Inspiratif dan Positif”, Minggu (10/5/2020) malam.
Dia mencontohkan, program acara tentang kesehatan boleh tetap tayang tapi dengan mengikuti acuan yang sudah dijelaskan dalamm aturan tersebut. Misalnya, dalam perbincangan soal sex di ranah penyiaran harus menyertakan narasumber yang ahlinya dan disiarkan di atas pukul 10 malam WIB (Waktu Indonesia Barat) yang KPI anggap sebagai waktu dewasa.
“Dalam siaran itu dilarang melegitimasi sex bebas, aborsi dan menganjurkan kawin usia muda. Atau ada reka ulang pembunuhan yang ditampilkan secara detail prosesnya. Ini kan tidak boleh karena akan dikhawatirkan menjadi contoh buruk bagi masyarakat khususnya pada penonton anak dan remaja. Tentunya ini tidak mungkin disebut sebagai pengekangan kebebasan,” papar Agung.
Dia juga menjelaskan, P3SPS yang merupakan turunan dari Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan hasil konsensus yang harus diketahui dan diikuti semua pihak dalam hal ini industri penyiaran. P3SPS KPI telah beberapa kali mengalami perubahan.
“Bahkan tahun ini, KPI sedang melakukan pembahasan untuk mengubah aturan tahun 2012 tersebut. Sayangnya karena ada pademi Covid-19 jalan proses revisi P3SPS jadi terhenti,” ungkapnya.
Agung menilai kalangan industri konten tidak akan menganggap P3SPS KPI sebagai batu sandungan. “Saya yakin seorang konten kreator, sutradara, produser serta yang lainnya akan memahami dan tidak akan kehabisan akal, ide dan kreativitas untuk membuat konten yang bagus dan bermutu dengan mengacu rambu tersebut,” kata Agung berharap.
Duta Sobat Cyber Indonesia, Tita Oxa Anggrea, menyatakan P3SPS merupakan aturan yang harus dipatuhi oleh konten kreator. Dia menilai saat ini justru sudah sedikit sekali tayangan TV yang melanggar aturan tersebut.
Tita justru menyoroti platform lain yang dinilai masih sengaja menyiarkan konten-konten yang dilarang di penyiaran. Menurutnya, hal ini karena tidak adanya regukasi yang mengatur ruang media tersebut. “Masih ada konten-konten seperti itu biar ada yang lihat dan sengaja cari masalah. Kita harus konsen untuk melihat hal itu,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat, Agung menegaskan kembali tentang perbedaan KPI dengan Lembaga Sensor Film atau LSF. Dikatakan, tugas sensor konten ada pada LSF yang bekerja sebelum tayang. “KPI tidak melakukan tugas itu. KPI berwenang pada saat konten tersebut tayang. Regulasi keduanya berbeda. KPI mengacu pada Undang-Undang Penyiaran sedangkan LSF pada Undang-Undang Perfilman,” tandasnya. ***