Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima permohonan audiensi PT Nestlé Indonesia terkait penayangan iklan produk, Rabu (16/04/2025) di Kantor KPI Pusat. Dalam kesempatan ini, PT Nestlé Indonesia mengajukan beberapa pertanyaan terkait ada tidaknya pengawasan iklan, khususnya iklan makanan dan minuman oleh KPI serta mekanismenya pengawasannya. Mereka juga menanyakan bagaimana menindaklanjutti temuan atas pelaku usaha lain yang dirasa sedikit melenceng dari Etika Pariwara Indonesia (EPI).

“Penayangan iklan diatur di Lembaga Penyiaran (LP), tentang konten produk yang muncul juga ada lembaga lain, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengeluarkan ijin edar. Tadi pagi kami juga berkoordinasi dengan BPOM sehingga semua produk obat dan makanan yang ditayangkan sesuai regulasi,” ujar Ketua PI Pusat, Ubaidillah di awal pertemuan itu. 

Koordinator Bidang Kelembagaan, I Made Sunarsa melengkapi, bahwa aturan penayangan di televisi adalah Standar Program Siaran (SPS) KPI. Terkait hal ini, kami diberi kewenangan untuk mengawasi dan memberi sanksi. 

“Dalam SPS, ada pasal berkaitan dengan siaran yang antara lain menyebutkan bahwa iklan tidak boleh menyesatkan, melindungi kepentingan publik, serta bersama dengan LP melindungi masyarakat. Detil pada iklan sangat diawasi, jika ada irisan peraturan maka ada Dewan Periklanan Indonesia yang mengeluarkan Etik Pariwara Indonesia (EPI). Jadi, kami berkerjasama dengan beberapa lembaga,” katanya.

Koordinasi yang dilakukan dengan berbagai lembaga tidak serta merta memperluas kewenangan KPI hingga bisa menyentuh pelaku usaha, yang mungkin melenceng dari kode periklanan. Namun demikian, tambah Anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan, Mimah Susanti, bahwa informasi tersebut penting untuk diketahui untuk kemudian dikoordinasikan dengan lembaga terkait, atau untuk terlebih dahulu memastikan bagaimana tepatnya konten iklan tersebut dirasa melenceng dari peraturan yang ada.

Sementara Anggota sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso menyoroti aduan dari pelaku industri. Menurutnya, aduan ini merupakan yang pertama yang datang dari pihak industri yang beriklan di lembaga penyiaran. 

Dia juga menegaskan untuk sengketa iklan bukan ranah KPI. Bahkan, klaim berlebihan ini biasa paling banyak terkait dengan obat-obatan. “Pernah ada iklan yang secara visual mengganggu masyarakat menjadi perhatian bagi kami,” kata Tulus.

Terkait hal ini, Anggota KPI Pusat Aliyah, menekankan pada pentingnya pelaku industri juga memperhatikan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Utamanya pada komposisi kandungan dalam produk makanan dan minuman.

“Kita berharap, PT Nestlé Indonesia patuh terhadap regulasi, ketika masuk ke LP, yaitu TV dan radio dalam bentuk iklan, maka masuk ranah KPI, penting memastikan produk sesuai (yang diiklankan),” ujar Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan lainnya, Amin Sabhana.

Anggota KPI Pusat Evri Rizqi Monarshi berpendapat pelaku usaha lain, atau hal yang berhubungan dengan persaingan usaha, yang dari sisi ekonomis bisa menimbulkan kerugian, bisa diadukan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

PT Nestlé Indonesia menyebutkan tentang komitmen jangka panjangnya untuk berinvestasi dengan memusatkan perhatian pada produk makanan dan minuman yang berkualitas dan aman dikonsumsi, serta menjaga keberlanjutan lingkungan untuk generasi saat ini dan mendatang.

“Yang bisa kami sampaikan kami akan berusaha mematuhi sesuai peraturan yang ada, kami memonitor produk dan memastikan kandungan produk yang akan di-launch sesuai kebijakan internal kami. Pada level playing field, kami sudah mengenalkan konsumen tentang cek label untuk mengecek komponen utama dalam produk. Kami ingin secara sehat mengedukasi konsumen. Hal ini kami sebarkan melalui iklan di radio (dan TV), serta media sosial supaya konsumen tahu dan bisa memilih produk sesuai kebutuhan,” ujar mereka.

Mengakhiri audiensi, I Made Sunarsa menegaskan bahwa terkait iklan, KPI tidak bisa bersentuhan dengan produsen (pelaku usaha), melainkan lembaga lain seperti BPOM, Kementrian Kesehatan, dan LP. Bahkan pada masa pandemi, aduan overclaim bisa kemudian ditindaklanjuti dengan mengundang seluruh lembaga penyiaran untuk kemudian meminta iklan agar tidak memunculkan claim yang berlebihan, atau untuk tidak menayangkan iklan produk yang dimaksud. ***/Anggita Rend/Foto: Agung R

 

 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.