Jakarta - Rekruitmen Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah diharap dapat memperhatikan keterwakilan perempuan. Mengingat kaum perempuan dinilai lebih sensitif terhadap isu tertentu di penyiaran yang terkait dengan perlindungan perempuan, anak dan remaja. Hal tersebut disampaikan Nuning Rodiyah, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan saat menerima perwakilan dari Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, di kantor KPI Pusat, (19/01). 

Selain keterwakilan perempuan, Nuning juga mengingatkan tentang peraturan kelembagaan KPI Pusat tentang rekruitmen. Calon anggota KPID yang merupakan petahana, ujar Nuning, dapat langsung mengikuti fit and proper test di DPRD, dan tidak lagi melewati seleksi kompetensi. 

Komisi A DPRD Jawa Timur yang dipimpin oleh Mayjend TNI (Purn) Dr Istu Hari Subagio, menyampaikan perkembangan rekruitmen KPID Jawa Timur periode 2021-2024 yang tengah berlangsung. Selain itu disampaikan pula beberapa pertanyaan mengenai eksistensi KPID ke depan dan kaitannya dengan revisi undang-undang penyiaran. Kehadiran KPID sendiri, menurut anggota dewan, sangatlah membantu. Terutama saat Pemilihan Langsung Kepala Daerah di Jawa Timur, kemarin.  

Dalam kesempatan itu Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela menyampaikan harapannya agar calon yang terpilih sebagai anggota KPID Jawa Timur periode selanjutnya adalah yang memiliki kompetensi, kapabilitas dan juga integritas yang baik. Setidaknya ada tiga isu besar yang akan dihadapi oleh KPID ke depan, ujar Hardly. Yakni tentang pengawasan konten siaran di daerah, konten lokal dan eksistensi lembaga penyiaran lokal, serta digitalisasi. Terkait regulasi penyiaran ke depan, hingga saat ini memang sudah diusulkan kepada Komisi I DPR RI dalam revisi undang-undang penyiaran, agar anggaran rutin dari KPID seluruh Indonesia dapat ditanggung oleh Anggaran Perencanaan dan Belanja Nasional (APBN). Sedangkan untuk anggara incidental ditanggung oleh APBD. 

Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo yang turut hadir dalam pertemuan tersebut ikut menyampaikan beberapa masukan kepada DPRD. Jawa Timur, ujar Mulyo, termasuk dalam provinsi yang memiliki banyak sekali blankspot atau lokasi yang tidak terjangkau dengan sinyal frekuensi. Selama ini, KPID Jawa Timur dikenal sebagai KPID yang memiliki banyak program kerja ke daerah, termasuk memberikan literasi ke kelompok-kelompok masyarakat tentang dampak siaran televisi dan radio. KPID juga yang kemudian bertanggungjawab untuk menjaga kearifan lokal di televisi, agar siaran yang ada tidak Jakarta Sentris, ujar Mulyo. Selain itu, saat ini ada ancaman merebaknya pesan intoleransi dan radikalisme  melalui radio dan televisi. Kalau melalui televisi, dapat dipantau oleh KPID, ujar Mulyo. Namun jika melalui radio yang jangkauan siarannya di kabupaten/ kota, tentu tidak dapat diawasi oleh KPID yang ada di ibukota provinsi. Dengan tugas berat yang diemban oleh KPID, khususnya Jawa Timur yang memiliki 38 kabupaten/ kota, selayaknya penganggaran dari DPRD dapat lebih optimal dari yang sekarang. Apalagi KPID Jawa Timur sebelumnya juga dikenal sebagai KPID yang punya banyak inovasi dalam berkolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat di daerah untuk ikut mengawasi siaran televisi dan radio. Tentu hal tersebut didukung dengan anggaran yang cukup dari DPRD, ujar Mulyo. 

Senada dengan Mulyo, Nuning juga berharap DPRD dapat meningkatkan penganggaran untuk KPID. Apalagi ada 600 lembaga penyiaran di Jawa Timur yang harus dilayani, ujar Nuning. Selain penganggaran, Nuning juga menyampaikan tentang program migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital (Analog Switch Off) yang akan berlangsung pada 2 November 2022.  KPI berharap, wakil rakyat di Jawa Timur juga dapat ikut serta menyosialisasikan agar masyarakat siap saat ASO mendatang. 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.