Solo - Gempita Hari Penyiaran Nasional 2019 (Harsiarnas) ke-86 turut diperingati oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah dengan kegiatan Napak Tilas Penyiaran Indonesia di Kota Solo, Jumat (21/6/2019).
Dipilihnya Kota Solo sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan Napak Tilas Penyiaran Indonesia tahun ini menjadi alasan pihak KPID Jawa Tengah, sebagai upaya menelisik kembali tentang sejarah penyiaran nasional yang notabene lahir di Kota Solo yang diprakarsai oleh KGPAA Mangkunegara VII yang telah dinobatkan sebagai Bapak Penyiaran dalam Deklarasi Harsiarnas yang kali pertama dilakukan masyarakat Solo, pada 1 April 2009 silam. Inisiatif tersebut kemudian dilanjutkan oleh Walikota Surakarta saat itu Joko Widodo yang mengirim surat kepada Menkominfo tentang usulan penetapan Hari Penyiaran Nasional.
Lebih lanjut, Deklarasi Hari Penyiaran Nasional dan penobatan PGAA Mangkunegara VII sebagai Bapak Penyiaran Indonesia dilakukan di Solo pada 1 April 2010 yang dihadiri oleh keluarga besar insan penyiaran Indonesia seperti KPI, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, LPP RRI, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasonal Indonesia (PRSSNI), perwakilan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), perwakilan televisi swasta, Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) dan perwakilan masyarakat penyiaran.
Sejak dilakukannya upaya KPI tentang penetapan Harsiarnas melalui Keputusan Presiden (Keppres) pada tahun 2015 melalui rapat koordinasi dengan Kementerian Komunikasi Dan Informatika (Kemenkominfo). Pada tahun 2017 pembahasan secara detail mulai dilakukan tentang penetapan Harsiarnas tersebut, dengan melibatkan KPI, Kemenkominfo, dan Kemensesneg.
Pada akhirnya tanggal 29 Maret 2019 pemerintah secara resmi telah menetapkan 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional (melalui Keputusan Presiden nomor 9 tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional). Apresiasi tersebut diberikan pemerintah dalam Puncak Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-86, di Banjarmasin, pada tanggal 1 April 2019 lalu.
Komisioner Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah Isdiyanto, kepada solotrust.com, Jumat (21/6) saat kunjungannya di Pura Mangkunegaran, Surakarta mengatakan, penetapan Hari Penyiaran Nasional merupakan sebuah bukti pengakuan pemerintah atas kiprah dunia penyiaran nasional yang dimulai sejak berdirinya Solosche Radio Vereniging (SRV) di Solo pada 1 April 1933, sebagai media pemberdayaan masyarakat dan pembangkit semangat perjuangan rakyat dalam melawan penjajah.
"SRV lahir jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh KGPAA Mangkunegoro VII dan merupakan stasiun radio pertama milik bangsa Indonesia. Dimana pada saat itu, penyiaran benar - benar diarahkan pada pemberdayaan sebagai pembakar semangat masyarakat untuk membangkitkan perjuangan dalam melawan penjajah. Melalui siaran radio SRV ini, maka hadirlah semangat nasionalisme termasuk dalam menciptakan rasa kecintaan terhadap keluhuran budaya Indonesia itu sendiri. Hal sedemikian rupa inilah yang selanjutnya menginspirasi lembaga penyiaran lainnya dijadikan acuan dan membangkitkat semangat dalam merebut serta mempertahankan kemerdekaan," jelasnya.
Menyangkut perkembangan dunia penyiaran saat ini, Isdiyanto menambahkan, lembaga penyiaran diharapkan mampu berperan dan memberi pencerahan dengan isian konten penyiaran yang sehat sebagai upaya penguatan kearifan lokal di era disrupsi digital yang saat ini sedang berkembang di tengah masyarakat.
"Dalam konteks kekinian, lembaga penyiaran sudah seharusnya bisa memberi pencerahan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat diharapkan bisa memilih untuk tidak mengeksploitasi informasi - informasi yang menyesatkan. Di sinilah peran penting baik KPID maupun insan penyiaran dan masyarakat, untuk bersama - sama menentukan langkah guna menyehatkan isi konten - konten siaran kita. Sehingga insan penyiaran bisa kembali kepada ruhnya. Yaitu penguatan kearifan lokal, semangat nasionalisme dan membangkitkan semua elemen masyarakat untuk memajukan negara ini,". tandas Isdiyanto. (Solotrust.com)