Kupang – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah ( KPID) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2019-2022 sudah mulai bekerja. Di periode ini, Yosef Kolo dipercayakan sebagai Ketua KPID NTT dan Wakil Ketua, Desiana Rumlaklak.

Yosef Kolo yang dikonfirmasi, Selasa (26/11/2019) mengatakan, sesuai hasil rapat pleno yang dihadiri tujuh komisioner KPID NTT pada Senin (25/11/2019), telah ditetapkan kepengurusan KPID NTT periode 2019-2022.

"Rapat pleno yang kami lakukan di ruang rapat Dinas Kominfo NTT itu dipimpin Desiana Rumlaklak dan Fredrikus Royanto Bau. Dari rapat pleno itu, saya ditetapkan sebagai Ketua KPID NTT dan Wakil Ketua, ibu Desiana Rumlaklak," kata Yosef.

Dijelaskannya, selain menetapkan ketua dan wakil ketua, rapat pleno juga menetapkan tiga koordinator bidang. Ketiga bidang itu, yakni Bidang Pengelola Struktur dan Sistem Penyiaran, Bidang Pengawasan Isi Siaran dan Bidang Kelembagaan.

Didampingi Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Fredrikus Royanto Bau, Yosef mengatakan, setelah diterbitkannya SK Gubernur NTT pada 15 November 2019, maka mereka sudah mulai bekerja.

"Setelah kami melakukan pertemuan dengan Kadis Kominfo NTT dan panitia seleksi, maka kami diberi ruang melakukan rapat pleno untuk membentuk kepengurusan dan itu sudah terbentuk," katanya.

Ditanyai, apakah ada tugas prioritas yang akan dilakukan komisioner KPID saat ini, ia mengatakan, beberapa waktu ke depan dalam masa transisi, mereka akan bekerja menuntaskan dua hal yang merupakan pekerjaan lanjutan dari komisioner sebelumnya yakni literasi media untuk para guru di Kota Kupang dan rapat koordinasi dengan lembaga penyiaran di kabupaten dan kota se-NTT.

"Kita berupaya agar lembaga penyiaran bertumbuh di NTT, jika yang mati suri akan dilakukan advokasi. Sedangkan yang belum memiliki lembaga penyiaran akan diupayakan," ujarnya. Red dari kupang-tribunnews.com

 

Subang -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat sedang fokus untuk meniadakan konten horor dan mistis dalam penyiaran di Indonesia. Hal ini dikemukakan Komisioner KPID Jawa Barat, Mahi M Hikmat, dalam acara Media Gathering Bawaslu di Subang, Selasa (26/11/2019).

“Kita sedang memperjuangan dari KPID Jawa barat untuk meniadakan berita horor ataupun mistik, karena konten berita tersebut sangat sarat dengan informasi yang menyesatkan,” kata Mahi. 

Menurutnya, konten horor dan mistis tersebut lebih cenderung memberikan informasi khayalan yang menyesatkan khususnya untuk generasi muda.

“Konten Mistis dan Horor tersebut didominasi ditonton oleh anak –anak muda, jika horor dan mistis dibiarkan terus dalam dunia penyiaran di Indonesia kemungkinan akan merubah mental generasi muda kita menjadi generasi penakut,” tandas Mahi. Red dari bogor-kita.com

 

Mamuju – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Barat mencoba melakukan Inovasi dengan mengagas lahirnya Peraturan Daerah tentang Penyiaran. Perda ini nantinya dapat menjadi pedoman lain berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Guna mewujudkan Perda itu, KPID menggelar diskusi kelompok terpumpun atau FGD, Kamis (21/11/2019). Ada beberapa permasalahan yang perlu dilakukan pembenahan terutama dalam pengambilan kebijakan-kebijakan dalam tataran lokal. KPID berharap lembaga penyiaran di Sulbar tumbuh dan berkembang dengan baik dalam menjawab tantangan zaman di era industri 4.0. 

“Lahirnya Perda diharapkan menjadi dasar KPID Sulbar dalam menata dan mencegah terjadi pelanggaran penyiaran guna mewujudkan siaran sehat untuk rakyat,” kata Ketua KPID Sulbar, April Azhari.

Diskusi yang menghadirkan 8 narasumber yakni H. Ismail Zainuddin (Tokoh masyarakat), Wakil Ketua III DPRD Provinsi Abd Rahim, Wakil Ketua Komisi I Syamsul Samad, Kepala Dinas Kominfo Sulbar, Safaruddin DM,  Akademisi STAIN Majene, Muliadi, Akademisi Universitas Tomakaka, Rahmat Idrus dan Yayasan Karampuang Aditya serta 7 Komisioner KPID membicarakan langkah yang akan dilakukan guna menata lembaga penyiaran yang saat ini memerlukan pembinaan dan pebdampingan.

Secara umum ke delapan narasumber mengapresiasi upaya yang dilakukan KPID Sulbar mendorong lahirnya Peraturan Daerah tentang Penyiaran.

H. Ismail Zainuddin mengungkapkan perda penyiaran adalah kebutuhan yang harus disiapkan sebagai acuan KPID untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif siaran. "Konten lokal menjadi bagian terpenting dalam usulan Perda penyiaran dan ini harus menjadi perhatian utama," pintanya.

Bahkan, Akademisi STAIN Muliadi yang berkomitmen membangun Lembaga Penyiaran Komunitas menyebutkan, sebagian konten yang ada memang harus menjadi perhatian karena saat ini banyak konten yang tujuannya hanya memberi hiburan dengan meminggirkan fungsi edukasi. "Muatan konten lokal harus dipertimbangkan agar dapat mengangkat budaya kita, budaya Malaqbi," katanya.

Sedangkan Aditya, dari Yayasan Karampuang mengusulkan, isi perda penyiaran diharapkan tidak hanya fokus pada permasalahan yang dialami pelaku usaha tetapi bagaimana isi siaran itu juga perhatian pada anak dan perempuan. "Kami LSM yang fokus pada anak dan perempuan berharap pada LP dapat meningkatkan presentase isi siaran lokal yang berpihak  pada anak, perempuan dan mengangkat budaya lokal serta mendorong tumbuh kembangnya lembaga penyiaran masyarakat di daerah," jelasnya.

Praktisi Hukum dan  akademisi, Rahmat Idrus, meminta agar penyusunan Naskah Akademik Ranperda Penyiaran dapat disusun secara ilmiah, sistematis dan tentunya memberikan masukan agar kualitas Perda bermanfaat dan tidak merugikan masyarakat. "Kita menyambut baik langkah yang dilakukan KPID Sulbar dengan mengusulkan dibuat perda penyiaran ini, " jelas Doktor Ilmu Hukum Pasca UMI Makassar ini.

Kepala Kadis Infokom Sulbar berharap, lahirnya Perda Penyiaran menjadi solusi dalam mengatasi masalah penyiaran di Sulbar. "Harapan kita perda dapat memberikan konstribusi positif bagi perkembangan penyiaran di Sulbar, seiring dengan program kominfo Internet masuk desa,” tuturnya.

Wakil Ketua Komisi I DPRD, Syamsul Samad, menyebut upaya KPID layak disambut dengan baik. Menuruntya, untuk melahirkan produk hukum diperlukan kerjasama semua pihak dengan semangat melindungi masyarakat. "Perda Penyiaran usulan KPID ini masuk dalam prolekda DPRD Sulbar 2019 dan menjadi hak inisiatif DPRD," jelas politis Partai Demokrat ini.

Sementara itu, Wakil Ketua III DPRD Sulbar, Abdul Rahim, berharap Perda ini menjadi pedoman penataan penyiaran di Sulbar. "Ini langkah maju dari ikhtiar KPID periode ini yang harus kita dukung. Untuk itu, penyusunan naskah akademik harus didiskusikan secara massif ke seluruh daerah sehingga mampu mengurai permasalahan penyiaran yang selama ini dialami pelaku penyiaran," jelas Tokoh Pemuda Pembentukan Provinsi Sulbar. Red dari Humas KPID Sulbar

 

Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah melalui keputusan pleno merekomendasikan kepada Menteri Kominfo untuk mencabut Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) terhadap 4 lembaga penyiaran jasa penyiaran radio di Jateng. Sanksi ini diberikan setelah keempatnya terbukti tidak bersiaran selama lebih dari tiga bulan.

Koordinator bidang Perizinan KPID Jawa Tengah Setiawan Hendra Kelana, Rabu (20/11/2019) mengatakan, keempat lembaga penyiaran (LP) tersebut yaitu Radio Maliu, Banjar Radio, dan Radio SBP, ketiganya bersiaran di Banjarnegara, sedangkan Radio Van Java di Batang.

“Surat rekomendasi berupa permohonan pencabutan IPP kepada Menkominfo kami kirim hari ini (Rabu lalu-red). Harapannya, Pak Menteri segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut,” tegasnya didampingi Korbid Isi Siaran, Dini Inayati.

Dijelaskan, penjatuhan sanksi dari KPID setelah keempat LP diundang untuk diklarifikasi pada 11 November 2019. Klarifikasi diajukan terkait temuan KPID saat pengawasan pada 4 September 2019. Hasil klarifikasi ke empatnya mengakui tidak bersiaran selama tiga bulan lebih karena keterbatasan perangkat, SDM dan kendala teknik.

“Dalam klarifikasinya, LP tersebut tidak dapat menunjukkan bukti-bukti aktivitas siaran, berupa arsip rekaman siaran sebagaimana diatur dalam 45 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) dan Ayat (2) huruf g UU 32 Tahun 2002. Rekaman tersebut wajib ditunjukkan kepada KPI jika diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 74 Ayat (2) Peraturan KPI tentang Standar Program Siaran,” tegasnya.

Selain itu, alasan lain sebagai penguat rekomendasi pencabutan izin adalah tidak bisa menunjukkan bukti penggunaan listrik melalui pembayaran rekening listrik atau pembelian token pulsa listrik. Pemakaian listrik terkait langsung dengan aktif-tidak pemancar untuk bersiaran.

Keempat LP dimaksud dinyatakan KPID Jateng, melanggar Pasal 34 Ayat (5) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pasal 8 Ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta, yang berbunyi Izin Penyelenggaraan Penyiaran dicabut Menteri apabila Lembaga Penyiaran tidak bersiaran lebih dari tiga bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI.

Dini Inayati menegaskan, penjatuhan sanksi ini dimaksudkan KPID sebagai upaya pembinaan kepada lembaga penyiaran untuk konsisten menaati regulasi penyiaran, baik yang diatur dalam UU Penyiaran, Peraturan Pemerintah termasuk Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

“Sanksi tegas ini sekaligus ditujukan kepada LP se-Jawa Tengah untuk menaati regulasi penyiaran dengan seamanah mungkin. KPID Jateng akan terus mengawasi aktivitas LP sebagai penegakan regulasi guna mengangkat marwah penyiaran di provinsi ini,” tegasnya. Red dari ayosemarang.com

 

Kendari – Sebanyak 54 calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tenggara (Sultra) periode 2020-2023, telah mengikuti tes wawancara di Kantor DPRD Sultra, Selasa (19/11/2019).

Ketua Panitia Seleksi (Pansel), LM Bariun menyebut, dari 54 peserta akan dipangkas hingga 21 orang untuk tahap selanjutnya.

“Jadi yang gugur sebanyak 33 orang,” jelas Bariun di Kendari, Rabu (20/11/2019).

Tes wawancara ini, kata Bariun, untuk menggali lebih dalam kemampuan dan pemahaman serta Tupoksi KPID kepada calon anggota. Lalu, apa yang menjadi progres 100 hari pertama jika lolos nantinya.

“Kemudian terkait siaran 10 persen siaran daerah,” terangnya.

Sementara itu, pengumuman tes tertulis dan wawancara nanti akan disampaikan pada 25 November 2019 mendatang. Selanjutnya, dilakukan Uji Kelayakan dan Kepatutan.

Salah seorang peserta, La Taya mengatakan, tes wawancara tersebut merupakan tahap ketiga dalam rangkaian seleksi, setelah sebelumnya seleksi administrasi dan uji kompetensi.

“Ada sejumlah pertanyaan dari tim seleksi yang digali antara lain soal program 100 hari, dan pemahaman tentang penyiaran, seperti isi siaran yang sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran,” katanya usai mengikuti tes wawancara. Red dari mediakendari.com

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.