- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 6374
Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah melakukan pemantauan isi siaran secara rutin. Hasilnya, ditemukan total 783 potensi pelanggaran isi siaran selama periode Januari hingga Juni 2021.
Koordinator Bidang Isi Siaran, Ari Yusmindarsih, mengatakan bahwa potensi pelanggaran ini merupakan konten-konten siaran yang dipandang tidak sesuai dengan etika penyiaran, namun masih pada tataran yang masih bisa ditoleransi. “Sebenarnya temuan-temuan ini belum pada tahap yang perlu disanksi, tapi kalau jumlahnya banyak tetap harus jadi evaluasi,” terangnya dalam paparan hasil kinerja pada media di kantor KPID Provinsi Jawa Tengah, Senin (16/9/2021).
Temuan potensi pelanggaran terbagi ke dalam 9 kategori, terdiri atas Kesusilaan dan seksualitas, Kelompok Khusus, Perlindungan anak, Kekerasan, Napza dan Perjudian, Mistik Supranatural, Jurnalistik, Siaran Iklan, Kesopanan, dan Perlindungan Kepentingan Publik.
Berdasarkan kategorisasi di atas, pontensi pelanggaran tertinggi pada kategori Kekerasan sebesar 35,9% dan Perlindungan Anak sebesar 35,5%. Sementara terendah pada Kategori Penyalahgunaan Napza, Perjudian, dan Rokok. Sedangkan kategori Perlidungan Kepentingan Publik terpantau hanya muncul di Bulan Juni berkaitan dengan siaran Iklan Partai Politik yang mulai inten di stasiun TV tertentu.
Ari menambahkan bahwa tingginya temuan kategori Kekerasan dan Perlindungan anak menunjukkan bahwa siaran media belum aman dikonsumsi anak-anak tanpa pengawasan orang tua. “Adegan kekerasan yang muncul tidak sampai menampilkan adegan sadis, berdarah-darah, atau menimbulkan trauma langsung pada pemirsa. Biasanya muncul dalam bentuk kata-kata kasar dan perundungan di program realty show, perilaku penindasan di tayangan fiksi, dan liputan peristiwa kekerasan yang pengambilan gambarnya terlalu vulgar dalam siaran jurnalistik. Materi-materi seperti ini kalau disuguhkan setiap hari akan sangat rawan bagi perkembangan psikologis anak. Apalagi muatan kekerasan juga sering muncul di jam siar anak,” imbuhnya.
Ari juga menegaskan bahwa banyaknya potensi pelanggaran harus menjadi evaluasi bersama. “Meskipun tidak fatal, konten siaran yang berpotensi melanggar ini kalau disiarkan terus-menerus dengan intensitas yang tinggi juga dapat menimbulkan dampak buruk bagi pemirsa,” jelasnya.
Evaluasi Bagi Media Penyiaran
KPID Jawa Tengah juga mendorong lembaga penyiaran untuk terus melakukan evaluasi internal. Temuan pemantauan isi siaran menunjukkan bahwa potensi pelanggaran justru terdapat pada stasiun TV yang banyak diminati pemirsa.
Temuan potensi pelanggaran tertinggi terdapat pada siaran Trans7 (sebesar 14,7%) yang banyak menyajikan siaran-siaran non-fiksi. Sedangkan di bawahnya terdapat stasiun TVOne, TransTV, dan ANTV yang hampir seimbang.
Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia, mendorong lembaga penyiaran untuk terus memperbaiki kualitas siarannya. “Lembaga penyiaran harus rajin mengukur ulang apakah siarannya sudah aman bagi pemirsa. Mari padatkan lagi unsur edukasinya, sajikan informasi yang baik, hiburan untuk pemirsa harus sehat dan aman,” tegas Aulia.
Siaran Belum Ramah Anak dan Sensitif Gender
Hasil pemantauan isi siaran KPID Jawa Tengah selama periode semester pertama tahun 2021 menemukan bahwa dari total 783 temuan potensi pelanggaran, 36% di antaranya terkait dengan anak. Terdapat beberapa bentuk temuan yang dominan, yaitu muatan kekerasan, seksualitas, dan mistik pada jam siar anak; pemberitaan tentang Anak sebagai pelaku dan korban kriminalitas tidak disamarkan identitasnya; adegan berbahaya yang diperankan oleh anak; dan program dewasa yang melibatkan anak.
Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia, mendorong lembaga penyiaran untuk lebih peka terhadap kepentingan perlindungan anak. “Kita harapkan siaran dapat menjadi sarana pendidikan bagi anak. Selain menghibur, juga memberikan contoh-contoh perilaku positif yang dapat ditiru,” ungkap Aulia.
“Tayangan tak ramah anak dengan intensitas yang tinggi dikhawatirkan dapat membentuk pribadi yang kurang baik dan mengganggu perkembangan psikologis anak,” imbuhnya.
Sedangkan temuan potensi pelanggaran kategori perempuan ditemukan sebanyak 10% dari total temuan. Terdapat beberapa bentuk temuan yang dominan, yaitu eksploitasi sensualitas perempuan dalam bentuk adegan erotis kekerasan fisik dan verbal terhadap perempuan, menempatkan perempuan sebagai obyek pembicaraan cabul, body shaming terhadap perempuan, dan menampilkan perempuan sebagai figur yang selalu berkarakter negatif (antagonis).
“Kita masih sering jumpai, perempuan diposisikan sebagai korban kekerasan, selalu pasrah dengan keadaan yang menyiksa. Atau kebalikan dari itu, perempuan justru menjadi karakter yang manipulatif, provokatif, dan memiliki kecenderungan sifat buruk,” terang Riri.
Pola tersebut sebenarnya sudah menjadi keresahan lama dan belum ada perbaikan yang signifikan. “Ini masalah klasik, tapi masih saja dominan,” jelas Riri menambahkan.
Berita tentang Pandemi Covid-19 Mayoritas Berisi Badnews
Badnews (berita buruk) masing menjadi komoditas yang diminati dalam memilih konten pemberitaan seputar Pandemi Covid-19. KPID Provinsi Jawa Tengah melakukan pemantauan khusus siaran berita pandemi Covid-19 selama penerapan PPKM Darurat/Level 4 tanggal 3 Juli – 2 Agustus 2021. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa dari 5.745 berita yang disiarkan 17 stasiun televisi, 40% merupakan berita buruk, 30% berita baik, dan 30% sisanya berita informatif/netral.
Riri lebih lanjut mengungkapkan harapannya agar media penyiaran lebih banyak memberitakan konten positif untuk membangun optimisme bagi masyarakat dalam menghadapi pandemi.
“Kita tahu pandemi adalah musibah, tapi bukan berarti kita menjadikan musibah sebagai komoditas pemberitaan. Berita sebaiknya dibingkai dalam sudut positif yang membangun semangat untuk bertahan,” uangkapnya.
Atensi Masyarakat Cukup Tinggi
Kepedulian masyarakat Jawa Tengah tentang siaran sehat cukup bagus, ditunjukkan dengan adanya atensi yang tinggi tentang isi siaran yang disampaikan kepada KPID Jawa Tengah. Selama semester 1 KPID Jawa Tengah menerima 198 aduan yang disampaikan melalui berbagai jalur aduan, baik telepon, pesan teks, surat elektronik, maupun media sosial.
Mayoritas aduan yang disampaikan terkait tayangan sinetron, sebesar 28% dari total aduan. Disusul aduan tentang variety show sebesar 22% dan Film sebesar 14%.
Tayangan sinetron banyak dikeluhkan masyarakat karena banyaknya sajian konflik keluarga yang dipandang tidak mendidik perilaku baik, serta banyaknya kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan tokoh antagonis kepada protagonis yang sering kali diposisikan sebagai korban.
Program variety show yang dikenal dengan ragam seni atau ragam hiburan rata-rata berbentuk program hiburan komedi, musik, hingga bincang-bincang. Jenis program ini banyak dikeluhkan masyarakat karena mengandung banyak gimmick artis, menyikapi hal-hal remeh dengan cara berlebihan, hingga banyak menampilkan artis-artis yang dianggap rajin mencari sensasi demi popularitas.
Adapun program film banyak diadukan karena dianggap banyak menampilkan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma lokal karena diisi dengan konten dari luar negeri. Selain itu filter yang digunakan untuk sensor adegan dianggap tidak tepat, khususnya dengan metode penyamaran/blur.
Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia, mengapresiasi atas banyaknya atensi masyarakat yang disampaikan kepada KPID. Menurutnya UU Penyiaran memberikan payung hokum bagi masyarakat untuk mengungkapkan keberatannya jika terdapat siaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada siaran sehat.
“Peran serta publik dalam pengawasan isi siaran dijamin oleh Undang-undang. Implementasinya harus kita dorong, agar masyarakat kritis pada isi siaran. Masukan-masukan akan kita tampung dan ditindaklanjuti,” tegas Aulia. Red dari KPID Jateng/