- Detail
- Dilihat: 6189
Semarang – Wakil Rektor Universitas PGRI Semarang, Sri Suciati, dalam presentasinya di Seminar Kajian Analisa Hasil Pemantauan Penyiaran KPID Jateng dengan tema “Mewujudkan Siaran yang Ramah Anak dan Perempuan” pekan lalu (Kamis, 12 Juni 2014) di Semarang mengatakan bahwa salah satu pemicu kekerasan terhadap anak dan perempuan antara lain adalah akibat pengaruh dari tayangan televisi. “Tayangan yang disajikan televisi di tengah-tengah keluarga hampir semuanya tidak ramah bagi anak dan perempuan, padahal mereka merupakan pangsa pasar televisi terbesar,” katanya.
Menurut Sri Suciati, televisi lebih mengutamakan rating ketimbang kualitas tayangannya yang memberikan keuntungan besar bagi perusahaan. Selain itu, televisi tidak melihat intensitas anak dan perempuan menonton televisi yang sudah menjadi guru bagi mereka selama 24 jam. “Televisi memiliki kekuasaan normatif untuk menyumbang gagasan tentang benar-salah, baik-buruk, bahkan apa yang selayaknya diinginkan dan diperjuangkan,” jelasnya.
Untuk mencegah dampak kurang baik dari siaran perlu dibuat tayangan yang ramah buat anak dan perempuan. Akademisi dari PGRI Semarang ini juga menyarankan sejumlah langkah untuk mendukung terciptanya tayangan yang sehat tersebut seperti kerjasama dengan pihak terkait, menetapkan jam tayang yang sesuai antara belajar dan menonton serta menekankan kepada orangtua untuk mendampingi anak saat menonton siaran televisi.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat yang hadir sebagai narasumber dalam acara itu, Agatha Lily mengatakan, perhatian orangtua kepada anak-anak sangat penting seperti mencermati kebiasaan menonton mereka dan juga dampak yang disebabkan dari tontonan itu. Jika tontonan itu malah menjerumuskan anak-anak kepada sifat yang negative sebaiknya tidak memperbolehkan mereka menonton.
Selain itu, kata Lily, panggilan akrabnya, lingkungan sekolah atau pendidikan harus ikut mendukung langkah bagaimana mencermati murid-murid. Setiap ada masalah atau kecenderungan pada anak-anak bersikap negatif, pihak sekolah harus menjalin komunikasi dengan pihak keluarga. “Ini untuk mengetahui dan mencegah dampak lanjutannya,” katanya.
Komisioner bidang Isi Siaran ini menyebutkan bahwa masa anak-anak sebagai masa yang sangat fundamental bagi perkembangan individu. Menurutnya, kualitas pengalaman anak akan mempengaruhi kehidupan anak di masa dewasa. “Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek seperti gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi dengan sesame maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya,” jelasnya. ***