Surabaya – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur mengimbau lembaga penyiaran di Jawa Timur memperhatikan Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadan. Surat edaran tersebut dibuat untuk menjadi pedoman bagi seluruh lembaga penyiaran saat memproduksi program selama bulan Ramadan 2022.

“Ada 14 ketentuan yang dibahas dalam Surat Edaran tersebut dan wajib dipatuhi oleh lembaga penyiaran di Jawa Timur” kata Immanuel Yosua Ketua KPID Jawa Timur.

Immanuel Yosua menambahkan lembaga penyiaran diharapkan mengambil bagian dalam menegakkan nilai-nilai Ramadan sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai agama, menjaga, dan meningkatkan moralitas. Ia mengatakan surat edaran tersebut merupakan hasil koordinasi antara KPI Pusat dan Majelis Ulama Indonesia pada tahun lalu.

“Tak hanya untuk lembaga penyiaran, hasil koordinasi juga menjadi pedoman KPID seluruh Indonesia dalam melaksanakan tugas pengawasan,” ujar Yosua.

Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Jatim, kata Sundari menambahkan kalau hari biasa, program siaran dewasa pukul 22.00-03.00 waktu setempat, sementara program siaran yang disiarkan di luar jam tersebut harus bisa dikonsumsi semua umur.

Ketentuan pertama, lembaga penyiaran wajib memperhatikan peraturan-peraturan terkait penghormatan nilai agama, kesopanan, kesusilaan, dan kepatuhan tayangan dalam rangka menghormati bulan Ramadan.

Kedua, mengingat pada bulan Ramadan terjadi perubahan pola menonton televisi dan mendengarkan radio, lembaga penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran/Standar Program Siaran (P3/SPS). Ketentuan tersebut salah satunya adalah prinsip perlindungan anak dan remaja seluruh jam siaran.

“Nah, karena anak dan remaja bangun untuk sahur, maka program siaran pada jam-jam makan sahur harus memperhatikan hak anak dan remaja,” kata Sundari.

Ketiga, menambah durasi dan frekuensi program bermuatan dakwah. Keempat, mengutamakan penggunaan pendakwah yang kompeten, kredible, tidak terkait organisasi telah dinyatakan hukum di Indonesia. Pendakwah ini tentu juga harus sesuai standar MUI.

Kelima, menyiarkan adzan maghrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu penting selama Ramadan. Waktu penting tersebut seperti jam sahur, imsak, dan subuh. Keenam, memperhatikan kepatutan busana pengisi acara.

“Pengisi acara yang dimaksud seperti presenter atau host, bintang tamu, narasumber, dan yang lainnya agar sesuai dengan suasana Ramadan,” ujar Ndari.

Ketujuh, tidak menampilkan makanan dan minuman secara berlebihan atau close up. Ke-8, lebih berhati-hati menampilkan candaan verbal dan nonverbal serta tidak bermesraan dengan lawan jenis. Ke-9, tidak menampilan gerakan tubuh yang berasosiasi erotis. Ke-10, tidak menampilkan ungkapan kasar atau makian.

Ke-11, tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat atau keburukan bagi khalayak kecuali digambarkan telah bertobat. Ke-12, lembaga penyiaran tidak membuat program siaran yang menampilkan LGBT, mistis, praktik hipnotis, bincang seks, dan muatan lainnya yang bertentangan dengan norma agama.

Ke-13, lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan dalam agama. Karena itu, lembaga penyiaran perlu menghadirkan narasumber yang kompeten. Terakhir, lembaga penyiaran wajib menerapkan protokol kesehatan dalam rangka menekan laju persebaran Covid-19.

“Lembaga penyiaran yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut, maka akan ditindak sesuai kewenangan KPI,” ujar Komisioner Bidang Isi Siaran KPID Jatim yang menangani penindakan Romel Masykuri menutup siaran pers. Red dari berbagai sumber

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.