Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng akan menindaktegas setiap pengobatan tradisional yang beriklan menyesatkan. Tak main-main, mereka bisa dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan diancam pidana kurungan selama 4 tahun.

Tak hanya pengiklan, media elektronik yang dijadikan sarana beriklan pun tak luput dari sanksi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, radio dan televisi yang memuat materi iklan menipu akan dikenai sanksi denda Rp 1 miliar dan Rp 10 miliar.

”Masih banyak iklan yang mengandung unsur penipuan di radio dan televisi swasta maupun publik. Pada tahun lalu hampir 90 persen, tapi sekarang sudah turun setengahnya. Jumlah itu harus ditekan lagi karena membahayakan masyarakat,” kata Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Jateng, Zainal Abidin Petir yang menjadi pemateri pada pembinaan pengobat alternatif yang diselenggarakan di Kantor DKK Semarang, Rabu (26/6).

Pelanggaran yang dilakukan pengiklan diantaranya menjanjikan kesembuhan. Misalnya ”Setelah berobat pasti sembuh” atau ”Sekali berobat tampah panjang 10 cm” pada iklan obat kuat pria. Bisa juga menggunakan kalimat superlatif yakni ”kami adalah satu-satunya yang mampu menangani”. Ada juga yang menggunakan testimoni berlebihan dan eksploitasi ayat-ayat pada kitab suci agama. ”Kelimat-kalimat itu ditujukan untuk mengelabuhi pasien. Itu tidak diperbolehkan dan jelas-jelas melanggar etika pariwara,” katanya seperti ditulis suara merdeka.

Plh Kepala DKK Semarang Yuli Normawati mengatakan saat ini ada ribuan pengobat tradisional yang ada di Jateng. Mereka terdiri dari empat macam yakni, ketrampilan (seperti pijat, urut, refleksi dan akupuntur), ramuan (jamu, gurah, aromatherapi, dan tabib), pendekatan agama dan supranatural (peramal, paranormal, dukun dan kebatinan). Untuk perijinan ditangani oleh Badan Pelayanan Perizina Terpadu (BPPT) sementara DKK hanya bertugas melakukan pembinaan.

Padahal, lanjutnya masih banyak pengobat tradisional yang menerjang aturan. Seperti nekat menggunakan peralatan medis seperti stetoskop, tensi meter dan alat penunjang diagnostik. ”Tapi kami tidak bisa mencabut perizinan. Karena itu bukan wewenang kami. Tapi jika sudah keterlaluan, maka kami akan melaporkan pada kepolisian,” katanya. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.