Jakarta - Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Hal tersebut tertuang dalam konsideran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Bahwa penyelenggaraan penyiaran Indonesia haruslah mengacu pada pokok pikiran dan pengaturan yang terkandung dalam UU Penyiaran. Di samping itu, penyelenggara penyiaran dalam menyelenggarakan penyiaran juga harus sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang telah ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia.
Penyiaran sebagai sebuah kegiatan komunikasi massa, diamanahkan untuk menaati fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, ada fungsi yang wajib ditaati juga oleh lembaga penyiaran yakni fungsi ekonomi dan kebudayaan. Kesatuan fungsi-fungsi tersebut menjadi kumulatif dalam suatu program siaran.
Kehadiran televisi di Indonesia, masih sangat dibutuhkan oleh publik. Jumlah Televisi yang telah mendapatkan Izin Penyelengaraan Penyiaran (IPP) mencapai 1095. Dengan jumlah yang cukup banyak, kompetisi penyiaran semakin ketat. Iklim persaingan antar lembaga penyiaran dan industri terkait diharapkan dapat tumbuh dengan baik dan sehat. Era baru teknologi melahirkan persaingan industri penyiaran dengan media-media baru, kompetitor-kompetitor penyiaran tersebut dengan mudah merebut hati pemirsa/penonton televisi. Sehingga lembaga penyiaran terus mencari pola untuk kembali “merebut” hati pemirsa/penonton dengan menayangkan suatu program siaran yang dianggap dapat disukai oleh publik.
Namun, berdasarkan Pasal 11 ayat 1 Pedoman Perilaku Penyiaran yakni lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik, juncto Pasal 11 ayat 1 Standar Program Siaran, yakni program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu. Pedoman inilah yang diharapkan dapat dijadikan pertimbangan khusus bagi lembaga penyiaran dalam menyiarkan program siarannya.
Maka bukan hanya merebut hati pemirsa/penonton, namun juga memastikan bahwa penggunaan frekuensi publik yang sangat terbatas ini, sebagaimana tanggung jawabnya diberikan kepada lembaga penyiaran agar senantiasa memperhatikan nilai-nilai keberagaman di masyarakat, untuk mewujudkan keadilan, keberimbangan dan kemerataan informasi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa Komisi Penyiaran Indonesia, diberikan wewenang “mengawasi pelaksanaan peraturan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Penyiaran Pasal 8 ayat (2) huruf (c). Serta mempunyai tugas dan kewajiban “menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran” sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) Huruf (e) UU Penyiaran.
Menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas program siaran pernikahan dan prosesi lamaran Atta-Aurel yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi swasta Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) melalui 3 (tiga) program siaran yakni “Silet: Ikatan Cinta Atta-Aurel Spesial Lamaran” pukul 08.59 – 10.29 WIB, “Barista: Ikatan Cinta Atta-Aurel Spesial Lamaran” pukul 10.29 – 11.31 WIB, “Ikatan Cinta Atta-Aurel Spesial Lamaran” pukul 12.34 – 15.54 WIB pada hari Sabtu, 13 Maret 2021. Komisi Penyiaran Indonesia Pusat menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa dalam memproduksi dan/atau menyiarkan suatu program siaran baik secara langsung maupun tidak langsung, Lembaga Penyiaran Televisi wajib mentaati kesatuan tugas, fungsi serta tanggung jawabnya yang berpedoman pada ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2. Bahwa suatu program siaran yang memuat kehidupan pribadi, yang mengangkat satu tema khusus, agar tetap menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural.
3. Bahwa memperhatikan kemanfaatan dan kepentingan publik suatu program siaran menjadi suatu keniscayaan bagi Lembaga Penyiaran, maka kemanfaatan dan kepentingan publik menjadi pertimbangan utama dalam memproduksi dan/atau menyiarkan suatu program siaran, agar tidak menjadi polemik di masyarakat/publik.
4. Bahwa lembaga penyiaran diharapkan bersama-sama semua pihak menjaga suasana yang kondusif di masyarakat pada masa pandemi Covid-19.
5. Bahwa Komisi Penyiaran Indonesia mengapresiasi ketaatan lembaga penyiaran yang tetap konsisten menerapkan protokoler kesehatan (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) dalam setiap program siarannya.
Berdasarkan kewenangan, tugas dan kewajibannya, hasil Pleno yang dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Maret 2021, KPI Pusat memutuskan memberikan PERINGATAN KERAS KEPADA RCTI. Komisi Penyiaran Indonesia Pusat juga menghimbau kepada seluruh lembaga penyiaran lainnya untuk lebih memperhatikan kemanfaatan dan kepentingan publik dalam memproduksi dan/atau menyiarkan tema khusus dari sisi durasi, konteks serta muatannya, sehingga hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang beragam atas penggunaan frekuensi radio di ranah publik dapat terpenuhi dengan baik.
Jakarta, 17 Maret 2021.
Agung Suprio
Ketua KPI Pusat