Makassar -- Gerakan literasi media harus menyasar semua sektor kehidupan masyarakat agar sikap kritis dan kemampuan memilah informasi maupun konten dapat dikuasai secara merata. Salah satu upaya yang tepat agar gerakan literasi bejalan efektif adalah dengan memasukan dalam kurikulum pendidikan nasional.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat menjadi pengisi materi di sesi pembangian kelas dalam Konferensi Penyiaran Indonesia yang berlansung on line dan off line di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (15/9/2021).

Selain itu, lanjut dia, untuk lebih menguatkan program literasi ini perlu juga adanya diversifikasi format kegiatan serta pelibatan semua unsur masyarakat dan stakeholder.  

Nuning menjelaskan tentang tujuan dari literasi yang sudah dilakukan KPI diantaranya untuk meningkatkan kapasitas literasi penyiaran masyarakat, penguatan hak publik  atas pengawasn dan peningkatan mutu siaran, menciptakan kelompok yang kritis terhadap media penyiaran. 

Selain itu, tujuan literasi juga mendorong masyarakat untuk turut serta mencermati penyiaran yag sehat, mencerdaskan dan bermartabat. Melalui literasi, KPI akan memberikan referensi dan pedoman mengakses TV dan radio. “Tujuan lainnya adalah membentuk agen-agen literasi media di tengah masyarakat,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini. 

Direktur Programing SCM, Harsiwi Achmad, pengisi materi dalam sesi yang sama menyampaikan komitmen pihaknya terhadap penting literasi media bagi masyarakat. Literasi, kata dia, akan menumbuhkan sikap kritis masyarakat ketika berhadapan dengan media. Selain itu, melalui literasi masyarakat akan banyak tahu soal isi media. 

“Masyarakat jadi bisa membedakan mana-mana yang dibutuhkan untuk mereka,” kata Harsiwi yang disampaikan secara daring kepada peserta kelas berjumlah 100 orang tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi (ASPIKOM), Muhamad Sulhan, menyampaikan dinamika literasi yang akan terjadi pada saat peralihan dari media konvensional ke media digital. Menurutnya, dalam ruang media konvesional ada batasan dalam hubungan serta terjadinya sentralisasi audiens. 

“Pada media baru terbentuk desentralisasi yang membuat komplesitas netizen. Selain itu, koneksinya tidak ada lagi batasan artinya tanpa batas,” ujarnya.

Sulhan juga menjabarkan tiga gambaran yang akan terjadi di era baru ini yakni hadirnya revolusi kreativitas ekonomi, tantangan demokrasi dan dilemma kebebasan. “Apa yang menarik bicara media di era digital,” katanya. ***/Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.